Selasa, 21 Mei 2013

Kerajaan Allah dan kebenarannya, sorga yang turun ke bumi.


Kerajaan Allah dan kebenarannya, sorga yang turun ke bumi.

Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya. Matius 6:33a

Yesus Kristus menghendaki agar kita mencari atau mengupayakan (Alkitab bahasa Jawa) keberadaan Kerajaan Allah dan kebenarannya di dalam kehidupan kita. Kata yang dipakai dalam Injil Matius pasal 6 ayat ke 33 untuk kata “carilah” tersebut adalah ζητετε – zēteite, diterjemahkan kedalam bahasa Inggris “seek ye” (V-PMA-2P, verb – present imperative active – 2nd person plural), sebuah kata kerja perintah aktif sekarang yang ditujukan bagi pribadi kedua jamak. Perintah yang sifatnya penting sekali, sebagai sesuatu yang harus dikerjakan, tidak boleh tidak. Maksudnya semua orang yang mendengarkan kotbah Yesus Kristus di bukit itu, diperintahkan untuk mengupayakan kehadiran atau keberadaan Kerajaan Allah dan kebenarannya sebagai hal yang harus didahulukan dalam kehidupan mereka.

Kerajaan Allah datang tanpa tanda-tanda lahiriah (Luk 7:12), tetapi berwujud rohaniah (Rom 14:17), merupakan sebuah pemerintahan surgawi yang kemuliaannya termanifestasi di bumi. Hal inilah yang  Yesus Kristus ajarkan kepada murid-murid-NYA melalui doa Bapa Kami, “datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga” (Mat 6:10). Dengan adanya kata “kehendak-Mu” yang menyertai kalimat doa tersebut, maka kita mendapat pengertian yang lebih dalam lagi terkait dengan “pertobatan”, karena dalam Injil Yohanes tercatat jika seseorang tidak dilahirkan kembali, ia tidak dapat melihat Kerajaan Allah itu (Yoh 3:3). Pertobatan diambil dari kata Yunani “metanoia” – perubahan pola pikir; kemauan atau kesediaan moral intelektual seseorang untuk tunduk sepenuhnya terhadap kehendak Allah, tindakan yang merupakan langkah awal untuk memasuki Kerajaan Allah itu. Juga merupakan tindakan yang menunjukkan dirinya percaya bahwa Allah itu ada (Ibr 11:6). Perubahan pola pikir ini kemudian dilanjutkan dengan baptisan air sebagai tanda pengakuan dosa dan pertobatan (Mat 3:6, 11; KPR 2:38). Karena itu baptisan selayaknya dilakukan setelah seseorang mampu membuktikan bahwa dirinya telah mengambil keputusan yang kuat untuk tidak hidup dalam dosa lagi melalui perbuatannya yang nyata (Mat 3:8, Luk 3:8, The Living Bible)

Oleh karena Kerajaan Allah merupakan manifestasi Kerajaan Sorga di muka bumi ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan “perubahan pola pikir”, maka Yesus Kristus mengajar kita melalui perumpamaan tentang ragi, agar kita sebagaimana murid-murid-NYA memperhatikan dan mewaspadai pengajaran yang mungkin telah khamir karena ragi orang Farisi, Saduki, orang-orang Herodian dan lain-lainnya (Mat 13:33; 16:6-12; Mar 8:15; Luk 12:1).  Tentu saja penyimpangan pengajaran yang seolah benar, atau menyimpang sedikit dari kebenaran yang diajarkan menjadikan jemaat tidak lagi hidup dalam Kerajaan Allah. Hanya melalui Roh Kudus-NYA yang memenuhi, menguasai, memimpin dan mengajar kita melalui pengurapan-NYA yang dapat memimpin kita kepada seluruh kebenaran (KPR 1:8; Rom 8:14; 1 Yoh 2:27). Hal ini berarti setiap orang yang bertobat, selain dibaptis air haruslah hidupnya senantiasa ditenggelamkan dalam kuasa Roh Kudus-NYA. Karena hanya mereka yang telah dilahirkan oleh air dan Roh, yang dapat masuk ke dalam Kerajaan Allah (Yoh 3:5-7). Orang-orang yang dimampukan oleh Roh Kudus-NYA untuk mengenakan pikiran dan perasaan Kristus dalam mengemban tugas pelayanan yang dipercayakan atas mereka, sehingga sekalipun mereka adalah pemimpin, mereka mampu memposisikan dirinya sebagai hamba, memberi keteladanan hidup bukan memerintah, melayani bukan dilayani.

