Kamis, 09 Desember 2010

Jika ketemu Saksi-saksi Yehova

1. Kalau diskusi dg saksi Yehova jangan terbawa pembicaraan mereka. jangan berpindah topik.
2. Jangan pernah berkata bahwa mereka adalah sesat
3. Katakan bahwa mereka bodoh, supaya mereka check & re-check sejarah dan bahasa asli
4. Ada banyak referensi tentang saksi Yehova di internet
5. Tokoh utama, pendiri Charles Taze Russel (ada videonya di Youtube)
6. Ramalan kiamat beberapa kali meleset artinya dia nabi palsu

Berikut adalah topik umum yang biasanya didiskusikan oleh saksi Yehova

1. SSY meyakini bahwa Habel adalah Saksi Yehuwa pertama di dunia berdasarkan Ibr. 11:4 dan Kej. 4:10. Apakah maksud kamuflase ini? Bagaimana yang sebenarnya terjadi, siapakah tokoh-tokoh di balik aliran SSY dan kapan berdirinya?

Kamuflase Habel adalah saksi Yehuwa pertama dimaksudkan supaya keberadaan SSY dianggap benar-benar ada dalam Alkitab, bahkan ada sebelum Yesus Kristus. Sementara kalau kita teliti dalam pembacaan ayat Ibr.11:4 “ia memperoleh kesaksian kepadanya, bahwa ia benar, karena Allah berkenan atas persembahannya itu” maka kesimpulan yang kita dapat adalah Allah menjadi saksi atas kebenaran Habel berdasarkan persembahan yang diberikannya kepada Allah, bukan sebaliknya Habel menjadi saksi Allah. Apalagi menjadi Saksi Yehuwa, karena kata “Yehuwa” sendiri tidak dipakai dalam penulisan Alkitab Perjanjian Baru. Kej.4:10 justru tidak ada kaitannya dengan makna bahwa Habel adalah “Saksi Yehuwa”.

Faktanya, SSY baru muncul bersama sejarah pendirinya Charles Taze Russel (1852-1916), lahir di Allegheny (sekarang adalah bagian dari Pittsburgh), Pennsylvania pada 16 Pebruari 1852, yang kemudian mendirikan sebuah kelompok belajar Alkitab dengan nama “Persekutuan Siswa-siswa Sekolah Alkitab Internasional” pada kisaran tahun 1870-1875 . Pada tahun 1876 Russel bertemu dengan N.H. Barbour, seorang pemimpin kelompok Advent di Rochester, New York. Russel dan Barbour meyakini bahwa Kristus telah datang kembali ke dunia pada tahun 1874 tidak dalam wujud nyata tetapi  dalam wujud spiritual. Mereka kemudian bersama-sama menerbitkan majalah The Herald of The Morning. Pada tahun 1879, karena perbedaan teologis penebusan Kristus akhirnya mereka berpisah. Pada tahun 1881, Russel mendirikan Zion’s Watch Tower Tract Society. Dalam penggalangan dananya Russel menjual benih gandum 1$/pound yang dipublikasikan memiliki kemampuan tumbuh 5 kali lebih cepat dari benih konvensional yang dijual di pasar pada saat itu. Pemerintah Amerika melakukan penelitian terhadap benih gandum Russel ini dan mendapatkan fakta yang tidak sesuai dengan publikasinya. Russel meninggal dunia pada 31 Oktober 1916 di kereta api dalam perjalanan ke Pampa, Texas.
6 Januari 1917, seorang hakim yang bernama Joseph Franklin Rutherford  (1869-1942) menjadi pemimpin baru kelompok ini. Pada masa kepemimpinan nya, Rutherford mengajarkan bahwa pesan utama Alkitab adalah nama Tuhan – Jehovah/Yehuwa, semua yang menyembah dalam nama Yehuwa adalan penyembah yang benar. Perubahan pola pergerakan kelompok yang semula demokratis menjadi lebih terkontrol oleh pusat, sesuai dengan apa yang dikatakan Rutherford, kontrol “teokrasi” diperkenalkan.
Masalah dengan pemerintah Amerika pada tahun 1918 terjadi ketika kelompok ini menolak untuk menjadi anggota militer.
Pada sebuah konvensi di Columbus, Ohio pada tahun 1931 nama “Saksi-saksi Yehuwa” baru dipakai oleh kelompok pengikut Rutherford berdasarkan ayat Yesaya 43:10. Era Rutherford berakhir pada 13 Januari 1942.
Lima hari setelah kematian Rutherford, Nathan Homer Knorr (1905-77) dilantik sebagai pemimpin baru SSY. Karya penting Knorr dalam SSY adalah dengan menerbitkan alkitab terjemahan baru “The New World Translation” pada tahun 1950 dalam beberapa volume, yang kemudian diproduksi dalam bentuk sebuah alkitab utuh pada tahun 1961.
Setelah Knorr meninggal dunia, Frederick W. Franz memimpin SSY, menerbitkan “Sedarlah” dan “Menara Pengawal” secara berkala.

2. Sebutkan hubungan antara The World Translation of The Holy Scriptures (NW) dengan The Empathic Dialglott karya Benyamin Wilson! Dalam ayat-ayat mana saja yang mereka palsukan?

Benyamin Wilson adalah tokoh Christadelphians, salah satu sekte bidat yang lahir di kisaran tahun 1848. Ajarannya menolak Trinitas, juga tidak mengakui Yesus adalah inkarnasi Allah (menolak ketuhanan Yesus) sebagaimana tertulis dalam Yoh.1:1; 8:58; 1 Tim. 3:16; Ibr. 13:8 yang diakui/ diimani oleh gereja mula-mula. Sekte ini juga mengajarkan bahwa tidak ada kehidupan setelah kematian. Pengajaran yang paralel dengan SSY lainnya adalah mengenai akhir jaman dimana hanya 144.000 orang yang akan memerintah bersama Kristus, bumi akan menjadi firdaus.
Sebelum NW diterbitkan, The Empathic Dialglott karya Benyamin Wilson dijadikan referensi oleh SSY.

3. Saksi Yehuwa mempersoalkan Yohanes 1:1, “Pada mulanya adalah Firman, dan Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah”. Kalau Yohanes bersama-sama dengan Markus, pada saat yang sama Yohanes bukanlah Markus. Jadi, kalau Firman bersama-sama dengan Allah maka Firman pada saat yang sama bukanlah Allah. Bagaimana jawaban kita atas argumentasi ini?

Logika pengertian yang dipakai oleh SSY adalah logika fisik matematis yang memiliki aspek ruang dan waktu, sementara Firman bersama dengan Allah seharusnya dilihat dengan logika metafisik dimana tidak terdapat keterbatasan ruang dan waktu terhadap keberadaan Allah dan Firman-Nya. Karena itu apabila dikatakan “Allah beserta orang yang sabar”, jika ada 1000 orang yang sabar di tempat yang berbeda , maka bukan berarti keberadaan Allah yang esa, yang adalah Roh itu menjadi 1000 Allah ditempat yang berbeda pada saat yang sama.

4. Menurut SSY terjemahan yang benar dari Yoh. 1:1 sebagai berikut:” Pada mulanya adalah Sabda, Sabda itu bersama-sama dengan Allah, dan sabda itu suatu allah ”. Sebab berbeda dengan kalimat yang diterjemahkan “Sabda itu bersama-sama dengan Allah” ( kata ”Allah” dengan kata sandang tetap, ton theon ), tetapi pada kalimat “ dan Sabda itu adalah Allah “ ( Kata “Allah” tanpa kata sandang, sehingga harus diterjemahkan menjadi “suatu allah” ). Ada 2 cara menghadapi argumentasi mereka: (1) Bagi mereka yang sudah mempelajari Alkitab dengan bahasa asli; dan (2) bagi mereka yang tidak mempelajari Alkitab degan bahasa asli. Jelaskan masing-masing!

a. Alkitab Perjanjian Baru ditulis dalam bahasa Yunani Koine (sehari-hari/pasaran) dimana terdapat kaidah-kaidah penulisan, kata sandangnya terkadang tidak tertib.
Kata benda diawal kalimat berfungsi sebagai “predikat” tanpa kata sandang, dalam terjemahan ditambah kata sandang tak tentu “a” atau “an” atau kata sandang tentu “the” sesuai dengan konteksnya.
Mrk 11:32 tertulis “autos hoti propethes en” - “that John really was a prophet”, disini propethes tidak memakai kata sandang ho, diterjemahkan sebagai “seorang nabi”, karena selain Yohanes masih ada nabi-nabi lainnya. Jika pola ini diterapkan pada Yoh.1:1 “kai Theos en ho Logos” – “Theos” tanpa kata sandang terjemahannya menjadi “a god” – “suatu allah”, maka akan muncul pengertian adanya banyak allah lain selain allah yang dimaksud. Padahal konsep ke-Allah-an dalam iman Kristen adalah Allah yang esa.
Mrk. 15:39: “Alethôs houtos ho anthrôpos autos Huios Theou ên” - “Truly this/the man was the Son of God”, karena orang yang ditunjuk oleh kalimat “Son of God” tersebut adalah satu-satunya yang dimaksud, tidak ada yang lain.
b. Siapkan Alkitab dengan bahasa asli Yunani – Indonesia dan Ibrani – Indonesia, suruh SSY untuk membacakannya.

