Jumat, 10 Mei 2013

Yesus Kristus, Sang Pemberita Injil Kerajaan


Yesus Kristus, Sang Pemberita Injil Kerajaan

Belakangan ini kita diguncangkan dengan aliran pengajaran tentang injil kemakmuran, yang pada ujungnya berakhir dengan penyelewengan keuangan dan perkara pidana dari para pengajarnya. Dengan melihat buah yang dihasilkannya, tentu saja kita tidak perlu mengupas pengajaran injil kemakmuran ini lebih jauh. Sebab Alkitab kita mencatat bahwa menjelang akhir jaman, injil yang harus diberitakan adalah Injil Kerajaan (Mat 24:14). Berita baik tentang Kerajaan inilah yang dibawa mula-mula oleh Yesus Kristus.

Yesus pun berkeliling di seluruh Galilea; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Surga serta menyembuhkan orang-orang di antara bangsa itu dari segala penyakit dan kelemahan mereka (Mat 4:23).

Jika kita baca Injil Matius pasal keempat, kita mendapati Yesus Kristus dibawa oleh Roh Kudus untuk dicobai, tentu saja hal ini sangat menarik jika dibicarakan, bagaimana Yesus yang adalah Firman Allah yang telah mewujud jadi manusia itu masih perlu dicobai kemanusiaan-NYA oleh iblis. Setelah kemanusiaan Yesus teruji atau lulus dari cobaan iblis itu, maka malaikat-malaikat melayani DIA, barulah Yesus tampil dan mulai mengajar serta berkeliling untuk memberitakan kabar sukacita bahwa “Kerajaan Sorga sudah dekat”.
Kembali kepada artikel tentang pemulihan segala sesuatu yang menjadi tanda akhir jaman, maka pola kerja Bapa surgawi kita dalam mempersiapkan hamba-hamba-NYA guna melakukan dan menggenapi rencana agung-NYA, pastilah akan kembali kepada pola yang dialami oleh Yesus Kristus. Jika pendeta ataupun mereka yang melayani jemaat belum atau tidak melalui atau bahkan mengabaikan pola proses seperti yang Yesus Kristus alami sebelum pelayanan-NYA, maka tentulah mereka akan mengalami kegagalan dalam memberitakan Injil Kerajaan Tuhan. Kecenderungan yang muncul dari para “hamba tuhan” ini adalah membangun kerajaan mereka sendiri.

Seperti semula, Allah menghendaki supaya umat pilihan-NYA menjadi sebuah kerajaan, kerajaan imam (Kel 19:6) dimana Allah menjadi Rajanya, bukan hanya sebagai pusat penyembahan tetapi juga sebagai pusat pemerintahan. Inilah yang dimaksudkan oleh rasul Petrus bahwa semua orang pilihan, yang dipanggil untuk meninggalkan keduniawiannya lalu hidup sesuai dengan kehendak-NYA, disebut sebagai imamat rajani, dalam terjemahan bahasa Inggris sebagai “ a royal priesthood”, sebuah kerajaan imam (1 Pet 2:9). Sungguh menyedihkan jika beberapa pengajar kemudian mengartikan imamat rajani ini sebagai kumpulan imam-imam dan raja-raja. Tuhanlah yang seharusnya menjadi raja dan seluruh umat pilihan-NYA menjadi imam-imam-NYA. Kehancuran Israel berawal ketika mereka minta seorang raja kepada nabi Samuel, menolak Allah sebagai raja (1 Sam 8:7).  Suara Tuhan yang seharusnya menjadi kontrol pemerintahan, yang bersumber dari kemah Suci, kemudian hanya menjadi pendamping pemerintahan raja. Yang terjadi akhirnya Saul sebagai raja mengambil alih apa yang seharusnya bukan menjadi bagiannya, dengan tidak lagi mengindahkan perkataan nabi Samuel, ia mempersembahkan korban bakaran dan sembelihan (1 Sam 15:1-23). Penolakan Tuhan atas Saul sebagai raja, berkelanjutan dengan kebenciannya atas orang pilihan-NYA Daud. Permusuhan terhadap orang pilihan Tuhan ini kerap kali terjadi atas kehidupan para “hamba tuhan”, hal ini terjadi karena dirinya mengesampingkan posisi Tuhan sebagai Raja, dan menjadikan dirinya sendiri sebagai raja.