Kembali kepada kata ζητετε – zēteite, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris “seek ye” (V-PMA-2P, verb – present imperative active – 2nd person plural), sebagai perintah yang tidak ditujukan untuk perorangan saja, tetapi secara korporat kita diperintahkan Tuhan untuk mengusahakan kehadiran Kerajaan Allah dan kebenarannya itu. Tidak tunggu waktu atau besok untuk mengerjakannya tetapi sekarang juga selama masih ada ‘hari ini’ (Ibr 3:7-19). Kerajaan memang seharusnya memiliki rakyat yang banyak, karena tentu saja sebagai raja dalam sebuah kerajaan tidak mungkin hanya memiliki satu orang warga saja. Gambaran lainnya adalah bangunan rumah rohani yang terdiri dari batu-batu hidup sebagai tempat kediaman Allah (1 Pet 2:5), imamat rajani yang kudus.

Ia menceritakan perumpamaan ini juga kepada mereka, "Hal Kerajaan Surga itu seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu sebanyak empat puluh liter sampai mengembang seluruhnya." (Mat 13:33)

Ragi, sesuatu yang tidak boleh ada dalam makanan juga perkemahan bangsa Israel dalam persiapan mereka keluar dari Mesir, bahkan mereka harus dilenyapkan jika memakannya (Kel 12:15-20). Demikian pula dalam persembahan korban sajian yang diberikan pada Tuhan, tidak boleh beragi (Im 2:11). Para imam Lewi juga dilarang untuk makan makanan beragi (Im 6:15-17). Dalam Perjanjian Lama seringkali ragi menunjuk kepada hal yang negatif. Mudah untuk dimengerti jika kita memperhatikan proses pembuatan tape atau tempe. Ragi menunjuk kepada bahan yang mampu mengubah bentuk secara kualitas. Ragi berbicara tentang pengaruh yang ditimbulkan. Itulah sebabnya Yesus Kristus mengingatkan para murid untuk mewaspadai pengajaran orang Farisi, Saduki dan Herodian.

Dalam Perjanjian Baru, ragi secara simbolis dipakai dalam bentuk kontras dari pengertian negatif pengajaran sesat dari “keburukan dan kejahatan” dengan pengertian positif pengajaran benar yang berisi “kemurnian dan kebenaran” (1 Kor 5:6-8). Hal ini berarti, sama seperti Kristus sebagai Batu Penjuru merupakan batu ukuran dalam pembangunan rumah rohani (jemaat Tuhan), maka setiap batu-batu hidup yang dipakai untuk bangunan tersebut haruslah sesuai dengan ukuran-NYA. Pengajaran tentang kebenaran Allah yang keluar dari hati nurani yang murni, yang telah dimurnikan oleh Allah, merupakan kebutuhan pokok dalam mengupayakan/pembangunan Kerajaan Allah di bumi ini.

Ragi Farisi menunjuk pada pengajaran-pengajaran yang mengutamakan penampilan luar (Mat 23:14, 16, 23-28), ragi Saduki menunjuk pada kebenaran skeptis terhadap penafsiran hal-hal rohani juga terhadap Kitab Suci (Mat 22:23-29), dan ragi Herodian menunjuk pada keduniawian kelompok/partai politik pengikut Herodes diantara bangsa Yahudi (Mat 22:16-21; Mar 3:6).

Kerajaan Allah dan kebenarannya adalah kerajaan yang:
1.       Tidak berpenampilan luar dalam kemegahan dan mencari hormat/penghargaan manusia.
2.       Pengajarannya bergantung sepenuhnya pada pengurapan kuasa Roh Kudus, bukan karena ilmu pengetahuan dan kecakapan berbicara.
3.       Tidak membentuk kelompok terorganisir, sehingga terpecah-pecah seperti partai politik yang menjadi besar karena jumlah keanggotaannya, tetapi hidup dalam kesatuan.

bersambung…

Jumat, 10 Mei 2013

Yesus Kristus, Sang Pemberita Injil Kerajaan


Yesus Kristus, Sang Pemberita Injil Kerajaan

Belakangan ini kita diguncangkan dengan aliran pengajaran tentang injil kemakmuran, yang pada ujungnya berakhir dengan penyelewengan keuangan dan perkara pidana dari para pengajarnya. Dengan melihat buah yang dihasilkannya, tentu saja kita tidak perlu mengupas pengajaran injil kemakmuran ini lebih jauh. Sebab Alkitab kita mencatat bahwa menjelang akhir jaman, injil yang harus diberitakan adalah Injil Kerajaan (Mat 24:14). Berita baik tentang Kerajaan inilah yang dibawa mula-mula oleh Yesus Kristus.

Yesus pun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Surga serta menyembuhkan orang-orang di antara bangsa itu dari segala penyakit dan kelemahan mereka (Mat 4:23).

Jika kita baca Injil Matius pasal keempat, kita mendapati Yesus Kristus dibawa oleh Roh Kudus untuk dicobai, tentu saja hal ini sangat menarik jika dibicarakan, bagaimana Yesus yang adalah Firman Allah yang telah mewujud jadi manusia itu masih perlu dicobai kemanusiaan-NYA oleh iblis. Setelah kemanusiaan Yesus teruji atau lulus dari cobaan iblis itu, maka malaikat-malaikat melayani DIA, barulah Yesus tampil dan mulai mengajar serta berkeliling untuk memberitakan kabar sukacita bahwa “Kerajaan Sorga sudah dekat”.
Kembali kepada artikel tentang pemulihan segala sesuatu yang menjadi tanda akhir jaman, maka pola kerja Bapa surgawi kita dalam mempersiapkan hamba-hamba-NYA guna melakukan dan menggenapi rencana agung-NYA, pastilah akan kembali kepada pola yang dialami oleh Yesus Kristus. Jika pendeta ataupun mereka yang melayani jemaat belum atau tidak melalui atau bahkan mengabaikan pola proses seperti yang Yesus Kristus alami sebelum pelayanan-NYA, maka tentulah mereka akan mengalami kegagalan dalam memberitakan Injil Kerajaan Tuhan. Kecenderungan yang muncul dari para “hamba tuhan” ini adalah membangun kerajaan mereka sendiri.

Seperti semula, Allah menghendaki supaya umat pilihan-NYA menjadi sebuah kerajaan, kerajaan imam (Kel 19:6) dimana Allah menjadi Rajanya, bukan hanya sebagai pusat penyembahan tetapi juga sebagai pusat pemerintahan. Inilah yang dimaksudkan oleh rasul Petrus bahwa semua orang pilihan, yang dipanggil untuk meninggalkan keduniawiannya lalu hidup sesuai dengan kehendak-NYA, disebut sebagai imamat rajani, dalam terjemahan bahasa Inggris sebagai “ a royal priesthood”, sebuah kerajaan imam (1 Pet 2:9). Sungguh menyedihkan jika beberapa pengajar kemudian mengartikan imamat rajani ini sebagai kumpulan imam-imam dan raja-raja. Tuhanlah yang seharusnya menjadi raja dan seluruh umat pilihan-NYA menjadi imam-imam-NYA. Kehancuran Israel berawal ketika mereka minta seorang raja kepada nabi Samuel, menolak Allah sebagai raja (1 Sam 8:7).  Suara Tuhan yang seharusnya menjadi kontrol pemerintahan, yang bersumber dari kemah Suci, kemudian hanya menjadi pendamping pemerintahan raja. Yang terjadi akhirnya Saul sebagai raja mengambil alih apa yang seharusnya bukan menjadi bagiannya, dengan tidak lagi mengindahkan perkataan nabi Samuel, ia mempersembahkan korban bakaran dan sembelihan (1 Sam 15:1-23). Penolakan Tuhan atas Saul sebagai raja, berkelanjutan dengan kebenciannya atas orang pilihan-NYA Daud. Permusuhan terhadap orang pilihan Tuhan ini kerap kali terjadi atas kehidupan para “hamba tuhan”, hal ini terjadi karena dirinya mengesampingkan posisi Tuhan sebagai Raja, dan menjadikan dirinya sendiri sebagai raja.

Injil Kerajaan menyangkut bagaimana manifestasi kerajaan Allah di muka bumi ini, sebagaimana doa yang diajarkan Yesus Kristus pada murid-murid-NYA, menghendaki agar kerajaan-NYA datang di bumi seperti di sorga (Mat 6:10). Jika kita mencermati persiapan sang pemberita Injil Kerajaan mula-mula, Yesus Kristus, maka kita mendapatkan prosesinya sebagai berikut:

Lalu Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis. (Mat 4:1)

dibawa oleh Roh, kalimat ini menunjukkan bahwa bukan atas kehendak-NYA sendiri IA kemudian pergi ke padang gurun, tetapi ada seperti dorongan yang memaksakan diri-NYA untuk pergi kesana.

ke padang gurun, sebuah tempat yang tidak nyaman, karena biasanya padang gurun kering dan tidak berpenghuni. Tradisi menjelaskan bahwa lokasi pencobaan Kristus berada di bagian padang gurun Yudea yang terletak antara Yerusalem dan Laut Mati, dan di gunung yang disebut Quarantania, di tempat ini IA berpuasa empat puluh hari.

untuk dicobai, sebab tentu saja seseorang yang hendak menaklukkan musuh yang besar – kerajaan kegelapan, akan mengalami serangan dan perlawanan yang besar pula pada setiap kesempatan yang ada. Ibrani 4:15 tertulis Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita. Sebaliknya sama seperti kita, Ia telah dicobai, hanya saja Ia tidak berbuat dosa. Kemenangan-NYA atas dosa adalah teladan yang diberikan, agar kitapun tidak berbuat dosa ketika pencobaan datang. Sebab setiap manusia juga akan terus menghadapi pencobaan yang sama seperti Yesus Kristus ini (1 Yoh 2:16; Kej 3:6).

oleh Iblis, keberadaan dan kepribadian iblis atau setan dalam bahasa kita memiliki pengertian yang kerapkali berbeda. Yang pertama iblis menunjuk kepada “seseorang” (Ef 2: 2, 6: 12; Ibr 2: 14; Yudas 6), kemudian juga sebagai “Seorang malaikat yang jatuh” (Yoh 8: 44; 2Pet 2: 4, Yudas 6). Kata “iblis” berarti penuduh palsu. Yesus Kristus sendiri menyatakan karakter iblis itu ketika menegur Petrus (Mat 16:23). Lalu Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus, "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."
Hal ini sejalan dengan tulisan Yakobus, bahwa manusia dicobai oleh keinginannya sendiri (Yak 1:14). Kecenderungan berbuat dosa karena menginginkan kedudukan yang sama dengan Allah (Kej 3:5; Yes 14:12-14), itulah tawaran iblis.

Ketika seorang “hamba Tuhan” kemudian menempatkan dirinya mengatasi atau lebih tinggi dari bintang-bintang Allah - sementara bintang-bintang tersebut adalah gambaran dari keturunan Abraham, yaitu jemaat atau himpunan orang beriman/percaya kepada Yesus Kristus (Kej 15:5, 26:4; Kel 32:13) - serta menjadikan dirinya sebagai ‘puncak’ di bukit pertemuan (pertemuan ibadah) itu, maka pastilah orang tersebut gagal memberitakan Injil Kerajaan. Mengapa? Karena dirinya telah gagal menempatkan Yesus Kristus sebagai Raja dan Kepala jemaat. Selayaknya kita berkata seperti Petrus, sekalipun melaluinya terjadi mujijat atas pengemis lumpuh di gerbang Indah Bait Allah. "Hai orang Israel, mengapa kamu heran tentang kejadian itu dan mengapa kamu menatap kami seolah-olah kami membuat orang ini berjalan karena kuasa atau kesalehan kami sendiri?" (KPR 3:12)
bersambung…

Jumat, 03 Mei 2013

Tanda Akhir Jaman


Bagian dari tanda-tanda Akhir Jaman

Kristus itu harus tinggal di sorga sampai waktu pemulihan segala sesuatu, seperti yang difirmankan Allah dengan perantaraan nabi-nabi-Nya yang kudus di zaman dahulu. KPR 3:21

Seperti yang tertulis dalam surat rasul Paulus bagi jemaat Tesalonika tentang akhir jaman ( 1 Tes 5:1-5). Perdamaian Israel-Palestina memang menjadi salah satu bagian yang harus terjadi sebagai tanda akhir jaman. Tetapi sekalipun berita-berita terkait dengan perundingan perdamaian Israel-Palestina terus mengalami kemajuan, karena didorong oleh berbagai pihak, tetapi realitas dari perdamaian itu hingga hari ini masih belum menjadi realitas. Bahkan seperti mengalami kemacetan. Konflik Israel-Palestina justru semakin meningkat.
Jika kita baca ucapan Petrus yag tercatat dalam ayat diatas (KPR 3:21), maka bagian lain seiring dengan perdamaian Israel-Palestina itu, haruslah terjadi sebuah gelombang kebangunan rohani besar, dimana terjadi pemulihan gereja Tuhan. Gereja Tuhan akan dibawa kembali pada bentuk, tata ibadah dan hakekatnya yang semula, seperti yang pernah terjadi dan tercatat dalam kitab para rasul tersebut.

Untuk hal ini marilah kita meneliti apa yang dimaksudkan melalui kalimat atau ayat tersebut.
  
"Waktu dari pemulihan segala sesuatu"  – pemulihan berasal dari kata "pulih" atau restitusi ποκαταστάσεως apokatastaseōs, ini tidak tertulis di kitab-kitab lain dalam Perjanjian Baru. Kata kerja yang berasal dari kata benda ini tercatat ada delapan kali. Kata ini berarti "mengembalikan sesuatu pada keadaan semula," sebagai contoh memulihkan keadaan anggota tubuh dalam kondisi "keseleo" atau "dislokasi" kepada kondisi semulanya yang sehat. Kisah Rasul 1:6, "Tuhan, maukah Engkau pada masa ini memulihkan kerajaan bagi Israel?" demikian pertanyaan murid-murid kepada Yesus, disini kata apokatastasis dipakai untuk maksud restorasi pemerintahan teokrasi yang benar, pada keadaan sempurna sebelum kejatuhan. Kata ini juga digunakan untuk menunjukkan pemulihan, atau untuk kesembuhan, sebagai contoh dalam Perjanjian Baru, tercatat pada Matius 12: 13: Lalu kata Yesus kepada orang itu: "Ulurkanlah tanganmu!" Dan ia mengulurkannya, maka pulihlah tangannya itu, dan menjadi sehat seperti tangannya yang lain. " (Markus 3: 5; Lukas 6: 10). apokathistēmi, kata yang dipakai oleh Yesus ketika menjawab murid-murid-NYA sehubungan dengan kedatangan Yohanes Pembaptis yang digambarkan dalam karakter Elia (Matius 17: 11; Markus 9: 12). Demikian pula, dalam/oleh Josephus, kata ini digunakan untuk menunjukkan kembalinya bangsa Yahudi dari pembuangan Babel, dan pemulihan mereka untuk mendapatkan kembali negara dan hak-hak istimewa mereka. Kata ini juga mengandung gagasan "penyempurnaan, penyelesaian, atau mengisi." Oleh karena itu, kata ini juga digunakan dalam Philo, Hesychius, Phavorinus, juga Yunani Klasik (Lihat Lightfoot dan Kuinoel). Digunakan dalam Syriac dengan maksud: "Sampai melengkapi atau menggenapi zaman", terkait dengan digenapinya semua peristiwa yang telah diramalkan oleh para nabi, dan lain lain. Sementara dalam bahasa Arab berarti: "Sampai waktu kegenapan secara sempurna atau penyelesaian dari semua prediksi/ramalan/nubuat para nabi." Melalui ayat ini,kita dapat mengetahui bahwa Tuhan Yesus harus menanti sorga sampai semua nubuatan yang diucapkan oleh para nabi dalam kaitan dengan pekerjaan-NYA, penyebaran atau pekabaran Injil, kemenangan umat-NYA, pemerintahan-NYA, serta yang lain lainnya terpenuhi atau tergenapi. Pemulihan ini berarti juga meliputi gagasan pemulihan dunia dari dominasi kuasa dosa, restorasi moral, pemulihan perdamaian dan ketertiban; semua merupakan kelanjutan dari karya Mesias, memang hal itu telah dimulai, tetapi belum keseluruhannya, mungkin lambat dalam pergerakannya, tetapi dalam hal-hal tertentu telah mengalami kemajuan dan semakin dekat dengan penggenapannya seperti yang dimaksudkan oleh nubuatan para nabi.

Segala sesuatu – Menyangkut semua hal yang telah dinubuatkan atau diramalkan oleh para nabi. Ekspresi ini dibatasi oleh pengertian dimana tentu saja segala sesuatu yang dimaksudkan tidak berarti bahwa semua orang akan terselamatkan, atau semua kejahatan dosa terdahulu dapat diperbaiki. Ini tidak pernah bisa, karena untuk pelanggaran yang telah dilakukan tentu tidak bisa dibatalkan, dan segala sesuatu yang terkait dengan nubuatan para nabi harus menerima penggenapan dan pemenuhannya.

Seperti yang difirmankan Allah – semua yang telah terungkap dan tercatat dalam Perjanjian Lama.

Dengan perantaraan nabi-nabi-Nya yang kudus - Ini tidak berarti bahwa semua nabi telah berbicara menyangkut hal-hal ini, tapi semua yang telah diucapkan menyangkut Yesus Kristus – Mesias pastilah akan terpenuhi.

Di zaman dulu, sejak awal dunia - Adalah ekspresi yang menunjukkan sama seperti dari awal, yang berarti menegaskan dengan penekanan bahwa semua nubuat akan atau harus terpenuhi. Para rasul berhasrat untuk menunjukkan bahwa mereka, serta seperti orang-orang Yahudi pada umumnya, bergantung sepenuhnya kepada para nabi, dan tidak mengajarkan doktrin yang tidak diajarkan sebelum mereka.

Kamulah yang mewarisi nubuat-nubuat itu dan mendapat bagian dalam perjanjian yang telah diadakan Allah dengan nenek moyang kita, ketika Ia berfirman kepada Abraham: Oleh keturunanmu semua bangsa di muka bumi akan diberkati. KPR 3:25

Jika kita membaca ayat diatas, yang merupakan kelanjutan dari ayat 21, maka kita mendapatkan penegasan tentang Yesus Kristus, sebagai penggenapan nubuat tentang keturunan yang dimaksudkan. Tetapi terkait dengan ayat yang sama, menunjuk pada kita yang mewarisi iman Abraham juga.
Menurut catatan silsilah Tuhan Yesus Kristus dalam injil Matius, kita mendapatkan penjelasan bahwa kita merupakan generasi ke-42 yang dimaksudkan dalam silsilah itu. Bill Britton, salah seorang pengajar dari kegerakan karismatik menjelaskan tentang hal itu dalam bukunya “Generasi ke-42”. Ini berarti kita yang hidup dimasa sekarang ini adalah bagian yang tidak terpisahkan dengan Kristus, yaitu sebagai “Tubuh-NYA” (Ef 1:23, 5:30; Kol 1:24).
Tubuh Kristus – Jemaat, juga disebut sebagai bangunan rumah rohani yang terdiri dari batu-batu hidup, tentunya tidak akan layak dihuni jika kondisinya hancur. Agar Yesus sebagai Kepala dapat turun kembali ke dunia ini, tubuh-NYA haruslah siap. Manifestasi Kerajaan-NYA dalam jemaat-NYA di muka bumi haruslah siap. Karena itu Injil Kerajaan haruslah diberitakan, baru setelah itu tiba kesudahannya (Mat 24:14). Bagaimanakah Injil Kerajaan itu? Banyak pengajar mungkin telah mengklaim bahwa dirinya telah dan sedang mengajarkan hal itu, tentu saja hal ini sangat menyenangkan, sebab memang kitalah yang mempercepat hari Tuhan itu (2 Pet 3:12).