5. Ketika anda mengajak SSY berdoa, mereka biasanya langsung menolak, karena mereka beranggapan bahwa Allah Tritunggal adalah dewa Babel berkepala tiga. Bagaimana menjelaskan tuduhan mereka ini? (Jawaban diarahkan untuk mereka mengerti perbedaan “satu Allah” dengan “satu batu”, antara logika matematik dengan logika metafisik)

Pertama, pengertian Allah Tritunggal versi Yahudi – Kristen jelas berbeda dengan Tritunggal Hindu Brahma-Wishnu-Syiwa, Tritunggal Babel, Tritunggal Mesir atau dengan Tritunggal manapun, apalagi Tritunggal SSY.
Kedua, Dalam buku “The Word, Who is he? According to John” yang diterbitkan oleh Watchtower Bible and Tract Society 1962, halaman 7, SSY menuliskan keberadaan Allah Tritunggal sebagai berikut:
1 Allah (sang Bapa) + 1 Allah (sang Anak) + 1 Allah (sang Roh Kudus) tidak mungkin secara matematis = 1 Allah, kita harus menghitung bahwa 1/3 Allah (sang Bapa) + 1/3 Allah (sang Anak) + 1/3 Allah (sang Roh Kudus) = 3/3 Allah atau 1 Allah.
Jelas menunjukkan pengertian SSY hanyalah sebatas hal-hal yang lahiriah, tidak bisa membedakan keberadaan Allah yang metafisik (yang tidak terikat ruang dan waktu) dengan pemikiran matematik (terbatas).

6. Beberapa orang menjelaskan Tritunggal sebagai tiga oknum yang terpisah, dasarnya pada waktu pembaptisan Yesus di sungai Yordan, terpisah dengan Roh Kudus dalam rupa burung merpati, dan Allah berfirman dari langit: “Inilah Putra-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenan” (Mat 3:13-17; Mark. 1:9-11; Luk. 3:21-22). Bagaimana menjawab ajaran Tritunggal yang bisa dipahami oleh saudara-saudara Muslim, berikan jawaban anda seperti yang pernah kita bahas di kelas!

Yohanes 1:32-34
32 Dan Yohanes memberi kesaksian, katanya: "Aku telah melihat Roh turun dari langit seperti merpati, dan Ia tinggal di atas-Nya.
33 Dan akupun tidak mengenal-Nya, tetapi Dia, yang mengutus aku untuk membaptis dengan air, telah berfirman kepadaku: Jikalau engkau melihat Roh itu turun ke atas seseorang dan tinggal di atas-Nya, Dialah itu yang akan membaptis dengan Roh Kudus.
34  Dan aku telah melihat-Nya dan memberi kesaksian: Ia inilah Anak Allah."

Dari ayat-ayat diatas, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa sebelum Yohanes membaptis Yesus, ia telah diberitahu oleh Allah tentang tanda atas siapa yang dibaptiskannya. Ketika ia membaptis Yesus, tanda burung merpati seperti yang diberitahukan kepadanya itulah yang dilihatnya, tanda itulah yang memberi penegasan kepadanya bahwa Yesus itu Anak Allah – Tuhan. Bukan berarti Roh Kudus itu terpisah dari Yesus. (Lebih lengkap baca juga Yoh. 1:23-31).

Tritunggal Allah – Yesus/Firman – Roh Kudus adalah tritunggal sehakekat.
Allah yang adalah Roh (Yoh.4:24), tidak pernah atau dapat terpisah dengan Firman-Nya. Firman – Pikiran – Perkataan Allah itu ada dalam Allah menjadi satu dalam kekekalan, Roh – Kehidupan  – Hayatullah, ada dalam diri Allah (1Kor. 2:11), sebagaimana tertulis “Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa” (Yoh. 15:26) Firman yang menyatu dengan Allah itulah yang menciptakan segala sesuatu (Yoh. 1:3, Kej. 1:3-26), Firman itu juga yang “keluar” dalam wujud Yesus (Yoh. 1:14; 8:42). Secara Firman, Yesus adalah Allah, dan sebutan Anak Allah disini hanyalah sebagai gambaran keberadaan kemanusiaan Yesus yang lahir/diperanakkan melalui perawan Maria, tanpa campur/keterlibatan seorang laki-laki/bapa, sekaligus Dia – Yesus itu adalah Firman yang hidup yang lahir dari Bapa tanpa seorang ibu.

7. SSY menuduh bahwa ide keilahian dan ketuhanan Yesus (The Godhead and Lordship of Jesus Christ ) baru muncul pada Konsili Nikaea tahun 325, sebelum itu Yesus adalah nabi dan manusia biasa. Bagaimana fakta sejarah sebenarnya?

Sebelum konsili Nicaea, bukti sejarah menyatakan keilahian dan ketuhanan Yesus antara lain:
a. Bukti dari Ignatius, Murid Rasul Yohanes dan Rasul Petrus (29-67 M). Ditulis sebelum Rasul Yohanes menulis Injil.
i. dalam suratnya kepada orang Efesus, pada bab VII:
“ … yang menurut daging dan menurut roh (sarkikos kai pneumatikos), yang diperanakkan dan yang tidak diperanakkan (gennetos kai agenetos), “Manunggaling Kawula Gusti” (en anthropo theos), yang keluar dari Maryam dan yang keluar dari Dzat Allah (kai ek Marias kai ek theos), yang pertama terpikirkan dan yang kedua tak terpikirkan (proton pathetos kai tote apathes), yaitu Tuhan kita Yesus Kristus”.
ii. dalam suratnya kepada orang Magnesia, pada bab VIII:
“Allah itu Esa yang menyatakan diri-Nya sendiri dalam Yesus Kristus Putra-Nya, yaitu Firman-Nya yang keluar dari keheningan kekal” (hos estin autou logos apo seges proelthoon).
b. Dokumen kesyahidan Polycarpus, Uskup Smyrna (wafat 156 M), Murid Rasul Yohanes. Wafat syahid sambil memuja Allah Tritunggal. Martyrion Polycarpi
“Aku memuji nama-Mu, oleh Imam Besar surgawi kami yang kekal, yaitu Yesus Kristus, Putra terkasih-Mu, yang oleh-Nya dan bersama-sama dengan-Mu, Ya Bapa Surgawi, dan dengan Roh Kudus-Mu, segala hormat dan kemuliaan dari sekarang kekal selama-lamanya”.
c. Bukti dari Irenaeus, murid Polycarpus (wafat 177 M).
i. Adversus Haereses/Melawan Bidat-bidat, Buku I, pasal 22:1
“Allah tidak bergantung dengan sesuatu apapun, tetapi oleh Firman dan Roh-Nya, Allah telah menjadikan, mengatus dan memerintah segala sesuatu, dan menitahkan segala sesuatu menjadi ada. Allah menciptakan dengan Firman-Nya”.
ii. Adversus Haereses/Melawan Bidat-bidat, Buku II, pasal 30:9
“… Allah Yang Maha Esa, yang oleh Firman-Nya, yaitu Putra-Nya, telah menyatakan Diri-Nya sendiri di atas segala sesuatu, sehingga kita mengenal Allah hanya melalui Firman itu. Firman Allah secara kekal ada bersama Sang Bapa (eternally coexisting with the Father), yang terdahulu dan tanpa memiliki permulaan”.
d. Yustinus Martyr, Sang Apologet (100-167 M).
i. I Apology 63:
“Firman Allah yang adalah Allah”.
ii. II Apology 13:
“Karena disamping Allah, kami memuja dan mengasihi Sang Firman, yang keluar dari Allah, dan tidak diciptakan, dan yang kebesaran-Nya tidak terhingga. Karena Ia telah menjadi Manusia demi kita, dan turut menderita bersama kita, agar Ia membawa kesembuhan bagi kita”.
Konsili Nicaea (325 M) hanya merumuskan apa yang telah menjadi iman jemaat, bukan merumuskan iman yang baru.

8. Mengapa gerakan Arius “seperti menghilang dari sejarah”, apakah karena gerakan ini ditindas oleh Kaisar Romawi demi membela ajaran resmi Gereja pada waktu itu? (baca artikel Bambang Noorsena, “Konsili Nikaea: Apakah yang sebenarnya terjadi?”)

Gerakan Arius “seperti menghilang dari sejarah” karena Arius yang pada waktu itu berkotbah di depan pintu basilica Konstantinopel, tiba-tiba perutnya sakit luar biasa, lalu menghentikan khotbahnya, dan pergi ke toilet. Lama sekali tidak keluar, ternyata setelah pintunya didobrak, Arius kedapatan mati terkapar di kamar mandi tersebut. Itulah sejarahnya!

9. Publikasi SSY “Haruskah anda Percaya kepada Tritunggal?” mengutip tulisan bapa-bapa gereja awal, dan membohongi pembaca bahwa seolah-olah ajaran Tritunggal baru muncul pada abad IV. Sebutkan 3 kutipan dari SSY tulisan bapa-bapa gereja terpenting yang jelas-jelas “Bohong”!

Kutipan SSY dari Encyclopædia Britannica mengesankan seolah-olah Kaisar Konstantin (abad IV) yang mengusulkan rumusan “dari satu zat dengan Bapa” (Tritunggal), padahal sebenarnya uskup Ousius lah yang mengusulkannya, melalui Kaisar. Encyclopædia Britannica mencatat: …. The Council of Nicaea met on May 20, 325. Constantine himself presided, actively guiding the discussions, and personally proposed (no doubt on Ousius’ prompting) the crucial formula expressing the relation of Christ to God in the creed issued by the council, “of one substance with the Father” (see: Creed) ….. (Encyclopædia Britannica,1971, Constantine, vol.6, p.386).

3 kutipan dari SSY tulisan bapa-bapa gereja terpenting yang jelas-jelas “Bohong” adalah:
- Bahwa Yustinus Martyr (100-167M), tidak mengakui pra-eksistensi Yesus sebagai Allah, tetapi sebagai “malaikat yang diciptakan”, “tidak sama dengan Allah yang menciptakan segala perkara”, dan Yesus lebih rendah dari Allah, karena itu Ia “tidak melakukan sesuatu kecuali yang Pencipta … ingin ia lakukan dan katakan”.
- Dikatakan Irenaeus uskup Lyon (wafat 200M) bahwa pra-manusia Yesus sebagai “keberadaan yang terpisah dari Allah, dan lebih rendah dari Allah”. Sementara ungkapan Irenaeus di tempat lain bahwa “Allah yang benar dan satu-satunya”, “yang lebih tinggi dari segala-galanya, dan selain Dia tidak ada yang lain”.
- Tulisan Clement dari Alexandria (wafat 215M) dikutip SSY bahwa “pra-manusia Yesus keberadaannya terpisah dari Allah, dan lebih rendah dari Dia”, “Allah adalah yang satu-satunya, lebih tinggi di atas segala-galanya, dan tidak ada yang lain selain Dia”.

10. Kalau Yesus itu Firman Allah dan Firman Allah itu adalah Allah (Yoh. 1:1), mengapa Yesus bisa mati Apakah Firman Allah bisa mati? Mengapa Ia berdoa: “Eli,Eli. Lama Shabakhtani!” (Mat.27:46)? Masakah Allah berdoa kepada Allah? (lihat: Yoh.8:42; Luk. 1:42; Ibr. 2:9; Flp.. 2:5-11; 1 Ptr. 3:18; Kol. 1:22).

Wujud kemanusiaan Yesus itulah yang bisa mati, berdoa, makan, tidur sebagaimana manusia secara umum. Tetapi sebagai Firman dan Roh Allah, Yesus tidak pernah dan bisa mati.

11. Kalau Tritunggal berbicara tentang Allah yang satu dan sama, mengapa Yesus berkata:”Bapa itu lebih besar daripada Aku”. (Yoh. 14:28)?

Karena Yesus berbicara sebagai manusia.

12. SSY menerjemahkan Yoh. 1:3 “Segala sesuatu diciptakan melalui Dia” (bukan “Segala sesuatu dijadikan oleh Dia”). Buktikan bahwa terjemahan ini bermasalah! (Rom. 11:36).

Dalam terjemahan bahasa Inggris “through him” dan “by him” tidak terdapat perbedaan makna.
Yoh. 1:3 “Panta di’ autou  Egeneto” diterjemahkan:
“All things were made by Him … “ (KJV), “All things were made through  Him … “ (NIV)
“Segala sesuatu dijadikan oleh Dia … “ (TB)
“Segala sesuatu dijadikan melalui  Dia … “ (NW)
bila dibandingkan dengan Rom. 11:36 “Hoti ez autou kai di’ autou kai eis autou ta panta”
diterjemahkan:
“For of Him and by Him and to Him are all things” (KJV)
“Sebab segala sesuatu adalah dari Dia dan oleh Dia dan untuk Dia”
Kalau untuk Allah diterjemahkan “oleh”, sementara untuk Yesus diterjemahkan “melalui”, padahal bahasa aslinya sama “di’ auto”, jelas menunjukkan bahwa SSY tidak konsisten.

13. Terjemahan “melalui Dia” (Yoh. 1:3, NW) sengaja ditekankan untuk menunjukkan bahwa Yesus adalah “Arsitek” atau “pekerja ahli” Allah dalam penciptaan. Buktikan mengapa ide “arsitek penciptaan” ini bertentangan dengan Alkitab! (Yes. 44:24; Ayb. 9:8).

Yes. 44:24 “Beginilah firman TUHAN, Penebusmu, yang membentuk engkau sejak dari kandungan; "Akulah TUHAN, yang menjadikan segala sesuatu, yang seorang diri membentangkan langit, yang menghamparkan bumi—siapakah yang mendampingi Aku?
Ayb. 9:8 “…yang seorang diri membentangkan langit, dan melangkah di atas gelombang-gelombang laut”
Dari kedua ayat diatas jelaslah ide “arsitek penciptaan” ini bertentangan dengan Alkitab!

14. SSY menterjemahkan “Segala perkara yang lain diciptakan melalui Dia” (Kol. 1:16-17), mestinya: “Segala sesuatu diciptakan oleh Dia”. Menurut SSY kata yang diterjemahkan ”sesuatu” adalah panta bentuk infeksi atau perubahan dari pas . Buktikan bahwa argumentasi ini salah dan mengada-ada dengan membandingkan Kol. 1:16-17 dengan Why. 4:11 ! Buktikan pula bahwa perbandingan Kol. 1:16-17 dengan Luk. 13:2 dan Luk. 21:29 untuk membenarkan terjemahan mereka justru terbalik membuktikan kebodohan SSY!

Dalam Luk. 13:2 tertulis: Yesus menjawab mereka: “Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besar dosanya daripada dosa semua orang Galilea yang lain (dokeite hoti oi Galilaioi outoi hamartooloi para pantas tous galilaios egeneto), karena mereka mengalami nasib itu?”.

Disini kata “panta” dalam terjemahan bahasa Indonesia diberi tambahan “…yang lain”, karena konteks kalimatnya adalah pembanding dengan kata sebelumnya. “Sangkamu bahwa” (dokeite hoti oti), “orang-orang Galilea ini mempunyai dosa” (Galilaioi outoi hamartooloi), “lebih dari” (panta), “semua orang-orang Galilea (pantas tous galilaios), “yang ada disini” (egeneto).

Luk. 21:29, Lalu Yesus mengatakan perumpamaan ini kepada mereka: “ Perhatikan (idete) pohon ara (ten suken, the fig-tree) atau pohon apa saja (kai panta ta dendra)”.
Lalu ia mengucapkan sebuah perumpamaan kepada mereka: “Perhatikanlah pohon ara atau semua pohon lain” (NW).

Ungkapan “kai panta ta dendra” – dan semua pohon, karena dibandingkan dengan “pohon ara” sebagai bagian dari rumpun pepohonan, maka bisa ditambahkan “tang lain”. Tetapi kasusnya berbeda dengan Kol. 1:15-17, kata “panta” hanya berarti “segala sesuatu”, tanpa pembanding.

“Segala perkara yang lain diciptakan melalui Dia” (Kol. 1:16-17), maksudnnya hanya untuk menegaskan bahwa Dia – Yesus merupakan ciptaan diantara yang lain. Pertanyaannya ialah, kalau Yesus – Firman adalah ciptaan, artinya Allah pernah tidak memiliki Firman sampai Firman itu diciptakan, lalu bagaimana cara Allah menciptakan Firman itu? Bukankah Allah menciptakan segala sesuatu dengan Firman-Nya? Bagaimana proses penciptaan Firman tersebut? Kalau Firman adalah ciptaan, lalu Allah mencipta dibantu ciptaan-Nya, bukankah ini mempersekutukan dan merendahkan Allah?

15. SSY membuktikan bahwa Yesus adalah ciptaan mula-mula dengan mengutip Wahyu 3:14. Buktikan bahwa kata “arche” dalam ayat tersebut bukan berarti “permulaan dalam urutan waktu” tetapi “permulaan dalam urutan kehormatan” (Ef.1:21).

Kata “arches” dalam Ef. 1:21 berarti “penguasa / pemerintah”, sebagai permulaan dalam urutan kehormatan, pemerintah/penguasa merupakan yang pertama-tama dihormati diantara profesi-profesi yang lain.
Sebagai contoh, kursi terdepan dalam undangan biasanya ditujukan kepada pejabat pemerintah / penguasa yang dihormati.

16. SSY memakai Ams. 8:22 sebagai bukti bahwa Yesus adalah “permulaan ciptaan Allah”. Buktikan bahwa kata qanani dalam ayat tersebut artinya bukan “menciptakan aku” tetapi “memiliki aku” berdasarkan Ams.4:5!

“Qeneh hikmah, qeneh binah” Ams. 4:5, artinya “Perolehlah hikmat, perolehlah pengertian” jadi disini qanani berarti “memperoleh/memiliki”.

17. Mengapa SSY menerjemahkan parousia yang semestiya “kedatangan” menjadi “kehadiran” (secara rohani)? (Ini berkaitan dengan kesalahan perhitungan mereka bahwa kiamat akan terjadi pada tahun 1914).

Karena kesalahan perhitungan/ramalan tentang kiamat mereka, Yesus akan datang pada bulan Oktober 1914, ternyata sampai habis Perang Dunia I, Yesus tidak datang, karena itu SSY mengatakan parousia itu bukan kehadiran fisik tetapi kehadiran roh. Kedatangan Yesus secara roh ini hanya diketahui oleh orang-orang terpilih yaitu para penatua SSY saja, yang lain tidak. Inilah cara untuk mencari pembenaran.

18. Bagaimana SSY “menyelesaikan” halangan dalam Luk. 23:43 bahwa Firdaus sudah ada ketika Yesus mengucapkan sabda ini kepada penjahat di kayu salib yang bertobat?

Dengan menggeser koma pada ayat tersebut
Luk.23:43 (NKJV):  And Jesus said to him, "Assuredly, I say to you, today you will be with Me in Paradise."
Luk.23:43 (NW):  And Jesus said to him, "Assuredly, I say to you today, you will be with Me in Paradise."

19. Apakah yang disebut “proof text method” (metode ayat bukti) dari penafsiran a la SSY?

Memenggal kalimat penting dalam satu ayat kemudian membandingkan / mencocokkannya dengan ayat lain untuk menguatkannya padahal konteksnya berbeda.

20. Berikanlah contoh ayat-ayat dalam Alkitab yang dipakai SSY untuk membuktikan ajaran mereka, khususnya “ayat yang implicit” (alegoris) dijadikan pedoman yang pasti, sementara ayat yang eksplisit (tegas) dikaburkan?

Ams. 8:22 yang sifatnya alegoris, berbahasa puitis, bahasa nubuat yang seharusnya ditafsir melalui Yoh.1:1, tetapi sebaliknya yang sudah jelas (eksplisit) pada Yoh. 1:1 oleh SSY dikaburkan dan ditafsir berdasarkan Ams. 8:22.

21. SSY tidak mempercayai ketidak-matian jiwa atau roh. Alasannya kata “nephesh” (jiwa, nyawa) dalam bahasa Ibrani menunjuk “mahluk” pada umumnya, “orang” atau “manusia” (Kej. 2:7; 9:5; Yos. 11:11; Yeh 18:4). Bagaimana kita menjawab pandangan ini?

Memang benar dalam ayat-ayat tertentu “nephesh” (Yun. Psykhe) menunjuk manusia, makhluk atau orang, tetapi tergantung konteksnya. Alkitab memuat 4 konsep mengenai kata ini, antara lain:
1. Nyawa yang menyebabkan hidup. Dalam makna ini berlaku untuk manusia maupun binatang (Kej. 1:20; 24; 30; 9:12, 15-16; Yeh. 47:9), karena itu kadang-kadang dikaitkan dengan darah (Kej. 9:4; Im. 17:10-14; Ul. 12:22-24)
2. Sumber timbulnya kehendak, hidup kesusilaan (Kej. 49:6; Ul. 4:29; Maz. 24:4; 119:129, 167). Aspek ini tentu saja tidak ada pada binatang.
3. Orang, Pribadi (Hak. 16:16; Maz. 120:6; Yeh. 4:14)
4. Searti dengan roh yang meninggalkan tunuh saat kematian (Kej. 35:18). Ungkapan “Dan ketika ia hendak menghembuskan nafas…”, dalam bahasa asli: Wa yehi besyat naphshah… (harfiah: “Dan ketika nephesh/jiwa keluar…”).

22. SSY mengutip Pkh. 3:21 “Siapakah yang mengetahui, apakah nafas anak naik ke atas dan nafas binatang turun ke bawah bumi”. Dalam bahasa aslinya nephesh manusia dan binatang sama saja, jadi begitu manusia mati, seperti halnya binatang, maka habislah semuanya, keduanya menuju ke tempat yang sama, kembali ke tanah. Bagaimana kita menjawab padangan mereka?

Dalam teks aslinya disebut “nephesh bene ha-adam” (nafas anak manusia) dan “nephesh ha-behemah” (nafas binatang), sama-sama digunakan kata “nephesh”. Tetapi dalam Pkh. 12:7 disebutkan bahwa mengatasi nafas manusia yang sama dengan binatang, saat kematian roh manusia kembali kepada Allah.

23. Maz. 146:4 “Apabila nyawanya (Ruah) melayang, ia kembali ke tanah; pada hari itu juga lenyaplah maksud-maksudnya”. Menurut  terjemahan SSY: “Apabila rohnya keluar ia kembali ke tanah; Pada hari itu leyaplah segala pikirannya” (NW). Maz. 146:4 dijadikan “pembenar” bahwa roh manusia tidak kekal, karena “roh itu kembali ke tanah”, dan hilanglah segala pikirannya. Bagaimana kita menjawab tafsiran mereka ini?

1. Bila kita baca seluruh pasal 146 dari kitab Mazmur ini, maka kita mendapati bahwa konteks ayat 4 ialah supaya pembaca “Janganlah percaya kepada para bangsawan, kepada anak manusia yang tidak dapat memberikan keselamatan”. (ayat3). Maksudnya, manusia itu makhluk yang lemah, begitu rohnya melayang, tubuhnya tidak lagi dapat beraktifitas – mati, tubuhnya dikubur – kembali ke tanah. Bila tanda koma dihilangkan, memang arti kalimat tersebut “roh itu kembali ke tanah”, bila kita bandingkan dengan Pkh. 12:7 jelas bahwa roh manusia kembali kepada Allah.
2. “pada hari itu juga lenyaplah maksud-maksudnya”, ketika manusia tergeletak mati, maka segala tujuan/keinginan/ambisinya tidak lagi dapat dikerjakan. Disini “maksud-maksudnya” bukan berarti “pikiran” dalam makna umum, yaitu “intellectual souls” manusia.

24. SSY menyangkal Mat. 28:19 yang jelas menyebut Bapa, dan Putra dan Roh Kudus sebagai bukti Tritunggal disangkalnya, alasannya 1 Tim. 5:21 menyebut Allah bersama Yesus dan Malaikat-Nya, tetapi tidak pernah dijadikan Tritunggal. Bagaimana jawaban anda?

Meskipun Allah, Yesus dan Malaikat-malaikat-Nya disebut bersama-sama dalam 1 Tim. 5:21, tetapi tidak pernah disebutkan “Dalam satu nama” (eis to onoma) seperti diterapkan pada Mat. 2:19 bagi Bapa dan Putra dan Roh Kudus, tidak dipakai “eis to onomati” – dalam nama-nama.

25. SSY mengajukan 1 Yoh. 5:7 sebagai “ayat palsu” untuk mempertahankan ajaran Tritunggal, ayat ini tidak ada dalam naskah—naskah tertua. (Silahkan membaca referensi dari buku Togog Madeg Pandhita, oleh K.P. Sena Adiningrat, Bab XIV, halm 179-186)!

Pertama, kebenaran ajaran Tritunggal tidak tergantung dengan ada atau tidaknya ayat ini, artinya, tanpa ayat inipun ajaran Tritunggal disebut disepanjang ayat-ayat Alkitab.
Kedua, ayat ini memang hasil penafsiran gereja jaman dahulu, karena waktu itu belum ada studi kritis tentang Kitab Suci, sehingga para penyalin di kemudian hari menyangkanya sebagai bagian dari ayat-ayat Alkitab. Tetapi seiring dengan munculnya metode-metode kritis Kitab Suci, khususnya ilmu kritik salinan, teks asli tulisan Yohanes pada 1 Yoh. 5:7 tersebut dibedakan dengan cara menempatkan “tafsiran/sisipan” dalam tanda (…), sehingga ditulis sebagai berikut:
Sebab ada tiga yang memberi kesaksian (di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.  Dan ada tiga yang memberi kesaksian di bumi): Roh dan air dan darah dan ketiganya adalah satu.
Kasus yang sama dapat dibaca dalam akhir doa Bapa kami dalam Mat. 6:13. Pujian (doxology) yang berbunyi:
(Karena Engkaulah yang empunya Kerajaan dan kuasa dan kemuliaan sampai selama-lamanya. Amin.)
juga merupakan sisipan berdasarkan ayat 1 Taw. 29:11, tidak dihilangkan atau ditutup-tutupi.


26. SSY menyangkal eksistensi neraka, sebab menurut mereka kata yang diterjemahkan “neraka” dalam Mat. 5:22 arti sebenarnya “lembah Hinnom” di Yerusalem, dan kata Syeol (dunia orang mati) adalah “kuburan masal umat manusia”. Berikan argumentasi yang meyakinkan kepada SSY bahwa cara penafsiran seperti ini salah!

Harusnya SSY juga sekalian menyangkal surga, karena asal kata surga adalah “Gan”, yang artinya “kebun” (Arab: Jannah) dan “Pardes” arti semula juga “taman raja-raja Persia”. Dalam bahasa Persia “Pairidaeza” yang artinya “taman yang dikelilingi tembok-tembok”. Sebelum LXX, penyair Xenofon memakainya dalam arti “taman raja-raja Persia”. LXX menerjemahkan kata “Gan ‘Aden” dalam Kej. 2:8 menjadi “Paradeisos”.