Injil Kerajaan menyangkut bagaimana manifestasi kerajaan Allah di muka bumi ini, sebagaimana doa yang diajarkan Yesus Kristus pada murid-murid-NYA, menghendaki agar kerajaan-NYA datang di bumi seperti di sorga (Mat 6:10). Jika kita mencermati persiapan sang pemberita Injil Kerajaan mula-mula, Yesus Kristus, maka kita mendapatkan prosesinya sebagai berikut:

Lalu Yesus dibawa oleh Roh ke padang gurun untuk dicobai Iblis. (Mat 4:1)

dibawa oleh Roh, kalimat ini menunjukkan bahwa bukan atas kehendak-NYA sendiri IA kemudian pergi ke padang gurun, tetapi ada seperti dorongan yang memaksakan diri-NYA untuk pergi kesana.

ke padang gurun, sebuah tempat yang tidak nyaman, karena biasanya padang gurun kering dan tidak berpenghuni. Tradisi menjelaskan bahwa lokasi pencobaan Kristus berada di bagian padang gurun Yudea yang terletak antara Yerusalem dan Laut Mati, dan di gunung yang disebut Quarantania, di tempat ini IA berpuasa empat puluh hari.

untuk dicobai, sebab tentu saja seseorang yang hendak menaklukkan musuh yang besar – kerajaan kegelapan, akan mengalami serangan dan perlawanan yang besar pula pada setiap kesempatan yang ada. Ibrani 4:15 tertulis Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita. Sebaliknya sama seperti kita, Ia telah dicobai, hanya saja Ia tidak berbuat dosa. Kemenangan-NYA atas dosa adalah teladan yang diberikan, agar kitapun tidak berbuat dosa ketika pencobaan datang. Sebab setiap manusia juga akan terus menghadapi pencobaan yang sama seperti Yesus Kristus ini (1 Yoh 2:16; Kej 3:6).

oleh Iblis, keberadaan dan kepribadian iblis atau setan dalam bahasa kita memiliki pengertian yang kerapkali berbeda. Yang pertama iblis menunjuk kepada “seseorang” (Ef 2: 2, 6: 12; Ibr 2: 14; Yudas 6), kemudian juga sebagai “Seorang malaikat yang jatuh” (Yoh 8: 44; 2Pet 2: 4, Yudas 6). Kata “iblis” berarti penuduh palsu. Yesus Kristus sendiri menyatakan karakter iblis itu ketika menegur Petrus (Mat 16:23). Lalu Yesus berpaling dan berkata kepada Petrus, "Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia."
Hal ini sejalan dengan tulisan Yakobus, bahwa manusia dicobai oleh keinginannya sendiri (Yak 1:14). Kecenderungan berbuat dosa karena menginginkan kedudukan yang sama dengan Allah (Kej 3:5; Yes 14:12-14), itulah tawaran iblis.

Ketika seorang “hamba Tuhan” kemudian menempatkan dirinya mengatasi atau lebih tinggi dari bintang-bintang Allah - sementara bintang-bintang tersebut adalah gambaran dari keturunan Abraham, yaitu jemaat atau himpunan orang beriman/percaya kepada Yesus Kristus (Kej 15:5, 26:4; Kel 32:13) - serta menjadikan dirinya sebagai ‘puncak’ di bukit pertemuan (pertemuan ibadah) itu, maka pastilah orang tersebut gagal memberitakan Injil Kerajaan. Mengapa? Karena dirinya telah gagal menempatkan Yesus Kristus sebagai Raja dan Kepala jemaat. Selayaknya kita berkata seperti Petrus, sekalipun melaluinya terjadi mujijat atas pengemis lumpuh di gerbang Indah Bait Allah. "Hai orang Israel, mengapa kamu heran tentang kejadian itu dan mengapa kamu menatap kami seolah-olah kami membuat orang ini berjalan karena kuasa atau kesalehan kami sendiri?" (KPR 3:12)
bersambung…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar