Jumat, 19 Februari 2016

Salib milik-ku (Ku)

Salib milik-ku (Ku)

Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia surgawi dan pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan kuasa-kuasa dunia yang akan datang, namun murtad lagi, tidak mungkin dibarui sekali lagi supaya bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di depan umum. Ibrani 6:4-6
Jawab Yesus "Aku hendak kembali ke Roma untuk disalibkan kembali" (Eo Romam iterum crucifigi).

Membaca kitab Ibrani, maka kita mendapatkan bahwa sang penulis kitab ini tidak memakai salam pembuka, atau memperkenalkan dirinya seperti penulis kitab lainnya. Tetapi penulis kitab ini langsung menulis pokok-pokok permasalahan yang penting, khususnya untuk menunjukkan keutamaan Kristus yang mutlak lebih tinggi dari para nabi yang terdahulu.  Membaca tulisannya, kita mendapati sang penulis membandingkan bagaimana Allah berbicara pada manusia di masa lalu melalui para nabi dengan berbagai cara, melalui api di semak belukar ketika berbicara pada Musa, melalui mimpi ketika berbicara pada Yusuf dan Daniel, melalui angin sepoi-sepoi ketika berbicara pada Elia dan masih banyak lagi cara Allah yang dapat kita temui dalam Perjanjian Lama. Allah menyampaikan kehendak-Nya pada suatu waktu sesuai dengan kebutuhan penyelamatan umat-Nya. Dalam kitab Ibrani ini sang penulis dengan jelas tegas menyatakan bahwa Yesus Kristus mutlak lebih utama, karena Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar keberadaan Allah yang sesungguhnya. Jauh lebih tinggi daripada malaikat-malaikat, nama yang dikaruniakan kepada-Nya jauh lebih istimewa daripada nama mereka. (Ibrani 1:1-14).

Kitab Ibrani ini menyikapi keragu-raguan, penyimpangan dan kemurtadan yang terjadi sehubungan  dengan permasalahan iman, menegaskan bahwa karya penebusan oleh darah Yesus Kristus adalah penebusan final dan satu-satunya yang berkenan kepada Allah. Bahkan penulis mengutip perkataan nabi Yesaya yang oleh Roh Kudus menyatakan tentang perjanjian Allah terhadap umat-Nya (Ibrani 10:1-18; Yeremia 31:33-34). Hal ini dimaksudkan supaya jemaat menjadi teliti terhadap setiap pengajaran yang ada sehingga tidak mudah hanyut dibawa arus (Ibrani 2:1). Tentu saja rasul Petrus langsung mengerti tentang perkataan Yesus Kristus terkait “penyaliban kembali”, perkataan itu pastilah mengingatkannya akan penyangkalan dirinya di halaman mahkamah agama sebelum penyaliban Yesus (Matius 26:69-75). Rasul Petrus akhirnya disalib dengan kepala di bawah (hurdisalib), karena Ia merasa tidak layak untuk mati dan disalib seperti Tuhan Yesus. Itulah salib bagi rasul Petrus, lalu bagaimana dengan bagian kita?

Kata-Nya kepada mereka semua, "Setiap orang yang mau mengikut (will come after – KJV) Aku harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut (follow) Aku. Lukas 9:23

Memikul salib adalah tanggung jawab yang harus kita lakukan dalam hal mengerjakan kehendak Bapa, itulah yang telah Yesus Kristus lakukan sebagai kesempurnaan seluruh pelayanan-Nya.  Yesus dalam keadaan-Nya sebagai manusia telah dicobai sama seperti kita, menderita karena pencobaan itu (2:18), tetapi Ia tidak berbuat dosa (4:15). Sebagai Imam Besar yang tak berdosa telah mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai kurban keselamatan (7:26-27; 9:12-15), satu kurban yang sempurna (10:14).

Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar taat dari apa yang telah diderita-Nya. Ibrani 5:8

Raja Daud, sebagai pemazmur yang diurapi Tuhan, ia telah menulis hal senada dalam mazmurnya yang menjadi pasal terpanjang dalam Alkitab sebagai berikut:

Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu. Mazmur 119:71

Untuk dapat memikul salib, maka “menyangkal diri” merupakan tahapan yang harus kita kerjakan lebih dahulu. Tanpa penyangkalan diri maka kita tidak dapat memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab itu. Salib merupakan gambaran dari penderitaan dan penindasan yang kita alami setiap hari, adalah bagian terpenting dalam pembelajaran kita. Melaluinya ketaatan kita teruji dalam mengikut Yesus Kristus untuk melakukan ketetapan-ketetapan Allah. Mengikut Yesus berarti mengerjakan segala sesuatu seperti yang Ia lakukan, dalam hal ini adalah kasih, sebagaimana Yesus telah mengasihi kita demikian pula kita wajib mengasihi sesama manusia. Inilah perintah baru yang harus kita kerjakan,

yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.Yohanes 13:34; 15:12

Dengan inilah kita mengenal kasih itu: Kristus telah menyerahkan hidup-Nya untuk kita. Kita pun wajib menyerahkan hidup kita untuk saudara-saudara kita. 1 Yohanes 3:16 (PB 2004 WBTC)

Siapa saja yang melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Siapa saja yang melayani Aku, ia akan dihormati Bapa. Yohanes 12:26

Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, semuanya berasal dari Satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara, kata-Nya, "Aku akan memberitakan nama-Mu kepada saudara-saudara-Ku, dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaat," Ibrani 2:11-12

Jika Yesus Kristus menyebut kita sebagai saudara-saudara-Nya, maka kita yang telah mengenal kasih Kristus karena menerima-Nya dan mendapatkan kehidupan yang baru bersama-Nya, haruslah memikul tanggung jawab kita untuk melayani dan membawa saudara-saudara (sesama manusia) kepada hidup. Allah menghendaki semua orang berbalik dan bertobat (2 Petrus 3:9). Karena kasih-Nya akan dunia ini (Yohanes 3:16), Allah telah menyerahkan Yesus sebagai tebusan bagi semua manusia (1 Timotius 2:5-6), untuk inilah Injil Kerajaan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa (Matius 24:14). Inilah yang diusahakan rasul Paulus dalam pelayanannya,

Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin menyelamatkan beberapa orang dari antara mereka. KPR 9:19-22
Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. Dengan demikian, aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal. 1 Timotius 1:16

Kesadaran akan kasih Kristus dan komitmen kepada setiap ketetapan Allah yang dihasilkan oleh kasih melalui kurban Yesus Kristus dalam kehidupan baru itulah yang memampukan rasul Paulus sebagai pelayan atau hamba memikul salibnya setiap hari. Jika kasih Kristus tinggal menyertai kehidupan kita, tentu kita juga dimampukan untuk mengasihi mereka yang masih hidup dalam dosa dan jauh dari kemuliaan Allah. Kehidupan dalam kasih Kristus itulah yang akan mendorong kita untuk tidak mencari kenyamanan, kehormatan dan kepentingan diri sendiri. Melalui kasih Kristus, kita semua diberi keteladanan dalam menyangkal diri juga untuk dapat menjadi teladan bagi orang lain.

Kristus sendiri sama seperti Allah dalam segala hal. Kristus adalah sama dengan Allah. Namun Kristus tidak memikirkan untuk mempertahankan kesamaan-Nya dengan Allah. Filipi 2:6 (PB 2004 WBTC).

Jika Yesus Kristus Tuhan kita telah menyangkal diri sedemikian rupa sekalipun Ia sendiri adalah sama dengan Allah. Maka sudah sewajarnya jika kita ingin mengikuti-Nya, untuk berjalan seiring sejalan dengan-Nya kemanapun Ia pergi dalam mengerjakan kehendak Bapa-Nya, haruslah kita menanggalkan segala kesombongan diri. Senantiasa bersyukur, memuji dan memberi hormat kepada-Nya untuk salib yang dipercayakan bagi kita, yaitu jiwa-jiwa yang membutuhkan kehidupan – berita Injil, bagi kemuliaan-Nya. Haleluya.

Sesungguhnya kami adalah orang-orang berhutang,
Namun Tuan telah membayarnya lunas,
Tuan mempercayai dan mengutus kami,
Sudah seharusnya kami pergi,
Mengerjakan segala yang Tuan kehendaki.                Kesiman Rejosari Jatirejo Mojokerto, 26 Agustus 2000

Selasa, 16 Februari 2016

Kembali pada tujuan

Kembali pada tujuan.

“Quo vadis?”, sebuah kalimat dalam bahasa Latin yang terjemahan secara harafiahnya berarti: "Ke mana engkau pergi?" Kalimat ini adalah terjemahan Latin dari petikan bagian apokrif Kisah Rasul Petrus (Acts of Peter): "Tuhan, ke mana Engkau pergi?".  Merupakan ungkapan Kristiani yang menurut Tradisi Gereja dilontarkan kepada Yesus Kristus oleh rasul Petrus yang saat itu bertemu dengan Yesus dalam perjalanan melarikan diri dari misinya yang berisiko disalibkan di Roma. Jawaban Yesus yang mengatakan, "Aku hendak kembali ke Roma untuk disalibkan kembali" (Eo Romam iterum crucifigi) membuat Petrus menyadari panggilannya dan ia pun berjalan kembali ke Roma; kemudian ia disalibkan secara terbalik dan menjadi martir di sana. https://id.wikipedia.org/wiki/Quo_vadis

Kesadaran akan panggilan Tuhan merupakan kompas bagi perjalanan gereja Tuhan menuju tujuan ilahinya. Tanpa kesadaran akan tujuan panggilannya, maka gerak arah maju yang seharusnya segaris atau berpadanan dengan panggilan itu menjadi melenceng atau mengalami bias. Mungkin diperjalanan awal terlihat segaris, tetapi karena ada bias, maka setelah melewati batas tertentu menjadi celah yang cukup lebar, atau bahkan membentuk jurang yang tak terseberangi lagi. Bangunan yang dikerjakan akhirnya menjadi bangunan yang mudah rusak, roboh bahkan mengalami kehancuran total. Keinginan untuk memperbaiki tidak dapat dilaksanakan karena rentang waktu telah menjadikannya tidak mungkin untuk membangunnya kembali.

Apakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, apakah sekarang kamu mau mengakhirinya di dalam daging? Galatia 3:3

Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku, kamu sekalian yang melakukan kejahatan!" Matius 7:22-23

Mempertanyakan dari mana mulainya penyimpangan, maka kita akan mendapatkan satu kata yang menjadi jawabannya yaitu “kompromi”. Ketika kebenaran semu mulai disejajarkan dan dicampur dengan kebenaran sejati. Dimana kedudukan, kekuatan, kepandaian dan semua yang sementara yang dari dunia mulai dipersekutukan dengan sumber kekal abadi yang surgawi. Kompromi memberi dua tempat untuk berpijak, yang pada akhirnya membuat kita terjatuh. Kita semua perlu mengingat bahwa:

Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." Lukas 16:13

Dalam ayat diatas, Mamon menunjuk pada kekayaan atau uang, disebut juga sebagai “yang tidak jujur” di ayat 9 pada pasal tersebut. Mamon juga menunjuk pada sikap yang tidak puas dengan keberadaan yang dimiliki. Sikap tamak atau serakah bersumber dari Mamon ini. Sebuah suksesi yang hendak dicapai dalam kehidupan.  Dari sinilah “passion” atau “gairah” yang mendorong seseorang maupun organisasi (gereja) dalam mengejar tujuan hidupnya.

Dalam keberadaan-Nya sebagai manusia, Yesus Kristus Tuhan memiliki suksesi hidup yang senantiasa selaras, sejalan, berpadanan dengan kehendak Bapa-Nya. Sekalipun diri-Nya tahu secara rinci terhadap apa yang akan menimpa diri-Nya, dalam keadaan sebagai manusia Yesus tidak mendahulukan kepentingan-Nya atau memaksakan kehendak-Nya. Ia telah belajar taat (Ibrani 5:8), dan telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2:8).

"Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari hadapan-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." Matius 26:39

"Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!" Matius 26:42

Kata “mungkin” disini bukanlah menunjuk pada sesuatu yang dapat dilakukan atau tidak, tetapi lebih ditekankan pada apa yang dikehendaki oleh Bapa-Nya. Dalam masalah ini tentu saja Bapa memiliki otoritas dan kemampuan untuk menyingkirkan atau bahkan meniadakan cawan penderitaan Yesus. Menggantikan salib dengan sesuatu yang lain atau meniadakannya. Disini kita dapat melihat adanya komitmen yang kuat dari Yesus Kristus untuk senantiasa sejalan dengan kehendak Bapa-Nya.
Prinsip keteladanan Yesus Kristus dalam ketaatan-Nya pada Bapa inilah yang seharusnya dikerjakan oleh gereja Tuhan dalam pelayanannya sekarang. Kompromi dengan cara-cara duniawi dalam pelayanan harus dibuang jauh-jauh. Penginjilan tidak dapat dikerjakan dengan cara membagi-bagi hadiah atau kegiatan sosial lainnya. Jika hal ini dilakukan, maka yang dihasilkan hanyalah perkumpulan orang yang mencari pemenuhan kebutuhannya saja. Bintang-bintang tamu seperti artis, maupun pembicara atau pengkotbah yang terkenal juga hanya mendatangkan kepuasan telinga. Acara di tempat besar yang dihadiri oleh ribuan orang hanya menghasilkan suasana psikologis yang mempengaruhi perasaan orang yang datang. Tata cara seperti itu hanya akan menghasilkan sesuatu yang keduniawian saja.

Mulai saat itu banyak murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. Yohanes 6:66

Walaupun sebelumnya Yesus telah mengenyangkan mereka semua melalui mujizat, semua yang hadir dikenyangkan bahkan berkelebihan hingga dua belas bakul. Tetapi semua akhirnya tidak dapat menerima kebenaran Allah, bersungut-sungut dan akhirnya pergi. Jika niatan Yesus adalah untuk mencari pengikut, maka Ia akan bermanis kata supaya mereka tidak meninggalkan-Nya. Tetapi karena Ia senantiasa berkehendak untuk sejalan dengan Bapa-Nya, maka Yesus Kristus pun menantang ke dua belas murid pilihan-Nya dengan berkata "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (ayat 67). Yang Yesus kehendaki ialah supaya kita mampu melihat dan menerima-Nya sebagai kebenaran bukan sebagai jawaban kebutuhan jasmaniah saja. Allah menghendaki ketaatan kita (Kejadian 2:16-17).
"Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkau memiliki perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu bahwa Engkaulah Yang Kudus dari Allah." Yohanes 6:68-69

Jawaban Petrus ini kiranya mampu memberi arah bagi iman, pengiringan dan pelayanan kita semua.

Ekklêsia, quo vadis?

Ekklêsia, quo vadis?

Dari catatan yang dilakukan oleh Lukas, kita mendapatkan betapa luar biasanya kuasa Tuhan yang menyertai pelayanan gereja mula-mula. Siapapun yang membaca kisah para rasul ini pastilah sangat merindukan semua peristiwa yang terjadi pada masa itu terjadi juga dimasa sekarang ini. Tanda-tanda ajaib, mujizat kesembuhan berbagai penyakit, pengusiran setan-setan bahkan kebangkitan orang mati terjadi. Pengalaman yang membangkitkan iman setiap orang percaya sehingga mereka dengan keberanian yang luar biasa rela memberitakan kabar sukacita tentang Yesus Kristus, bahkan tidak sedikit dari mereka yang harus mengalami aniaya dan menyerahkan nyawanya bagi Injil. Hikmat mereka dalam pekabaran Injil sangatlah luar biasa sehingga para ahli Taurat yang terpelajar itu menjadi heran akan kemampuan mereka menjelaskan isi kitab suci.

Tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. (KPR 2:47)

Kenyataan yang terjadi sekarang ini dalam gereja Tuhan atau komunitas orang percaya adalah seperti pada masa imam Eli, dimana pada masa itu firman TUHAN jarang; penglihatan-penglihatan pun tidak sering (1 Samuel 3:1). Hal ini bukan berarti dalam komunitas orang percaya yang kita kenal dalam bentuk gereja tidak ada firman Tuhan yang disampaikan, atau tidak ada pelayanan yang dikerjakan. Tetapi seperti yang kita lihat, dengar dan kenal, dalam gereja Tuhan saat ini senantiasa berkembang sebuah tren pengajaran-pengajaran tertentu. Suatu contoh ketika terjadi lawatan di Kanada yang kita kenal sebagai “Toronto Blessing” pada waktu itu, maka seluruh dunia dilanda pengajaran “tertawa dalam Roh”, berkembang juga tren pengajaran lain yang kita kenal sebagai “teologi kemakmuran”, lalu pada akhir-akhir ini berkembang “hyper-grace”. Semua pengajaran yang menjadi tren itu disuguhkan pada jemaat dengan pemikiran bahwa semua yang diajarkan haruslahmengikuti perkembangan agar tidak ketinggalan jaman. Sementara dibalik semua yang dikerjakan melalui tren pengajaran-pengajaran itu hanyalah “pertambahan pengikut” atau “mempertahankan jemaat”. Sebagai “proyek rohani” yang memuaskan telinga pendengarnya dan menarik banyak dana untuk keuntungan pribadi maupun kelompok/organisasi.

Sebab itu, sesungguhnya, Aku akan menjadi lawan para nabi, demikianlah firman TUHAN, yang mencuri firman-Ku masing-masing dari temannya. Yeremia 23:30

Beginilah firman TUHAN terhadap para nabi, yang menyesatkan bangsaku, yang apabila mereka mendapat sesuatu untuk dikunyah, maka mereka menyerukan damai, tetapi terhadap orang yang tidak memberi sesuatu ke dalam mulut mereka, maka mereka menyatakan perang. Mikha 3:5

Pertambahan jiwa baru yang bertobat dalam gereja Tuhan seakan seperti sungai besar yang dibendung, hanya sedikit aliran pertambahannya, sementara pertambahan jumlah denominasi terjadi begitu pesat. Jemaat yang ada hanya berpindah-pindah dari satu organisasi gereja ke organisasi gereja lainnya untuk memuaskan keinginan hatinya, bahkan karena adanya kekecewaan atau kepahitan dengan pelayanan yang sebelumnya ia ikuti. Seperti ikan dari satu akuarium yang dipindahkan ke akuarium yang lain oleh pemiliknya. Perpecahan terus terjadi, ironisnya bahkan dalam gereja “keluarga” pun terjadi perpecahan antara ayah dan anak yang sebelumnya melakukan pelayanan bersama-sama dalam organisasi tersebut.  Pelayanan bukan lagi dikerjakan untuk kepentingan hadirnya kerajaan Allah di bumi ini, tetapi dilakukan hanya untuk kepentingan seseorang atau kelompok dari golongan tertentu sebagai “proyek rohani” yang menguntungkan dengan memakai atau meminjam nama Tuhan.

Pengertian kata “nabi” disini bukanlah seseorang yang membangun “agama” baru, juga bukan dipakai untuk menyatakan wahyu baru tentang Tuhan. Tetapi menunjuk kepada seseorang yang dibangkitkan oleh Tuhan untuk menyampaikan kehendak-Nya, terhadap apa yang telah terjadi pada masa lalu, atau yang harus dikerjakan bahkan menyingkapkan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang terkait dengan pembangunan jemaat. Sebagai seorang hamba Tuhan yang membongkar dosa, menasehati, mengajar dan mendampingi orang-orang yang dilayani dengan memberikan keteladanan hidup. Menginspirasi, mendorong dan memfasilitasi pertumbuhan kerohanian mereka menuju waktu Tuhan.

Seorang “nabi” dikatakan sebagai penjaga agar jemaat kudus dan tidak bercela, adalah seseorang yang  
1.       Dibangkitkan oleh Tuhan (Amos 2:11)
2.       Ditetapkan oleh Tuhan (1 Samuel 3:20; Yeremia 1:5)
3.       Diutus Tuhan (2 Tawarikh 36:15; Yeremia 7:25; Matius 23:34)
4.       Dipenuhi oleh Roh Kudus (Lukas 1:67)
5.       Digerakkan oleh Roh Kudus (2 Petrus 1:21)
6.       Berbicara oleh Roh Kudus (KPR 1:16, 11:28, 28:25)
7.       Berbicara dengan/demi nama Tuhan (2 Tawarikh 33:18, Yakobus 5:10)

Dialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh berbagai angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan. Efesus 4:11-14

Gereja, kemana engkau pergi? Pertanyaan penting inilah yang harus menjadi perhatian kita sebagai umat atau jemaat Tuhan yang termasuk didalamnya. Kemana (gereja membawa) kita pergi? Bagaimanakah pelayanan (gereja) yang dikerjakan atas kita? Atau lebih penting lagi jika anda adalah seorang  pelayan “Kemana saya membawa jemaat Tuhan ini?” Sudahkah sebagai hamba Tuhan yang bertanggung jawab atas jemaat yang dipercayakan untuk anda layani telah mencapai target ilahinya? Atau justru anda sedang terlibat aktif “memporak porandakan” bangunan rumah rohani yang sedang Tuhan bangun?


Sabtu, 06 Februari 2016

Aku ingin mengenal(kan) DIA

Aku ingin mengenal(kan) DIA.

“ada alasan yang membuat mereka yakin dengan hubungan mereka hingga rela bercerai dari masing-masing rumah tangganya”. http://celebrity.okezone.com; Jum'at, 21 Agustus 2015 dan Jum'at, 22 Januari 2016

Demikian sepenggal ulasan dari pernikahan seorang “hamba tuhan” dengan seorang artis film, hubungan asmara mereka diawali dari perselingkuhan, demikian pengakuan mereka. Berita tentang pernikahannya menimbulkan kegaduhan dunia “rohani” di Indonesia. Bagaimana tidak, seseorang yang dulunya dikenal sebagai “pencerah” ataupun “pendobrak” dengan penampilannya yang ber-tatto, sebagai penulis lagu rohani yang menjadi berkat bagi pendengarnya, yang kemudian menjadi “pendeta” di sebuah komunitas yang didirikannya dengan nama “Generasi Tanpa Tembok” itu akhirnya merobohkan tembok nilai-nilai kristiani yang sebelumnya ia kumandangkan lewat lagu-lagunya.

Sebelumnya terjadi “keributan” di sebuah gereja besar, seorang pendeta menantang orang tuanya yang adalah pendiri dan pendeta senior di Surabaya itu dengan teriakan “Pi, ayo perang!”, sambil memainkan pedal gas mobilnya sehingga memekakkan telinga masyarakat yang ada disekitarnya. Atraksi seperti ini berlanjut dengan turunnya si pendeta dengan membawa tongkat besi dan kayu disertai puluhan petugas cleaning service dan tukang batu yang dibekali kayu dan besi, karena tidak ditanggapi akhirnya ia memukul-mukul almari, meja dan tembok gereja tersebut. http://www.surabayapagi.com ; Jumat, 4 April 2014, baca juga berita pada Rabu, 5 November 2014.

Tantangan gereja Tuhan dan pelayanan yang dikerjakannya pada saat ini dirasakan sangat perlu sekali, mengingat kondisi yang semakin menekan umat manusia, perang dan kekacauan terjadi, kondisi alam mengalami perubahan, terror ada dimana-mana, perekonomian dunia memburuk, muncul penyakit baru, keluarga hancur dan masih banyak hal lain yang menjadikan jiwa manusia merasa letih lesu dan berbeban berat. Penegakan prinsip keteladanan yang seharusnya dikerjakan oleh gereja tentulah menjadi tuntutan tersendiri bagi setiap pelayanan “hamba Tuhan” yang ada. Karena pergeseran yang menimbulkan bayangan akan menghasilkan sesuatu yang meng-hambaT Tuhan, tembok penghambat bagi pengenalan jemaat akan Tuhannya. Pengenalan yang keliru akan menghasilkan penyimpangan atau bias yang menjadi jurang lebar pada ujungnya.

Sudah selayaknya jika setiap kita meneladani apa yang dikerjakan oleh Yesus Kristus dan rasul-rasul-Nya.
Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan Jadi jikalau Aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. Yohanes 13:13-15

Ikutilah teladanku, sama seperti aku juga mengikuti teladan Kristus. 1 Korintus 11:1
Jika kita menyebut atau memanggil Yesus Kristus sebagai Tuhan, maka selayaknya kita memiliki hubungan pribadi sebagai hamba dan IA sebagai Penguasa atau “tuan di atas segala tuan” dalam hidup kita. Sehingga segala perintah-Nya wajib kita lakukan.
Siapa yang mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup. 1 Yohanes 2:6.

Kewajiban untuk hidup sama seperti Kristus inilah yang menjadikan pengenalan kita akan Tuhan menjadi sangat penting. Kedekatan dan pergaulan yang intens menyebabkan pengenalan yang semakin dalam. Dalam pelayanannya, rasul Paulus menyatakan bahwa pengenalan ini menjadi prioritas utamanya.
Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati. Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. Filipi 3:10-12

Jika kita melihat bahasa aslinya, maka kita akan menemukan betapa dalamnya pengertian yang digunakan oleh rasul Paulus melalui ayat-ayat tersebut. Kata “mengenal” diterjemahkan dari to “know” diturunkan dari bahasa Yunani γινώσκω ginōskō (G1097), dalam definisi Thayer kata ini merupakan ungkapan Yahudi yang dipakai untuk menyatakan hubungan seksual antara seorang pria dan seorang wanita. Dalam hubungan yang dimaksud mengandung betapa rumitnya jalinan pengenalan yang terjadi diantara kedua belah fihak. Betapa sulit digambarkan melalui kata-kata, hal pengenalan dengan tingkat kedalaman seperti yang digambarkan oleh rasul Paulus ini hanya mampu diterjemahkan oleh mereka yang pernah melakukan hubungan kasih antara suami dan istri. Sama halnya seseorang tidak akan pernah mengerti wangi bunga sebelum ia mencium baunya lewat hidungnya, seperti manisnya permen baru dapat dikenal ketika seseorang merasakan melalui lidahnya.

Pengenalan yang hanya bisa didapatkan melalui persekutuan – fellowship, yang diterjemahkan dari kata Yunani κοινωνία koinōnia (G2842), kata yang sama dengan yang dipakai dalam kehidupan jemaat mula-mula, “bertekun dalam persekutuan” (KPR 2:42), sebuah persekutuan dimana semua yang terlibat didalamnya menyatu (ayat 44-46). Seperti “sambal”, dimana cabe, garam, gula, terasi, bawang merah, bawang putih dengan takaran yang tepat diuleg menjadi satu dan tak dapat dipisahkan lagi, kesatuan yang saling memberi rasa, semuanya berfungsi. Persekutuan yang harmonis dalam kesatuan tak terpisahkan pastilah menghasilkan kuasa – power (bandingkan dengan Matius 18:19). Kata “kuasa” yang digunakan di Filipi 3:10 ini diterjemahkan dari δύναμις dunamis (G1411), merupakan kata yang sama dengan yang digunakan ketika Yesus mengatakan “kamu akan menerima kuasa jika Roh Kudus turun ke atas kamu” (KPR 1:8).

Pengenalan yang benar akan menjadikan seseorang mampu semakin hidup dalam keteladanan, dan menampilkan pribadi Kristus di bumi ini.  Menjadi “serupa” συμμορφόω summorphoō (G4833), dalam disain komputer grafis, seperti gambar garis-garis yang kemudian di-render melalui proses komputasi menjadi bentuk nyata dari bangunan yang dimaksud. Dorongan atau gairah seperti rasul Paulus inilah yang akan memampukan setiap kita semakin mengenal Yesus Kristus Pengenalan yang lebih akan mendorong kita untuk semakin “berani” meninggalkan ke-duniawi-an, menjadi pribadi yang mampu memperkenalkan Yesus Kristus sebagai Tuhan dengan menunjukkan karakter yang mengikuti dan melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya.


Jumat, 05 Februari 2016

Apa yang kekal?

