Yesus Kristus, Sang
Pemberita Injil Kerajaan
Belakangan ini kita diguncangkan dengan aliran pengajaran
tentang injil kemakmuran, yang pada ujungnya berakhir dengan penyelewengan
keuangan dan perkara pidana dari para pengajarnya. Dengan melihat buah yang
dihasilkannya, tentu saja kita tidak perlu mengupas pengajaran injil kemakmuran
ini lebih jauh. Sebab Alkitab kita mencatat bahwa menjelang akhir jaman, injil
yang harus diberitakan adalah Injil Kerajaan (Mat 24:14). Berita baik tentang
Kerajaan inilah yang dibawa mula-mula oleh Yesus Kristus.
Yesus pun berkeliling
di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil
Kerajaan Surga serta menyembuhkan orang-orang di antara bangsa itu dari segala
penyakit dan kelemahan mereka (Mat 4:23).
Jika kita baca Injil Matius pasal keempat, kita mendapati Yesus
Kristus dibawa oleh Roh Kudus untuk dicobai, tentu saja hal ini sangat menarik
jika dibicarakan, bagaimana Yesus yang adalah Firman Allah yang telah mewujud
jadi manusia itu masih perlu dicobai kemanusiaan-NYA oleh iblis. Setelah
kemanusiaan Yesus teruji atau lulus dari cobaan iblis itu, maka malaikat-malaikat
melayani DIA, barulah Yesus tampil dan mulai mengajar serta berkeliling untuk
memberitakan kabar sukacita bahwa “Kerajaan Sorga sudah dekat”.
Kembali kepada artikel tentang pemulihan segala sesuatu yang
menjadi tanda akhir jaman, maka pola kerja Bapa surgawi kita dalam
mempersiapkan hamba-hamba-NYA guna melakukan dan menggenapi rencana agung-NYA,
pastilah akan kembali kepada pola yang dialami oleh Yesus Kristus. Jika pendeta
ataupun mereka yang melayani jemaat belum atau tidak melalui atau bahkan
mengabaikan pola proses seperti yang Yesus Kristus alami sebelum pelayanan-NYA,
maka tentulah mereka akan mengalami kegagalan dalam memberitakan Injil Kerajaan
Tuhan. Kecenderungan yang muncul dari para “hamba tuhan” ini adalah membangun
kerajaan mereka sendiri.
Seperti semula, Allah menghendaki supaya umat pilihan-NYA
menjadi sebuah kerajaan, kerajaan imam (Kel 19:6) dimana Allah menjadi Rajanya,
bukan hanya sebagai pusat penyembahan tetapi juga sebagai pusat pemerintahan.
Inilah yang dimaksudkan oleh rasul Petrus bahwa semua orang pilihan, yang
dipanggil untuk meninggalkan keduniawiannya lalu hidup sesuai dengan
kehendak-NYA, disebut sebagai imamat rajani, dalam terjemahan bahasa Inggris
sebagai “ a royal priesthood”, sebuah kerajaan imam (1 Pet 2:9). Sungguh
menyedihkan jika beberapa pengajar kemudian mengartikan imamat rajani ini
sebagai kumpulan imam-imam dan raja-raja. Tuhanlah yang seharusnya menjadi raja
dan seluruh umat pilihan-NYA menjadi imam-imam-NYA. Kehancuran Israel berawal
ketika mereka minta seorang raja kepada nabi Samuel, menolak Allah sebagai raja
(1 Sam 8:7). Suara Tuhan yang seharusnya
menjadi kontrol pemerintahan, yang bersumber dari kemah Suci, kemudian hanya
menjadi pendamping pemerintahan raja. Yang terjadi akhirnya Saul sebagai raja
mengambil alih apa yang seharusnya bukan menjadi bagiannya, dengan tidak lagi
mengindahkan perkataan nabi Samuel, ia mempersembahkan korban bakaran dan
sembelihan (1 Sam 15:1-23). Penolakan Tuhan atas Saul sebagai raja,
berkelanjutan dengan kebenciannya atas orang pilihan-NYA Daud. Permusuhan terhadap
orang pilihan Tuhan ini kerap kali terjadi atas kehidupan para “hamba tuhan”,
hal ini terjadi karena dirinya mengesampingkan posisi Tuhan sebagai Raja, dan
menjadikan dirinya sendiri sebagai raja.