Kamis, 14 Oktober 2010

Ayat-ayat Cinta-05

Undangan di musim semi

Suatu pagi di musim semi, pemuda gembala ini mengundang si gadis untuk mengikutinya ke padang, tetapi saudara-saudara si gadis ada menangkap maksud bahwa pemuda gembala me­ngundang adik mereka. Oleh karena kecemasan tentang reputasi adik perempuannya, maka si gadis disuruh mengurus kebun anggur yang mereka miliki dalam rangka menggagalkan perte­muan dari si gadis dengan pemuda gembala tunangannya.
Kekasihku mulai berbicara kepadaku: "Bangunlah manisku, jelitaku, marilah! Karena lihatlah, musim dingin telah lewat, hujan telah berhenti dan sudah lalu. Di ladang telah nampak bunga-bunga, tibalah musim memangkas; bunyi tekukur terdengar di tanah kita. Pohon ara mulai berbuah, dan bunga pohon anggur semerbak baunya. Bangunlah, manisku, jelitaku, marilah! (Kidung Agung 2:10-13)
Musim semi merupakan pemandangan yang menarik, dimana-mana bunga bermekaran. Udaranya yang hangat, karena peralihan dari musim dingin ke musim panas membuat rasa nya­man. Pepohonan mulai mengeluarkan tunas-tunas baru, daun-daun yang menghijau dengan kuncup-kuncup bunganya yang beraneka warna. Burung-burung beterbangan dari satu tempat ketempat lainnya mencari makanan setelah istirahat panjang dalam kebekuan musim dingin. Sungguh sebuah pemandangan indah yang luar biasa dan menakjubkan. Sebagai waktu dan keadaan yang tepat untuk mewakili indahnya kasih yang tumbuh diantara bunga-bunga cinta mereka yang sedang menjalin hubungan kasih sayang. Musim dingin telah lewat, kebekuan telah berakhir.

Spring in Israel
“Ingin berjalan berdua, denganmu kekasih…” Demikian sepenggal kalimat dari sebuah lagu Ebiet G. Ade. Kita semua mengetahui bahwa dalam jalinan cinta antar kekasih, ada waktu khusus yang diinginkan untuk dinikmati berdua saja, tanpa kehadiran orang lain. Sebuah waktu yang akan digunakan untuk mencurahkan isi hati. Sang pemuda gembala ingin berdua dengan si gadis karena itu ia mengundang kekasihnya untuk ikut bersamanya menikmati indahnya musim semi. Pergi berdua, sungguh se­buah kesempatan yang indah untuk berkasih mesra.
Ketika bertemu dan cinta kita bersemi kepada Yesus, keindahan dan kesejukan kasih-NYA melingkupi jiwa yang kering, membawa suasana baru, memecahkan kebekuan hati. Keinginan Tuhan membawa kita semakin dekat kepada-NYA, karena IA hendak mencurahkan isi hati-NYA, janji kasih-NYA hendak diberitahukan-NYA pada kita. Seiring dengan pertumbuhan benih kasih yang ada dalam diri kita, IA hendak membawa kita kedalam suasana baru dimana semua kein­dahan yang ada di sekitar kita juga sedang bersemi. Kehidupan berjalan paralel, apa yang terjadi di alam roh akan termanifestasi di alam jasmani, artinya seseorang yang sedang mengalami  pertumbuhan rohani, dalam kehidupannya selalu diikuti dengan pertumbuhan janji-janji Tuhan yang juga akan dinyatakan-NYA dalam alam jasmaninya. Iman itu berdampak.
Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya (Matius 13:12)
Ketika seseorang “dibukakan” tentang rahasia Kerajaan Sorga, Dalam terang Roh Kudus yang telah dicurahkan-NYA menjadikan dirinya insaf akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yohanes 16:8). Kehidupan menjadi berubah, Saulus contohnya. Ketika ia bertemu Tuhan (maaf, ditemui Tuhan), kehidupannya mengalami perubahan yang luar biasa. Ia telah dibawa ke dunia lain yang sangat berbeda dengan dunia lamanya. Dunia yang ada dalam dirinya yang semula penuh dengan kebencian akan nama Yesus, kini berbalik menjadi mengasihi-NYA. Tingkah laku­nya yang menganiaya dan merusak jemaat Tuhan berbalik menjadi membangun. Inilah yang ti­dak dikehendaki oleh “anak laki-laki” – kekuatan duniawi.
Semua kakak laki-laki si gadis takut akan reputasi adiknya bila ia mengikuti langkah sang gembala kekasihnya ke padang. Semua kekuatan duniawi yang ada dalam pikiran memberikan rasa takut akan reputasi diri, memberikan tekanan kepada orang yang jatuh cinta kepada Tuhan, bila mengikuti jejak langkah-NYA ke padang. Kekuatan duniawi ini berusaha untuk membelenggu dan membelokkan arah. Kecemasan akan reputasi memaksa si gadis untuk mengurus kebun anggur “duniawi” milik para kakak laki-lakinya. Mereka memberi tugas-tugas untuk mengurusi kebun anggur agar terpisah dari sang pemuda gembala.
Anggur dalam alkitab adalah gambaran sukacita, sehingga kebun anggur dapat diartikan se­bagai sumber sukacita. Dunia dan keinginannya merupakan penghasil sukacita duniawi yang jauh dari kasih Tuhan. Inilah yang ditawarkan, atau dipaksakan oleh kekuatan dunia atas orang percaya yang “bersemi” – sedang bertumbuh mengasihi Tuhan. Dunia berusaha kuat untuk membelokkan arah kedekatan dengan kasih Tuhan. Reputasi merupakan kebanggaan diri yang paling dipertahankan dunia. Sehingga ketika seseorang yang mulai mendekatkan diri kepada Tuhan dikatakan seperti “sok suci”, “sok rohani” dan sebagainya, seolah harga dirinya dikoyak. Ketika mulai mengikuti jejak Tuhan ke padang “pelayanan”, dunia mengatakan “kurang kerjaan”, “urus diri sendiri kan lebih baik”, “jangan urusi orang lain”, “kamu salah jika tidak seperti orang pada umumnya” dan masih berbagai perkataan yang merendahkan lainnya. Hal ini mengakibat­kan seseorang yang sedang jatuh cinta kepada Yesus masuk ke kebun anggur duniawi. Kasih kepada Yesus akhirnya hanya sebatas perkataan atau pengakuan bibir. Tetapi hati dan pikirannya masih mengerjakan kebun anggur – sumber kesenangan duniawi.
Pikiran yang materialistis, membawa orang mengasihi Yesus sebatas materi yang diterima dari Tuhan. Jika dirinya “diberkati”, barulah mendekat kepada Tuhan, jika tidak “untuk apa ikut Tuhan”. Pikiran rasionalis, membatasi keberadaan Tuhan dengan ukuran pemikiran manusiawi, orang yang demikian hanya mempercayai “apa yang masuk akal” saja. Seorang for­malis, merasa bersalah ketika dirinya berubah dari kebiasaan-kebiasaannya. Ketakutan akan perubahan status sosial tertentu dari seorang eksistensialis membuat dirinya tidak beranjak dari “kursi empuk’ ke­nyamanannya. Saul, raja Israel merupakan contoh orang pilihan yang gagal mengikuti kehendak Tuhan yang akhirnya mengikuti pikiran duniawinya sendiri.
"Karena aku melihat rakyat itu berserak-serak meninggalkan aku...” (1Samuel 13:11)
Rasul Paulus dalam terang Roh Kudus yang membuka pengertiannya, telah mencatat adanya beberapa hal yang dapat menghalangi, menjauhkan atau bahkan dapat menolak pengenalan kita akan Allah. Kekuatan-kekuatan duniawi yang telah mengalami pertumbuhan dalam kehidupan manusia. Bahkan diluar kesadaran kita, kekuatan ini telah tumbuh tak terbendung. Sebagai contoh materialisme, ternyata ia telah hadir seiring dengan pertumbuhan jasmaniah ketika orang tua kita memberi makan, membelikan baju baru, mengajak pergi ke pesta dan sebagainya. Demikian pula moderenisme, ia hadir dalam kehidupan ketika perlunya pendidikan sekolah dibutuhkan bagi pengembangan diri. Rasionalisme berkembang seiring pengalaman kehidupan. Dan masih banyak “isme” lain yang secara tidak kita sadari telah lahir sebagai “kakak laki-laki” dalam kehidupan kita ketika “si gadis” lahir sebagai adik paling bungsu.
Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus. (2Korintus 10:3-5)
"Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya. (Matius 15:13) 
Semua siasat, kubu-kubu dan benteng yang ada dalam pikiran manusia ini bertumbuh untuk mempertahankan keangkuhan diri – reputasi. Segala sesuatu yang dikerjakan akhirnya bermuara kepada diri sendiri. Sebaliknya Yesus Kristus memberi contoh kepada kita, bahwa didalam ketaatan kasih kepada Bapa Surgawi, IA tidak mengerjakan segala sesuatu diluar kehendak Bapa-NYA. “Bukan kehendak-KU, tetapi kehendak-MU jadilah”. IA tidak takut untuk ditinggalkan sekalipun oleh mereka yang pernah mendapatkan kebaikan dari-NYA. Sebagai manusia IA telah memberi contoh sempurna untuk mengasihi dan hidup hanya untuk Allah – Bapa-NYA.
Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (Yo­hanes 6:66-67)
Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu. Janganlah kamu heran, saudara-saudara, apabila dunia membenci kamu. (Yohanes 15:19; 1 Yohanes 3:13)
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (Filipi 2:5-7)
Tuhan ingin kita mengikuti jejak langkah-NYA, untuk mengerjakan segala yang dikehendaki Bapa Surgawi bersama-NYA. Kecemasan akan reputasi seringkali menjadi penghalang untuk mendekat dan melangkah bersama-NYA. Sebagaimana Yesus Kristus tidak mempertahankan reputasi-NYA, dalam rupa Allah IA telah mengambil rupa seorang manusia – hamba, maka seharusnya kita – manusia yang adalah “gambar dan rupa Allah” juga mengambil sikap seperti DIA, dan tidak menempatkan diri kita sebagai allah.

Manusia seringkali meninggikan diri sebagai allah,
tetapi
Allah telah rela merendahkan diri menjadi manusia.

bersambung...

Selasa, 28 September 2010

Ayat-ayat Cinta-04

Aku jatuh cinta

Si gadis jatuh hati pada gembala muda yang lemah lembut dan anggun penampilannya ini. Setiap saat mereka bertemu menjalin kedekatan di bawah pohon apel itu, mengikat janji cinta sejati satu sama lain. Mereka berjanji setia untuk saling mencintai dan terus mencintai sampai mereka bersatu dalam pernikahan.
Pertemuan biasanya berlanjut dengan perkenalan, perkenalan kemudian menjadi pertemanan. Pertemanan bertumbuh menjadi persahabatan, persahabatan berkembang menjadi pertunangan. Pertu­nangan membuahkan pernikahan.
Sebagai mahluk sosial yang hidupnya berdampingan dengan sesamanya, adalah wajar bila kita sebagai manusia senantiasa mengalami perjumpaan satu sama lain. Melalui perjumpaan yang tak terencana sebelumnya, kemudian oleh anugerah Tuhan kita menemukan calon pasangan hidup. Rasa tertarik mendorong rasa simpati. Perasaan ini sebenarnya timbul karena kebutuhan diri sehubungan dengan berbagai macam latar belakang. Kebutuhan untuk mendapat pertolongan itulah yang mendorong Adam (manusia) untuk mencari pasangan yang sepadan dengan dia.
Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. (Kejadian 2:20)
Inilah yang menjadi dasar dari setiap terjalinnya hubungan perkawinan-pernikahan. Dan justru karena dorongan kebutuhan diri, maka kebanyakan orang mencari pasangan untuk memenuhi kebutuhan atau menutupi kekurangannya.
Ketika panas terik dunia ini melanda, kehidupan menjadi terasa kering. Kondisi ekonomi, bencana alam, kejahatan dan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini telah melanda dan menekan seluruh umat manusia. Jiwa manusia menjadi letih lesu, tertekan, gelisah, ketakutan bahkan putus asa. Apa yang akan terjadi dimasa depan telah merupakan ketakutan terbesar dalam kehidupan ini. Tempat perteduhan yang sempurna kita butuhkan agar kekeringan, kehausan dan kematian tidak terus menimpa. Pohon apel – pengetahuan akan kebenaran sejati kita butuhkan agar kita terluput dari kematian kekal. Ketika kita mencari tempat perteduhan yang sejati dengan kesadaran akan adanya kematian kekal oleh karena panasnya dunia ini, maka kita bertemu dengan “bocah angon” – sang pemuda gembala yang lemah lembut dan anggun penampilannya.
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. (Matius 11:28-29)
Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya (Yohanes 10:11)
Orang yang kaya ingin lebih kaya lagi, orang yang berhasil tidak puas dengan keberhasilannya. Segala sesuatunya telah menjadi pendorong untuk lebih lagi dan lebih lagi. Sehingga hal ini menjadi te­kanan baru dalam kehidupan. Ketika kita melihat segala sesuatu yang berasal dan ada dalam dunia ini tidak dapat memuaskan, bahkan cenderung mendorong agar kita semakin mengejarnya – sekalipun hal ini tidak dapat menjamin masa depan yang sesungguhnya.
Mereka makan dan menjadi sangat kenyang; Ia (Allah) memberikan kepada mereka apa yang mereka inginkan. Mereka belum merasa puas, sedang makanan masih ada di mulut mereka (Maz­mur 78:29-30)
Solaiman atau Salomo adalah raja Israel yang paling besar sepanjang sejarah umat manusia telah menuliskan pemikiran hikmatnya dalam banyak ayat dalam kitab Amsal dan Pengkotbah. Sebagai raja, ia telah memiliki segalanya, harta, tahta dan wanita, semuanya dekat dengan dia. Tetapi dalam pergumulan bathinnya ia berkata “segalanya sia-sia”
Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. (Pengkot­bah 1:2).
Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat. (Pengkotbah 8:13-14)
Kitab Pengkotbah diakhiri dengan kesimpulan sang raja tentang apa yang paling penting dan wajib dikerjakan oleh semua orang. Salomo dengan segala kemegahannya menyadari bahwa hal terpenting dalam hidupnya adalah ary (yare’), rasa takut yang timbul karena menghargai dan menghormati Tuhan.
Takut akan Allah mendatangkan hidup, maka orang bermalam dengan puas, tanpa ditimpa malapetaka. (Amsal 19:23)
Tetapi tentu saja rasa takut akan Allah ini baru hadir dalam kehidupan, ketika kita menyadari dan menerima kenyataan bahwa Allah itu ada. Sebab ketika kesadaran akan keberadaan Allah ini ada dalam diri, maka segala aspek keberadaan Allah itu kita akui. Pengakuan atas kehadiran-NYA yang maha hadir, maha kuasa, maha kasih dan maha segala-galanya termasuk apa saja yang telah, sedang dan akan  diperbuat-NYA. Pengakuan akan apa yang telah diperbuat-NYA menjadikan kita bersyukur atas anugerah kasih-NYA, pengakuan akan apa yang sedang dikerjakan-NYA menjadikan kita berusaha untuk ikut serta mengerjakan dan melayani-NYA, pengakuan akan apa yang akan dikerjakan-NYA membuat kita berharap dan mencari perkenan-NYA.
Salomo menjelaskan bahwa ketenangan jiwa hanya akan terpenuhi ketika keberadaan kita dekat dengan Tuhan. Kalimat “bermalam dengan puas” menunjuk kepada suatu waktu dimana mata kita tertu­tup oleh kegelapan. Secara hurufiah memang ini menunjuk kepada malam hari, dimana para pencuri dan kejahatan malam beraksi. Tetapi ini juga menunjuk kepada saat dimana kita menutup mata – tidur dalam arti kematian jasmani. Oleh karena rasa takut akan datangnya pencuri dimalam hari, maka rumah dibuat berpintu, berpagar bahkan penjaga disiapkan. Rasa takut akan “menutup mata” telah mendorong manu­sia berusaha untuk menyenangkan Tuhan. Tetapi apakah usaha untuk menyenangkan Tuhan yang dikerjakan oleh manusia ini benar dimata Tuhan, atau justru hanya menghasilkan kepuasan diri karena seolah-olah diri­nya telah menyenangkan Tuhan. Bagaimana mungkin manusia dapat mendekati Tuhan dan menyenang­kannya? Keadaan berdosa telah membatasi bahkan menjadi benteng yang memisahkan manusia de­ngan Tuhan. Yang maha suci terlalu suci untuk didekati dosa atau manusia berdosa.
Tuhan maha pengasih dan penyayang, oleh karena manusia tidak mungkin dapat mendekat kepada-NYA maka IA yang mendekat kepada manusia.
Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. (Yohanes 1:9-10)
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16)

Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. IA pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh DIA dan tanpa DIA tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam DIA ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasai-NYA. Fir­man itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-NYA, yaitu ke­muliaan yang diberikan kepada-NYA sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. Inilah kesaksian Yohanes akan Yesus Kristus, sang Firman yang menjadi manusia. Yesus Kristus-lah sang gembala agung seluruh umat manusia. Ada jaminan hidup didalam-NYA, bukan hanya untuk kehidupan yang sekarang saja tetapi juga untuk kehidupan dimasa yang akan datang. DIA telah datang ke dunia sehingga memungkinkan kita untuk menerima dan mendekat kepada-NYA. DIA-lah jalan masuk untuk mendekat kepada Allah, DIA-lah pintu yang memungkinkan kita keluar dari tekanan dunia.
  Panas terik dunia telah dan terus menimpa kita; ketakutan dan kegelisahan akan “malam hari” yang segera tiba membuat jiwa kita menjadi letih lesu. Kini oleh anugerah kasih-NYA yang besar, DIA telah memberi­kan Yesus Kristus – Pribadi-NYA sendiri bagi kita sebagai jalan keluar sekaligus pintu masuk kerajaan-NYA. Seharusnya kita menerima dan menyambut kasih-NYA yang besar itu dengan memberi­kan kasih kita hanya kepada-NYA.
Saulus dalam pergulatan hidupnya untuk mendapatkan perkenan Tuhan, telah berusaha sekuat tenaga untuk menegakkan hukum yang diajarkan nenek moyang Israel, ia menjadi murid Gamaliel dan sangat giat bekerja bagi Allah menurut pengertian ajaran Farisi. Menganggap ajaran “kebenaran” nenek moyangnya sebagai sesuatu yang perlu dibela. Ia telah menganiaya, menangkap juga memasukkan je­maat pengikut jalan Tuhan kedalam penjara. Iapun setuju untuk membunuh demi tegaknya ajaran nenek moyangnya. Panas terik dunia begitu kuatnya sehingga ia berusaha mendapat tempat berteduh dibawah pohon Kedar. Ia sadar akan api penghukuman yang akan datang, sehingga usaha yang dilakukannya begitu kuat. Kesadaran untuk mencari perkenan Tuhan itulah yang membawanya bertemu dengan Yesus Kristus – lebih tepatnya Yesus Kristuslah yang menemuinya – sehingga kehidupannya menjadi berubah, ia jatuh cinta kepada-NYA. Kebenaran yang sejati akhirnya menjumpai dan berbicara kepadanya. Pengenalan­nya akan Yesus membuatnya menyadari betapa besar kasih yang diberikan kepadanya. Kasih karunia yang besar dari Bapa surgawi itu telah membuatnya sangat mengasihi Tuhan. Kebersamaannya dengan Ye­sus telah membuatnya kuat dalam menghadapi “panas terik” yang menerpa dirinya. Si gadis itu akhirnya bertemu dengan “bocah angon” sang pemuda gembala itu, dan jatuh cinta kepadanya. Ia kemu­dian mengikat janji setia dengannya.
Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau pengani­ayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan." Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. (Roma 8:35-39)
Pengenalan akan besarnya kasih yang diberikan oleh pasangan menentukan besarnya balasan kasih. Artinya sama seperti hukum jual beli, harga yang diberikan haruslah sesuai dengan barangnya. Kalau ada orang yang berpihak kepada kita, sewajarnyalah kita berpihak kepada orang itu. Atau bila ada orang yang mati-matian membela kita, sepantasnyalah jika kita juga mau membela mati-matian terhadap orang yang demikian. Kasih seharusnya tidak bertepuk sebelah tangan. Tanggapan kasih dari Sau­lus tidaklah berlebihan sebab pada ayat-ayat sebelumnya ia menjelaskan kasih Tu­han yang telah ia terima.
Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenar­kan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka? Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita? (Roma 31-34)

Jika kita menerima cinta-NYA, kita dapat mencintai-NYA
Sudahkah Anda jatuh cinta kepada Yesus Kristus?

bersambung…

Kamis, 09 September 2010

Ayat-ayat Cinta-03

Tempat berteduh


Pada suatu saat ketika menggembalakan domba, sebagaimana kebiasaan para gembala beristirahat dibawah pohon untuk berteduh dari terik panas matahari, gadis ini bertemu dengan seorang gembala yang juga sedang berteduh, seorang pemuda yang lemah lembut dan anggun penampilannya. Hubungan mereka berlanjut hingga si gadis bertunangan dengan pemuda gembala ini.(Kidung Agung 1:7; 2:16; 6:3)

Kita tentunya tidak dapat menyangkal bahwa setiap manusia dalam hidup bermasyarakat senantiasa berjumpa dengan berbagai peristiwa dan pengalaman diantara sesamanya. Hal ini pastilah terjadi karena sebagai mahluk sosial, manusia butuh hidup berdampingan, saling melengkapi kebutuhan bahkan juga ada ketergantungan diantara hubungan mereka. Dalam kitab Kejadian, ketika Allah selesai menciptakan bumi dan segala isinya, IA menciptakan Adam. Ketika Adam melaksanakan apa yang dipercayakan padanya, ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.
Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.(Kejadian 2:20)
Adam – manusia itu membutuhkan penolong yang sepadan dengan dia, “like himself” – yang sama dengan dia – manusia. Teman kerja yang cocok dengannya. Sebagaimana Adam, setiap manusia mem­butuhkan penolong untuk dirinya. Penolong yang dapat memberi pertolongan ketika mengerjakan ladang, mengangkat barang, sebagai teman ngobrol, juga untuk menggenapi kehendak Tuhan.
Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? (Mazmur 121:1)
Dalam pembahasan sebelumnya, kita telah berjumpa dengan keluarga janda dengan beberapa anak laki-laki dan seorang anak perempuannya. Mereka hidup sebagai petani dan peternak. Anak-anak janda ini mengelola kebun anggur juga menggembalakan domba. Seperti kebiasaan yang dilakukan semua orang, berteduh ketika panas terik, menghindari panas matahari, demikian juga anak-anak si janda. Mereka juga biasa berteduh dibawah pohon ketika menggembalakan domba di padang. Selain mereka beristirahat, mereka juga dapat bercengkrama dengan gembala-gembala lain yang juga berteduh disitu.
Aras atau kedar, adalah pohon yang banyak dicatat dalam alkitab, banyak tumbuh di daerah Palesti­na – teristimewa di Libanon. Kayunya sering dipakai sebagai bahan bangunan karena kuat. Akarnya dalam, pohonnya tinggi, cabang-cabangnya panjang, daunnya beraroma dan selalu hijau, pohon yang tepat untuk berteduh para gembala. Tercatat bahwa:
… pohon aras …, penuh dengan cabang yang elok dan daun yang rumpun sekali; tumbuh­nya sangat tinggi, puncaknya sampai ke langit …tumbuhnya lebih tinggi dari segala pohon di padang; ranting-rantingnya menjadi banyak, cabang-cabangnya menjadi panjang lantaran air yang melimpah datang. (Yehezkiel 31:3, 5)
Disamping manfaatnya sebagai tempat perteduhan gembala dan bahan bangunan; alkitab juga mencatat kegunaan lain dari pohon aras ini, bagian dari ritual Israel.
maka imam harus memerintahkan, supaya bagi orang yang akan ditahirkan itu diambil dua ekor bu­rung yang hidup dan yang tidak haram, juga kayu aras, kain kirmizi dan hisop. (Imamat 14:4)
Dan imam haruslah mengambil kayu aras, hisop dan kain kirmizi dan melemparkannya ke tengah-tengah api yang membakar habis lembu itu.(Bilangan 19:6)

Pohon Aras
Gambar Pohon Kedar
Dari ayat-ayat diatas, kita mendapatkan gambaran tentang fungsi kayu aras secara jasmaniah dan rohaniah. Secara jasmaniah, pohon aras merupakan tempat perteduhan yang tepat, secara rohaniah kayu aras berfungsi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari alat pentahiran; penyucian dari kenajisan penyakit kusta, penyucian dari kenajisan karena terkena mayat, juga kenajisan karena dosa. Pentahiran perlu dilakukan agar Kemah Suci Tuhan – Bait Allah tidak menjadi najis. Orang yang tidak ditahirkan ha­rus dilenyapkan dari Israel. Itulah ketetapan untuk selama-lamanya. (Bilangan 19)
Suatu keadaan yang memberi rasa aman, tenteram dan sejahtera juga dibutuhkan oleh gejolak jiwa dalam kehidupan ini. Panas api dunia ini membakar jiwa; rasa lapar dan haus menghasilkan emosi yang kerap kali menimbulkan amarah, kemiskinan menghasilkan ketakutan akan masa depan yang membuat rasa gelisah, juga jaminan keselamatan yang menimbulkan kebimbangan, semuanya mengikuti kehidup­an kita. Keduniawian, segala sesuatu yang berasal dari dunia juga ditawarkan oleh dunia sebagai tempat perteduhan jiwa. Tetapi yang muncul justru sebaliknya, rasa kenyang karena kecukupan makanan tidak membuat emosi manusia menjadi tenang. Kekayaan justru menimbulkan keinginan untuk menjadi lebih kaya. Jiwa semakin letih karena segala sesuatu yang berasal dari dunia tidak dapat memberi perteduhan baginya. Perteduhan dalam bentuk kekayaan, kepandaian, kedudukan, dan lain-lain yang diberikan dunia ternyata tidak dapat memberikan ketenangan jiwa. Itulah sebabnya manusia senantiasa gelisah dan tak pernah puas.
Pohon Kedar merupakan tempat perteduhan sekaligus secara rohani adalah alat pentahiran. Tetapi perlu diperhatikan disini bahwa kayu Kedar hanyalah sebagian kecil dari alat penntahiran. Manusia me­mang akan mendapatkan “perteduhan” jiwa ketika dirinya ditahirkan dari dosa. Itulah sebabnya setiap kali upacara pentahiran perlu dilakukan. Tanpa pentahiran maka manusia selayaknya dimusnahkan oleh Tu­han. Inilah yang senantiasa meresahkan jiwa manusia, dosa yang mengikuti manusia, sehingga kecen­derungan hati manusia senantiasa membuahkan yang jahat. Pohon kehidupan manusia senantiasa diba­yang-bayangi panasnya neraka. Inilah keresahan dan kegelisahan manusia.
Pohon Kedar tidak dapat menjadi tempat perteduhan sekalipun pohon ini layak dipakai sebagai tem­pat perteduhan. Pohon Kedar hanya memberikan sebagian kecil rasa aman dari panas api neraka. Pen­tahiran yang dilakukan dengan kayu Kedar harus dilakukan berulang-ulang. Pentahirannya tidak sempur­na. Manusia memerlukan pentahiran yang sempurna supaya jiwanya benar-benar mendapat perteduhan.
Jika kehidupan kita dibangun dengan kuat, maka ketika banjir, badai dan angin ribut melanda, kehidupan kita tetap kokoh. Alkitab menjelaskan bahwa kehidupan kita seperti pohon, kita perlu berakar di dalam Yesus. DIA sebagai fondasi bertumbuhnya kehidupan kita, sebagai batu karang yang teguh IA telah merelakan hidup-NYA agar pohon kehidupan kita dapat berakar  dalam DIA. Sungguh anugrah yang besar dan luar biasa! Selain itu kita sebagai manusia juga tidak luput dari panas terik matahari ketika bekerja di muka bumi ini. Seca­ra jasmani juga rohani manusia “berpeluh” dalam menjalani kehidupan ini. Peluh, hasil dari kutuk dosa mengakibatkan kelelahan dan kehausan terjadi. Kita perlu ditahirkan juga tempat untuk “berteduh” dari matahari yang menguras keringat kita, perlu “air” untuk memuas kan kehausan kita.
Maka dengan berpeluh mukamu engkau akan makan rezekimu sehingga engkau kembali pula kepada tanah, karena dari padanya engkau telah diambil; bahwa abulah adamu, maka kepada abu­pun engkau akan kembali juga.( Kejadian 3:19)

Terjadinya perjumpaan
Suatu saat ketika anak perempuan yang masih gadis dari keluarga janda ini menggembalakan domba-domba yang dipercayakan padanya, siang hari itu ia berteduh dibawah pohon untuk beristira­hat. Ketika berteduh di bawah pohon itulah si gadis bertemu dengan seorang pemuda, seorang gembala muda yang lemah lembut dan anggun penampilannya.
Manusia sebagaimana kita ketahui adalah  mahluk lemah yang dilahirkan dalam dunia, dikuasai oleh banyak “kakak laki-laki” – kekuatan dunia, yang hidup dalam keduniawian. Perlu mendapatkan tempat untuk berteduh ketika panas terik dunia menguras kekuatan dirinya.
Demikian juga gadis gembala ini, ia mencari tempat perteduhan ketika panas terik. Ketika jiwanya mencari tempat perteduhan dari panasnya gejolak api asmara, ia menggambarkan kekasih jiwanya sebagai pohon Apel (Kidung Agung 2:3). Bahkan secara realitas, mereka menjalin kasih dibawah pohon Apel (Kidung Agung 8:5). Mengapa pohon Apel yang menjadi pilihan, bukan pohon Kedar? Apakah pohon Apel dapat dijadikan tempat berteduh?
Pohon Apel, merupakan spesies Malus Domestica dalam famili Rosaceae, merupakan pohon yang selalu hijau dari genus Malus yang paling dikenal dan diusahakan oleh manusia. Pohon Apel ini dapat mencapai tinggi 12 meter dalam pertumbuhannya. Diperkirakan, pohon Apel merupakan pohon yang pertama kali diusahakan manusia untuk diambil hasilnya. Kualitasnya telah mengalami perjalanan ribuan tahun. Alexander the Great, pada tahun 300 sebelum masehi, adalah penemu pohon Apel kerdil dari Asia Minor, yang kemudian membawanya ke Macedonia. Sementara itu beragam perbedaan genus Malus ini berada di Turki Barat.

Gambar Pohon Apel
Tentulah sangat memungkinkan untuk berteduh dibawah pohon Apel ini, karena ketinggiannya mampu mencapai 12 meter. Sebagai pohon dewasa tentulah produktifitas buahnya tinggi. Pohon Apel mulai berbunga seiring berseminya daun baru ketika musim semi tiba. Artinya, ketika dipakai sebagai tempat perteduhan tentulah daun-daun baru pohon Apel sudah memenuhi seluruh cabang dan ranting-rantingnya, dipenuhi dengan buah yang bergelayutan disana sini. Sungguh penampilan yang indah dan luar biasa di padang penggembalaan ketika itu.
Apel sering kali ditampilkan dalam banyak tradisi agama, biasanya menggambarkan buah mistis dan buah terlarang. Dalam mitologi Yunani, apel dikaitkan dengan Aphrodite – dewi cinta, sehingga memberikan buah apel merupakan simbol pernyataan cinta kepada seseorang, sementara penerima buah apel tersebut secara simbolis menunjukkan penerimaan terhadap cintanya.
Sebuah puisi pendek yang ditulis oleh Plato sehubungan dengan apel ini,
I throw the apple at you, and if you are willing to love me, take it and share your girlhood with me; but if your thoughts are what I pray they are not, even then take it, and consider how short-lived is beauty.
Sekalipun buah terlarang dalam kitab Kejadian tidak diketahui identitasnya, tradisi Kristen populer menyebutkannya sebagai buah apel yang diberikan oleh Hawa kepada Adam. Ini mungkin diambil berdasarkan lukisan-lukisan yang ditambah elemen mitologi Yunani kedalam gambaran Alkitab. Dalam kasus ini, buah tanpa nama dalam taman Firdaus telah dipengaruhi kisah apel emas yang ada dalam taman Hesperides. Buah tanpa nama itu kemudian dikenali sebagai buah apel. Sementara itu dalam bahasa Latin, pemakaian kata untuk "apple" dan "evil" hampir sama dalam bentuk tunggalnya; malus—apple, malum—evil; tetapi identik dalam bentuk jamaknya mala. Sebagai akibatnya, dari kisah Adam dan Hawa tersebut, buah apel dijadikan simbol bagi pengetahuan, kekekalan, cobaan, kejatuhan manusia dalam dosa atau dosa itu sendiri.
Kidung Agung mencatat di bawah pohon Apel, disanalah si gadis berteduh, bertemu dengan sang gembala kekasihnya. Di bawah pohon Apel itulah mereka mengikat janji, menjalin kasih. Pengetahuan akan kebenaran kekal akan melindungi kita agar jauh dan terluput dari dosa. Tentulah pengetahuan tentang kebenaran kekal ini hanya dapat datang dari Tuhan sendiri. Itulah sebabnya raja Daud sebagai manusia yang lemah dalam mazmurnya menyatakan, bahwa tempat pertolongan dan perteduhan yang menaunginya adalah Tuhan.
Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi. Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu. Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam. (Mazmur 121:2-6)
Sungguh merupakan tempat perteduhan yang sempurna, keberadaan-NYA yang “selalu hijau” maha hadir akan terus memberikan naungan dimanapun keberadaan kita. Sebagai Penjaga yang tidak pernah terlelap, IA akan memberikan penjagaan sepanjang waktu. Dalam ayat-ayat diatas, kata “tidak terlelap” ini ditulis dua kali berurutan, hal ini menunjukkan penegasan atau sebuah keberadaan yang mutlak. Seperti keberada­an daun pohon Apel yang selalu hijau dan lebat buahnya, memberi perteduhan, kesejukan dan kenyamanan dibawah panas terik matahari. Secara rohani, Tuhan akan memberikan kelegaan kepada siapapun yang datang mendekatkan diri pada-NYA.
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.(Matius 11:28)
Ketika Israel diserakkan Tuhan dan hidup diantara bangsa-bangsa, tertekan secara rohani karena beribadah kepada illlah yang mati, illah buatan manusia, yang tidak dapat melihat, mendengar dan men­jawab doa. Kehidupan yang penuh dengan “panas matahari” yang menjadikan kerohanian kering. Demikian pula ketika “kekeringan” melanda kehidupan kita, inilah waktu yang tepat untuk mencari Tuhan. Maksudnya kita harus mencari Tuhan dengan “kehausan” hati sebagaimana Daud sebagai pemazmur ia berkata: “Aku menadahkan tanganku kepada-Mu, jiwaku haus kepada-Mu seperti tanah yang tandus”. (Mazmur 143:6) 
Dan baru di sana engkau mencari TUHAN, Allahmu, dan menemukan-Nya, asal engkau menanyakan Dia dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu. Apabila engkau dalam keadaan terdesak dan segala hal ini menimpa engkau di kemudian hari, maka engkau akan kembali kepada TUHAN, Allahmu, dan mendengarkan suara-Nya. Sebab TUHAN, Allahmu, adalah Allah Penyayang, Ia tidak akan meninggalkan atau memusnahkan engkau dan Ia tidak akan melupakan perjanjian yang diikrar­kan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu. (Ulangan 4:29-31)
Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati! (Yakobus 4:8) 
Apakah yang dapat mentahirkan dosa? Darah kurban? Persembahan kekayaan atau uang? Perbua­tan baik? Tidak ada satupun yang berasal dari dunia dapat mentahirkan manusia dari dosa yang dapat mendekatkan kepada Allah. Tetapi Yesus Kristus, sang Gembala yang lemah lembut dan rendah hati, DIA yang berasal dari Allah itu telah memberi pengharapan pada kita untuk dapat mendekat pada Allah.
… tetapi sekarang ditimbulkan pengharapan yang lebih baik, yang mendekatkan kita kepada Al­lah.(Ibrani 7:19)
Ketika kita dengan segenap hati dan segenap jiwa “datang” memberi diri kepada-NYA (sekalipun faktanya: IA yang datang kepada kita – Yohanes 3:16), ketika kita berteduh dibawah naungan kasih-NYA, disanalah kita bertemu dengan-NYA.


bersambung...