Disiplin pikiran
Kita mendapati setiap mahluk hidup memiliki sesuatu yang
khas dan unik, mereka memiliki beragam bentuk, warna dan kehidupan. Allah telah
menciptakannya menurut jenisnya, baik tumbuhan, hewan maupun mahluk hidup
lainnya. Ikan secara alamiah dapat berenang dan hidup dalam air, demikian pula
burung dapat terbang di udara. Setiap mahluk membutuhkan makanan untuk kelangsungan
hidup pertumbuhannya, di ruang lingkup kehidupan yang sesuai dengan jenisnya. Dalam
hal kelangsungan hidup, masing-masing mahluk memiliki syarat lingkungan untuk hidup
yang berbeda pula.
Manusia sebagai bagian dari mahluk hidup, dapat hidup di lingkungan yang berbeda-beda.
Kemampuan beradaptasinya sangat luar biasa. Di tempat kehidupannya manusia
mampu beradaptasi dan menyatu dengan lingkungan barunya. Sekalipun di tempat
yang berbeda bahasanya, dengan cepat manusia menyesuaikan dirinya. Sungguh
kemampuan yang sangat luar biasa dan berbeda dengan mahluk hidup lainnya. Dalam
pertahanan diri, manusia kemudian berkomunitas dengan sesamanya, membentuk
sebuah budaya sesuai dengan lokasi, bahasa dan pola hidup. Pola bekerja untuk
memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang sama membentuk gaya hidup. Orang baru
yang bergabung dalam komunitas ini menyesuaikan diri dalam segala hal agar
dapat diterima dan hidup bersama. Itulah manusia.
Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh
pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan mana kehendak Allah: Apa yang
baik, yang berkenan kepada-Nya dan sempurna. Roma 12:2
Perubahan, sebuah kata yang selalu terkait dengan sebuah
proses. Seperti kehidupan yang senantiasa mengalami perubahan waktu, terjadi
perubahan dalam bentuk, ukuran dan kualitas seiring pertumbuhan yang terjadi.
Perubahan harus terjadi, sebab perubahan bukanlah perubahan jika tidak terjadi
perubahan. Dalam ayat diatas, kata “berubahlah”
diterjemahkan dari “transformed” yang
diambil dari kata aslinya μεταμορφόω “metamorphoo” (G3339),
kata yang diterjemahkan sebagai “transfigured”
pada Markus 9:2, dimana Yesus Kristus mengalami perubahan (kualitas)
penampilan-Nya. “He was changed in form” demikian
terjemahan dari BBE (Bible in Basic English, 1965). Mengalami perubahan wujud,
seperti proses metamorphosis ulat menjadi kupu-kupu.
Demikian pula seharusnya sebagai
orang percaya (mempercayakan diri) kepada Yesus Kristus, maka dalam kehidupan
kita akan mengalami proses metamorphosis juga. Mengalami perubahan kualitas.
Kualitas kehidupan yang berubah sebagai akibat cara berpikir sesuai dengan
kehendak Firman-Nya, bukan lagi berdasarkan manusia (dosa) lama kita, tetapi
pikiran Kristus (1 Korintus 2:16; Filipi 2:5). Sebuah pola pikir baru dari
Allah, sebagai mahluk yang dilahirkan baru, orang-orang yang dilahirkan bukan
dari darah atau dari keinginan jasmani, bukan pula oleh keinginan seorang
laki-laki, melainkan dari Allah (Yohanes 1:13). Yang senantiasa menginginkan
air susu yang murni dan rohani, supaya tetap bertumbuh dan beroleh keselamatan
(1 Petrus 2:2). Allah sebagai “ibu” yang melahirkan kita, tentunya menyediakan
“air susu”-Nya yang terbaik bagi pertumbuhan anak-anak-NYA (Ulangan 32:18).
Secara alamiah dengan menyusu, maka bayi akan mengalami kedekatan karena ia
menyerap “kehidupan” ibunya. Demikian orang tua (ibu) mengalami kedekatan
emosional yang lebih dalam terhadap bayinya.
Dengan demikian mudah dapat kita pahami bahwa setiap
orang “percaya” yang dalam hidupnya tidak mengalami perubahan kualitas dan
memiliki keterikatan emosional yang ilahi (memiliki sifat-sifat Allah), orang
tersebut belum mengalami “kelahiran baru” sebagai anak-anak Allah. Itulah yang
dikatakan oleh rasul Yakobus bahwa iman bekerja sama dengan perbuatan dan oleh
perbuatan itu iman menjadi sempurna (Yakobus 2:22). Sebagai orang yang
dilahirkan dari Allah, tentulah memiliki kerinduan untuk senantiasa mendapatkan
pertumbuhannya dari Allah, kecintaan terhadap Firman Allah menjadi suatu
kebutuhan pokok yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupannya. Dengan demikian
secara bertahap dalam pertumbuhannya sebagai “manusia Allah”, kepribadiannya
semakin dekat dan menyerupai Allah yang mewujud sebagai manusia – Yesus
Kristus.
Manusia rohani yang mengenakan
pikiran dan perasaan Kristus tidak lagi mengalami kesulitan untuk mengerti
dalam menyikapi sebuah masalah. Hikmat Allah senantiasa mengikutinya, sebagaimana
hikmat itu menyertai Yesus Kristus. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Sebab
manusia rohani senantiasa hidup dalam doa sebagaimana Yesus hidup, kita mendapatkan
jalan masuk melalui-Nya. Jika kekurangan hikmat maka kita tinggal memintanya (Yakobus
1:5), Yesus Kristus sendiri mengajarkan pada kita agar meminta supaya kerajaan
Allah dan kehendak-Nya datang di bumi ini. Dimana? Ya, di dalam kehidupan
setiap kita anak-anak-Nya yang hidup di bumi ini.
Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi
Bapamu yang di surga tahu bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Matius 6:32
Pencobaan iblis terhadap Yesus
Kristus pastilah menjadi bagian dalam setiap kehidupan anak-anak-Nya (orang
percaya). Sebagai manusia, jelas memerlukan segala sesuatu yang dipergunakan
untuk memenuhi kebutuhan hidup. Makanan, minuman dan pakaian merupakan
kebutuhan dasar yang dicari oleh setiap manusia. Dalam permasalahan ini, iblis
akan membawa kita masuk pada pencobaan yang lain, yaitu “bukankah mengenai kamu, IA akan memerintahkan…”, memerintahkan
berkat, kehidupan, kemenangan bagi setiap kita, manusia baru – anak-anak-Nya (Mazmur
44:4; 133:3). Sebuah pencobaan untuk meragukan janji Tuhan atas kita.
Pengetahuan akan Firman-Nya justru membuat kita masuk dalam pencobaan untuk
meragukan-Nya. Sehingga sebagai orang percaya (yang mempercayakan hidup)
pada-Nya, terkadang kita masih mencobai Tuhan dengan memaksakan kehendak
sendiri seperti Saul (1 Samuel 13:11-14). Atau beradu argumentasi dengan Tuhan
seolah telah tahu dan mengerti rancangan-Nya seperti Marta (Yohanes 11:24).
Yang terpenting adalah senantiasa menaklukkan diri pada
kehendak dan pimpinan Roh Kudus-Nya, sekalipun seolah apa yang kita rencanakan
nampak baik atau benar di mata Tuhan (KPR 16:6-7). Disini dibutuhkan ketaatan,
sebuah kedisiplinan untuk terus dipimpin oleh-Nya. Pikiran yang senantiasa
berkeinginan untuk menyenangkan hati Bapa, sebagaimana Yesus Kristus telah
belajar taat (Ibrani 5:8). Allah yang berfirman kepada-Nya, "Engkaulah
Anak-Ku! Engkau telah menjadi Anak-Ku pada hari ini, Engkau adalah Imam untuk
selama-lamanya" (Ibrani 5:5-6), menyatakan hal yang sama kepada kita "kamulah
bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat Allah
sendiri" (1 Petrus 2:9). Sebagai prajurit yang sedang berjuang tidak
memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia
berkenan kepada komandannya (2 Timotius 2:4).