Injil Kerajaan menyangkut bagaimana manifestasi kerajaan
Allah di muka bumi ini, sebagaimana doa yang diajarkan Yesus Kristus pada
murid-murid-NYA, menghendaki agar kerajaan-NYA datang di bumi seperti di sorga
(Mat 6:10). Jika kita mencermati persiapan sang pemberita Injil Kerajaan
mula-mula, Yesus Kristus, maka kita mendapatkan prosesinya sebagai berikut:
Lalu Yesus dibawa
oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis. (Mat 4:1)
dibawa oleh Roh,
kalimat ini menunjukkan bahwa bukan atas kehendak-NYA sendiri IA kemudian pergi
ke padang gurun, tetapi ada seperti dorongan yang memaksakan diri-NYA untuk
pergi kesana.
ke padang gurun, sebuah
tempat yang tidak nyaman, karena biasanya padang gurun kering dan tidak berpenghuni.
Tradisi menjelaskan bahwa lokasi pencobaan Kristus berada di bagian padang
gurun Yudea yang terletak antara Yerusalem dan Laut Mati, dan di gunung yang
disebut Quarantania, di tempat ini IA berpuasa empat puluh hari.
untuk dicobai,
sebab tentu saja seseorang yang hendak menaklukkan musuh yang besar – kerajaan
kegelapan, akan mengalami serangan dan perlawanan yang besar pula pada setiap
kesempatan yang ada. Ibrani 4:15 tertulis Sebab
Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan
kelemahan-kelemahan kita. Sebaliknya sama seperti kita, Ia telah dicobai, hanya
saja Ia tidak berbuat dosa. Kemenangan-NYA atas dosa adalah teladan yang
diberikan, agar kitapun tidak berbuat dosa ketika pencobaan datang. Sebab setiap
manusia juga akan terus menghadapi pencobaan yang sama seperti Yesus Kristus
ini (1 Yoh 2:16; Kej 3:6).
oleh Iblis, keberadaan
dan kepribadian iblis atau setan dalam bahasa kita memiliki pengertian yang
kerapkali berbeda. Yang pertama iblis menunjuk kepada “seseorang” (Ef 2: 2, 6:
12; Ibr 2: 14; Yudas 6), kemudian juga sebagai “Seorang malaikat yang jatuh”
(Yoh 8: 44; 2Pet 2: 4, Yudas 6). Kata “iblis” berarti penuduh palsu. Yesus
Kristus sendiri menyatakan karakter iblis itu ketika menegur Petrus (Mat
16:23). Lalu Yesus berpaling dan berkata
kepada Petrus, "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab
engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang
dipikirkan manusia."
Hal ini sejalan dengan tulisan Yakobus, bahwa manusia
dicobai oleh keinginannya sendiri (Yak 1:14). Kecenderungan berbuat dosa karena
menginginkan kedudukan yang sama dengan Allah (Kej 3:5; Yes 14:12-14), itulah
tawaran iblis.
Ketika seorang “hamba Tuhan” kemudian menempatkan dirinya
mengatasi atau lebih tinggi dari bintang-bintang Allah - sementara bintang-bintang tersebut adalah gambaran dari keturunan
Abraham, yaitu jemaat atau himpunan orang beriman/percaya kepada Yesus Kristus
(Kej 15:5, 26:4; Kel 32:13) - serta menjadikan dirinya sebagai ‘puncak’ di
bukit pertemuan (pertemuan ibadah) itu, maka pastilah orang tersebut gagal
memberitakan Injil Kerajaan. Mengapa? Karena dirinya telah gagal menempatkan
Yesus Kristus sebagai Raja dan Kepala jemaat. Selayaknya kita berkata seperti
Petrus, sekalipun melaluinya terjadi mujijat atas pengemis lumpuh di gerbang
Indah Bait Allah. "Hai orang Israel,
mengapa kamu heran tentang kejadian itu dan mengapa kamu menatap kami
seolah-olah kami membuat orang ini berjalan karena kuasa atau kesalehan kami
sendiri?" (KPR 3:12)
bersambung…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar