Kerajaan Allah dan
kebenarannya, sorga yang turun ke bumi.
Tetapi carilah dahulu
Kerajaan Allah dan kebenarannya. Matius 6:33a
Yesus Kristus menghendaki agar kita mencari atau
mengupayakan (Alkitab bahasa Jawa) keberadaan Kerajaan Allah dan kebenarannya di
dalam kehidupan kita. Kata yang dipakai dalam Injil Matius pasal 6 ayat ke 33
untuk kata “carilah” tersebut adalah ζητεῖτε
– zēteite, diterjemahkan kedalam bahasa Inggris “seek ye” (V-PMA-2P, verb –
present imperative active – 2nd person plural), sebuah kata kerja
perintah aktif sekarang yang ditujukan bagi pribadi kedua jamak. Perintah yang
sifatnya penting sekali, sebagai sesuatu yang harus dikerjakan, tidak boleh
tidak. Maksudnya semua orang yang mendengarkan kotbah Yesus Kristus di bukit
itu, diperintahkan untuk mengupayakan kehadiran atau keberadaan Kerajaan Allah
dan kebenarannya sebagai hal yang harus didahulukan dalam kehidupan mereka.
Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah (Luk 7:12),
tetapi berwujud rohaniah (Rom 14:17), merupakan sebuah pemerintahan surgawi
yang kemuliaannya termanifestasi di bumi. Hal inilah yang Yesus Kristus ajarkan kepada murid-murid-NYA
melalui doa Bapa Kami, “datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi
seperti di sorga” (Mat 6:10). Dengan adanya kata “kehendak-Mu” yang menyertai
kalimat doa tersebut, maka kita mendapat pengertian yang lebih dalam lagi
terkait dengan “pertobatan”, karena dalam Injil Yohanes tercatat jika seseorang
tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah itu (Yoh 3:3).
Pertobatan diambil dari kata Yunani “metanoia” – perubahan pola pikir; kemauan
atau kesediaan moral intelektual seseorang untuk tunduk sepenuhnya terhadap
kehendak Allah, tindakan yang merupakan langkah awal untuk memasuki Kerajaan
Allah itu. Juga merupakan tindakan yang menunjukkan dirinya percaya bahwa Allah
itu ada (Ibr 11:6). Perubahan pola pikir ini kemudian dilanjutkan dengan
baptisan air sebagai tanda pengakuan dosa dan pertobatan (Mat 3:6, 11; KPR 2:38).
Karena itu baptisan selayaknya dilakukan setelah seseorang mampu membuktikan
bahwa dirinya telah mengambil keputusan yang kuat untuk tidak hidup dalam dosa
lagi melalui perbuatannya yang nyata (Mat 3:8, Luk 3:8, The Living Bible)
Oleh karena Kerajaan Allah merupakan manifestasi Kerajaan
Sorga di muka bumi ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan “perubahan
pola pikir”, maka Yesus Kristus mengajar kita melalui perumpamaan tentang ragi,
agar kita sebagaimana murid-murid-NYA memperhatikan dan mewaspadai pengajaran
yang mungkin telah khamir karena ragi orang Farisi, Saduki, orang-orang
Herodian dan lain-lainnya (Mat 13:33; 16:6-12; Mar 8:15; Luk 12:1). Tentu saja penyimpangan pengajaran yang seolah
benar, atau menyimpang sedikit dari kebenaran yang diajarkan menjadikan jemaat
tidak lagi hidup dalam Kerajaan Allah. Hanya melalui Roh Kudus-NYA yang
memenuhi, menguasai, memimpin dan mengajar kita melalui pengurapan-NYA yang
dapat memimpin kita kepada seluruh kebenaran (KPR 1:8; Rom 8:14; 1 Yoh 2:27).
Hal ini berarti setiap orang yang bertobat, selain dibaptis air haruslah
hidupnya senantiasa ditenggelamkan dalam kuasa Roh Kudus-NYA. Karena hanya mereka
yang telah dilahirkan oleh air dan Roh, yang dapat masuk ke dalam Kerajaan
Allah (Yoh 3:5-7). Orang-orang yang dimampukan oleh Roh Kudus-NYA untuk
mengenakan pikiran dan perasaan Kristus dalam mengemban tugas pelayanan yang
dipercayakan atas mereka, sehingga sekalipun mereka adalah pemimpin, mereka
mampu memposisikan dirinya sebagai hamba, memberi keteladanan hidup bukan
memerintah, melayani bukan dilayani.
Kembali kepada kata ζητεῖτε
– zēteite, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris “seek ye” (V-PMA-2P, verb
– present imperative active – 2nd person plural), sebagai perintah yang
tidak ditujukan untuk perorangan saja, tetapi secara korporat kita
diperintahkan Tuhan untuk mengusahakan kehadiran Kerajaan Allah dan
kebenarannya itu. Tidak tunggu waktu atau besok untuk mengerjakannya tetapi
sekarang juga selama masih ada ‘hari ini’ (Ibr 3:7-19). Kerajaan memang
seharusnya memiliki rakyat yang banyak, karena tentu saja sebagai raja dalam
sebuah kerajaan tidak mungkin hanya memiliki satu orang warga saja. Gambaran
lainnya adalah bangunan rumah rohani yang terdiri dari batu-batu hidup sebagai
tempat kediaman Allah (1 Pet 2:5), imamat rajani yang kudus.
Ia menceritakan
perumpamaan ini juga kepada mereka, "Hal Kerajaan Surga itu seumpama ragi
yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu sebanyak
empat puluh liter sampai mengembang seluruhnya." (Mat 13:33)
Ragi, sesuatu yang tidak boleh ada dalam makanan juga
perkemahan bangsa Israel dalam persiapan mereka keluar dari Mesir, bahkan mereka
harus dilenyapkan jika memakannya (Kel 12:15-20). Demikian pula dalam
persembahan korban sajian yang diberikan pada Tuhan, tidak boleh beragi (Im
2:11). Para imam Lewi juga dilarang untuk makan makanan beragi (Im 6:15-17). Dalam
Perjanjian Lama seringkali ragi menunjuk kepada hal yang negatif. Mudah untuk
dimengerti jika kita memperhatikan proses pembuatan tape atau tempe. Ragi
menunjuk kepada bahan yang mampu mengubah bentuk secara kualitas. Ragi
berbicara tentang pengaruh yang ditimbulkan. Itulah sebabnya Yesus Kristus
mengingatkan para murid untuk mewaspadai pengajaran orang Farisi, Saduki dan
Herodian.
Dalam Perjanjian Baru, ragi secara simbolis dipakai dalam
bentuk kontras dari pengertian negatif pengajaran sesat dari “keburukan dan
kejahatan” dengan pengertian positif pengajaran benar yang berisi “kemurnian
dan kebenaran” (1 Kor 5:6-8). Hal ini berarti, sama seperti Kristus sebagai
Batu Penjuru merupakan batu ukuran dalam pembangunan rumah rohani (jemaat
Tuhan), maka setiap batu-batu hidup yang dipakai untuk bangunan tersebut
haruslah sesuai dengan ukuran-NYA. Pengajaran tentang kebenaran Allah yang
keluar dari hati nurani yang murni, yang telah dimurnikan oleh Allah, merupakan
kebutuhan pokok dalam mengupayakan/pembangunan Kerajaan Allah di bumi ini.
Ragi Farisi menunjuk pada pengajaran-pengajaran yang
mengutamakan penampilan luar (Mat 23:14, 16, 23-28), ragi Saduki menunjuk pada
kebenaran skeptis terhadap penafsiran hal-hal rohani juga terhadap Kitab Suci
(Mat 22:23-29), dan ragi Herodian menunjuk pada keduniawian kelompok/partai
politik pengikut Herodes diantara bangsa Yahudi (Mat 22:16-21; Mar 3:6).
Kerajaan Allah dan kebenarannya adalah kerajaan yang:
1.
Tidak berpenampilan luar dalam kemegahan dan
mencari hormat/penghargaan manusia.
2.
Pengajarannya bergantung sepenuhnya pada
pengurapan kuasa Roh Kudus, bukan karena ilmu pengetahuan dan kecakapan
berbicara.
3.
Tidak membentuk kelompok terorganisir, sehingga
terpecah-pecah seperti partai politik yang menjadi besar karena jumlah
keanggotaannya, tetapi hidup dalam kesatuan.
bersambung…