Apa yang kekal?
Abadi Soesman dilahirkan di Malang, 3 Januari 1949, adalah musisi dan pencipta lagu Indonesia. Abadi mendapat julukan sebagai pemusik serba bisa. Julukan ini sesuai, karena Abadi terampil bermain gitar, piano hingga synthesizers ini mampu pula bermain musik pop, rock, blues, dangdut hingga jazz. Sekalipun sempat bermusik dengan berbagai grup seperti Guruh Gipsy, God Bless, Bharata Band, Tarantulla, Jack Lesmana, ia juga membuat grup band sendiri dengan nama “The Eternals”. Ternyata sekalipun ia bernama Abadi dan “The Eternals” yang juga berarti sama dengan namanya, tetaplah ia akhirnya harus meninggalkan dunia ini nantinya. Memang, dalam dunia ini tidak ada yang kekal.
Kematian adalah akibat langsung dari ketidaktaatan manusia terhadap Tuhan Allah (Kejadian 3:24). Manusia yang sejak semula diciptakan serupa dan segambar dengan Tuhan Allah itu, seharusnya telah mengerti dan mampu membedakan apa yang baik dan yang jahat. Bukankah Tuhan Allah yang menciptakannya pasti tahu apa yang baik dan yang jahat? Bahkan Tuhan Allah memberitahukan pada manusia agar tidak memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu. Sudah tentu seharusnya manusia menyadari akibat ketidaktaatannya. Tetapi manusia lebih mengikuti keinginannya sendiri, tidak ada usaha untuk menggagalkan apa yang diingininya. Karena itu Adam diam saja, bahkan ikut makan buah dari pohon pengetahuan itu dari Hawa isterinya. (Kejadian 3:6). 
Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. (Kejadian 1:27).
Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." (Kejadian 2:16-17).
Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya. (Kejadian 3:6).
Sejak manusia diusir dari taman Eden, mereka terpisah dari Allah dan terus bertambah banyak. Tetapi Adam dan manusia keturunan yang dilahirkannya semua pasti mati. Inilah ketetapan Allah atas pelanggaran manusia (Kejadian 2:16-17). Kematian telah menimbulkan sebuah kerinduan yang senantiasa menjadi hasrat manusia, yaitu untuk dapat hidup dalam keabadian, hidup untuk selamanya, hidup seperti Allah. Tentu Allah mengetahui keinginan manusia ini, itulah sebabnya Ia menempatkan kerub untuk menjaga pohon kehidupan itu supaya manusia tidak dapat mendekat, mengambil dan memakan buah dari pohon kehidupan itu (Kejadian 3:24).
Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. (Pengkotbah 3:11).
"Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" (Markus 10:17).
Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa di dalamnya kamu temukan hidup yang kekal. (Yohanes 5:39).
Manusia dalam kehidupannya di dunia senantiasa berusaha untuk memperoleh kehidupan kekal itu. Tentu saja karena mereka menyadari bahwa ada keterpisahan dengan Allah untuk selamanya yaitu kematian kekal yang menanti mereka. Manusia mengembara di padang belantara mencari “tempat kehidupan” baginya (Mazmur 107:4). Tetapi jalan keselamatan tidak mereka temukan, lalu mereka mengumpulkan harta untuk memuaskan hatinya, tetapi hal itu juga tidak membuat mereka puas (Pengkotbah 4:8, 5:9). Manusia telah mempersembahkan kurban dan persembahan yang tidak dapat menyempurnakan hati nurani orang yang mempersembahkannya juga (Ibrani 9:9). Dalam segala usahanya untuk memperoleh keselamatan tidak membuahkan hasil, seluruh hidupnya penuh kesedihan dan pekerjaannya penuh kesusahan hati, bahkan pada malam hari hatinya tidak tenteram. (Pengkotbah 2:23).
Jika pembaca akrab dengan internet, sempatkanlah melihat ataupun mengunduh “The Book of The Law”, sebuah buku yang ditulis oleh Aliester Crowley dan dipublikasikan pada tahun 1904. Atau buku “Satanic Bible” Gereja Setan Anton Szandor LaVey San Francisco 1968, maka kita akan menemukan identitas satanis dengan lebih jelas.

THE LAW OF THELEMA
"Do what thou wilt shall be the whole of the Law." – “Lakukan keinginanmu adalah seluruh hukum.”
"Love is the law, love under will." – “Kasih adalah hukumnya, kasih dibawah kehendak”
"There is no law beyond Do what thou wilt." – “Tidak ada hukum lain selain Lakukan keinginanmu”
The Book of The Law Chapter III

Say unto thine own heart, "I am mine own redeemer.” – Katakan kepada hatimu, “Aku penebus diriku sendiri.”
THE GOD YOU SAVE, MAY BE YOURSELF – Tuhan yang anda simpan (yakini), bisa jadi diri anda sendiri.
BOOK OF SATAN IV:3
BOOK OF LUCIFER II
http://ir.nmu.org.ua/bitstream/handle/123456789/122799/c4ad45410eb73ee86090cd842d758af5.pdf?sequence=1
Inilah puncak usaha manusia untuk menyelamatkan dirinya sendiri, menempatkan diri sebagai tuhan allah penebus/penyelamat bagi dirinya sendiri. Menjadi “seperti Allah” sama saja pemberontak yang abadi, tidak menghormati dan menentang jalan yang telah disediakan TUHAN Allah. 
Allah adalah kasih (1 Yohanes 4:16).
Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya. (Mazmur 136:1-26).
Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16).
Kata Yesus kepadanya, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yohanes 14:6).
Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa lidah akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. (1 Korintus 13:8).
Inilah jalan yang disediakan Tuhan Allah bagi kita, jalan kasih. Kasih itulah yang mendasari dan mengerjakan seluruh kehendak Tuhan Allah. Karena kasih itulah Ia memisahkan terang dari gelap (Kejadian 1:4). Demikian pula oleh kasih itu, terang tidak dapat dikuasai oleh kegelapan (Yohanes 1:5). Kasih Allah yang kekal bukanlah kasih dibawah kehendak manusia. Manusia hanya melihat perintah itu sebagai tekanan, beban dan belenggu yang menyulitkan-memberatkan hidupnya. Manusia telah gagal melihat kasih yang ada di dalam perintah-Nya. Dalam kehendak bebasnya, manusia telah menempatkan dirinya sebagai binatang yang tidak terkendali keinginannya. Mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar (Pengkotbah 1:8). Manusia tidak hanya menolak kasih yang disediakan TUHAN Allah baginya, tetapi tetap memberontak terhadap kasih-Nya. Bahkan sekalipun dalam pelayanan, para pemimpin rohani telah mengesampingkan kasih.
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu memberi persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. (Matius 23:23).
“keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan” penulisan dengan gaya bahasa Polysyndeton <Pol´-y-syn´-de-ton>. Dari bahasa Yunani πολυσύδετον, yang berasal dari kata πολύς (polûs) = banyak, ditambah dengan kata συνδετόν (syndeton) = terikat bersama; dalam grammar, syndeton adalah kombinasi dari σύν (syn) = dan dengan δεῖν (dein) = mengikat. Sehingga kata Polysyndeton berarti, terikat bersama oleh banyak sambungan (dan). Lawan dari Polisyndeton ialah Asyndeton, yang artinya “tanpa (banyak) dan”. Ini berarti bahwa “keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan” merupakan sebuah kesatuan yang terikat bersama tidak terpisahkan satu sama lain. Keadilan dan kesetiaan yang bersumber dari belas kasih Tuhan Allah telah dinyatakan bagi manusia.
Kasih yang kekal itulah yang seharusnya ada dalam hidup kita, sehingga kita dimampukan oleh-Nya untuk melakukan yang terpenting dalam hukum Taurat. Kehadiran Kasih itu akan menjadikan kehidupan kita berarti, dan mampu mengasihi Allah.
Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku. 1 Korintus 13:1-3.
Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan siapa yang tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia. (1 Yohanes 4:16).

Allah yang kekal itu adalah kasih, kasih yang tak berkesudahan, yang selalu baru setiap pagi (Ratapan 3:22-23). Kasih kekal dari Yesus Kristus yang menyertai sampai kesudahan alam itulah yang diberikan Allah supaya manusia mampu hidup dalam kasih, dengan cara melakukan perintah-perintah-Nya (Matius 28:20; 1 Yohanes 5:3).

Dengan inilah kita mengenal kasih Kristus, yaitu bahwa Kristus telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara seiman kita. (1 Yohanes 3:16),
Inilah tanda atau cara hidup orang yang berada dalam (telah menerima) kehidupan kekal seperti Kristus.

Selasa, 02 Februari 2016

Nama (itu) berkuasa?

Nama (itu) berkuasa?
"Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi." (KejaIan 11:4).
marilah kita cari nama And let us make a name, שֵׁם; neither an idol temple, שֵׁם being = God. (Pulpit Commentary).
שֵׁם - shêm, sebuah kata primitif; sebuah sebutan, sebagai tanda atau peringatan bagi seseorang; menyangkut kehormatan, otoritas, dan karakter.
Kita telah membaca, bahwa kejatuhan manusia pertama karena mengikuti keinginannya untuk “menjadi seperti Allah” (Kejadian 3:4-6), lalu mereka diusir dari taman Eden. Ketika manusia itu beranak cucu dan semakin banyak, keinginan yang sama terulang kembali terjadi pada keturunan mereka. Mereka bersatu membangun kota dengan menara (bukan sebuah tempat penyembahan berhala), tetapi untuk menjadi penguasa yang harus dihormati sebagai otoritas pengendali agar tidak terserak ke seluruh bumi. Sebuah “nama” atau “sebutan” diberikan (to make a name) sebagai tanda pengikat kesatuan.
Konser yang dibandrol Rp. 150.000,- per tiket ini membuat para penonton dan fans baik dari Sheila on 7 ataupun Raisa jatuh pingsan. Puluhan pengunjung harus ditangani intensif karena kehabisan udara diruangan yang sudah penuh sesak. Beberapa petugas medis pun kewalahan karena akses masuk yang sangat sulit akibat kepadatan pengunjung.
07/02/2015, http://koranmakassaronline.com
Pada tanggal 18 Nopember 1978, dunia dikejutkan dengan bunuh diri massal di Jonestown, Guyana. 918 orang Amerika telah menjadi korban bunuh diri massal 909 anggota Kuil Rakyat, termasuk Iantaranya 303 anak-anak. Pendiri Kuil Rakyat dengan pusat di San Fransisco ini, Jim Jones mengakui bahwa Ia adalah reinkarnasi dari Yesus, Buddha, Vladimir Lenin, dan tentunya Bapa Illahi. Ada lebih dari 900 orang yang sudah terbunuh demi memuluskan langkah umatnya itu ke surga. Pertanyaannya, surga yang mana ya?
Banyak contoh lain yang dapat dikutip disini: baik benda, orang, organisasi maupun ideologi yang berpengaruh, memiliki kekuatan kontrol, dan membuat penyanjungnya rela melakukan apa saja. Tentu kita dengan mudah menemukannya disekitar kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, ada sebuah kekuatan tersembunyi dalam sebuah nama (sebutan) ketika ia dihormati dan dihargai lalu diterima dipuja-puji dan disembah sebagai “tuhan allah”.
Setelah itu Iblis membawa-Nya ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada-Nya, "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku." Lalu berkatalah Yesus kepadanya, "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Ia sajalah engkau berbakti!" (Matius 4:8-10).
Sebab Imam Besar (Yesus Kristus – ayat 14) yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita. Sebaliknya sama seperti kita, Ia telah dicobai, hanya saja Ia tidak berbuat dosa. (Ibrani 4:15).
Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2:8).
Dari ayat-ayat diatas kita melihat bahwa sebagai manusia, Yesuspun mengalami cobaan yang sama dengan kita. Mungkin dalam pikiran kita timbul pertanyaan “Apakah Yesus sebagai manusia juga berkeinginan untuk menjadi tuhan allah, bukankah Ia adalah Tuhan? Bukankah iblis yang berkehendak agar Yesus menyembahnya? Tentulah iblis yang menginginkan supaya ia menjadi tuhan allah, bukan Yesus?”
Lalu berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia menegur Petrus dengan keras, "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." (Matius 16:23; Markus 8:33).
Disini kita dapat menyimpulkan bahwa ketika manusia tidak berpikir dengan cara pikir Allah, maka ia disetarakan dengan iblis. Sebuah penulisan dalam gaya bahasa metafora, representasi ke dalam bentuk lain. Demikian ketika Yesus Kristus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi “Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular berbisa!” (Matius 23:33). Gaya penulisan yang berbentuk dialog dalam pemikiran Hawa sehubungan keinginannya memakan buah terlarang (KejaIan 3:1-6). Pemikiran dan perbuatan jahat mereka direpresentasikan dalam bentuk ular – iblis.
Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya? (Yeremia 17:9).
Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. (Kejadian 3:1). Manusia sama saja dengan binatang (Kejadian 2:7, 19; Pengkotbah 3:18-19 lihat juga Wahyu 13:18). Kedua-duanya menuju satu tempat; kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu. (Pengkotbah 3:20).

Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. (Yakobus 1:14).
Yesus Kristus adalah Firman Allah, Ia adalah Allah (Yohanes 1:1); tetapi dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Ia memiliki perasaan yang sama seperti kita. Ia merasa lapar, haus, sedih, marah, lelah dan butuh tidur (Markus 4:38, 10:14, 11:12, 14:34; Yohanes 4:7, 11:35, 12:28) bahkan berkeinginan untuk terhindar dari penyaliban (Matius 26:39; Markus 14:36; Lukas 22:42). Tetapi Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (Ibrani 4:15; Filipi 2:6-7). Keinginan-Nya untuk terhindar dari penyaliban tidak membuat-Nya menjadi pemberontak. Yesus sebagai Anak, taat pada Bapa-Nya. Di atas salib itu, pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring, "Eloi, Eloi, lama sabakhtani?" yang berarti: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Markus 15:34). Apakah ini berarti Yesus menyesali penyaliban-Nya dan menyalahkan Bapa-Nya? Tentu saja jawabannya adalah “Tidak!”, karena kemudian Ia berkata dengan suara nyaring "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Sesudah berkata demikian Ia menghembuskan napas terakhir-Nya (Lukas 23:46). Hubungan hamba dan tuan yang dinyatakan melalui perbuatan – ketaatan. Ketaatan berarti menghormati dan tunduk akan otoritas, menuruti perintah (Allah) dan bersedia diatur karena mengasihi (Bapa). Sebuah penaklukan diri yang hilang dari Adam – manusia pertama.

Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Filipi 2:9-11).
Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu. (Yesaya 55:8-9).
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, (Filipi 2:5).
Sebagai orang percaya, tentu penulis sangat meyakini kuasa dalam nama Yesus Kristus, ada banyak kesaksian pengalaman pribadi sehubungan dengan Nama (itu). Dalam banyak peristiwa, bersama keluarga dan rekan-rekan pelayanan yang menjadi saksi hidup, bahkan Ia juga memberi bukti-bukti fisik yang dapat dilihat. Dan tentunya semua itu bukanlah sesuatu yang bersumber dari diri penulis, semua bersumber dari kasih karunia-Nya, hanya oleh anugerah-Nya saja semuanya itu terjadi. “Bukan aku, tetapi Kristus” (Galatia 2:20). Tidak ada yang layak dibanggakan selain Yesus Kristus. Kebenaran manusiawi akan menjadikan kita sebagai pelaku kejahatan. Apa yang kita simpan “yakini” itulah yang akan mengerjakan kuasa di dalam bahkan melalui kehidupan kita, itulah sebabnya Yesus berkata “Jadilah sesuai dengan imanmu”.
Yang melakukan hal itu ialah tujuh orang anak dari seorang imam kepala Yahudi bernama Skewa. Tetapi roh jahat itu menjawab, "Yesus aku kenal, dan Paulus aku ketahui, tetapi kamu, siapa kamu?" Lalu orang yang dirasuk roh jahat itu menerpa, menguasai dan mengalahkan mereka semua, sehingga mereka lari dari rumah orang itu dengan telanjang dan luka-luka. (KPR 19:14-16).
Kata Yohanes kepada Yesus, "Guru, kami melihat seseorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah dia, karena dia bukan pengikut kita." Tetapi kata Yesus, "Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku dapat seketika itu juga mengumpat Aku. (Markus 9:38-39).
Karena mereka tidak percaya, tidak banyak mukjizat diadakan-Nya di situ. Ia tidak dapat mengadakan satu mukjizat pun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya di atas mereka. (Matius 13:58; Markus 6:5).
Pada saat itu juga Yesus mengetahui bahwa ada tenaga yang keluar dari diri-Nya, lalu Ia berbalik di tengah orang banyak dan bertanya, "Siapa yang menyentuh jubah-Ku?" (Markus 5:25-34, bacalah seluruh kronologi peristiwanya).
Tentulah pembaca dapat melihat apa yang menyebabkan kuasa dalam Nama itu. Adanya hubungan yang terjalin diantara Nama (itu) dan orang yang menyebutkan-Nya demikian pula bagi yang mendengarkan Nama (itu) haruslah mempercayai-Nya. Hubungan yang dibangun berdasarkan iman – percaya (tidak menghujat atau menolak) terjalin seperti antara “anak” dan “bapa” dalam kasih.  Dan atau seperti “hamba” dan “tuan” dalam ketaatan itulah yang menghasilkan KUASA – kekuatan supranatural  (Markus 16:17-18). Dalam kasih tidak ada memegahkan diri sendiri, dalam ketaatan tidak ada kebenaran diri sendiri. Kuasa yang bersumber dari Iman-u-el (Allah – yang manunggal/menyertai kita), oleh iman (yang aktif), untuk iman (yang mendengar).
(G1694) Ἐμμανουήλ <em-man-oo-ale'>
Of Hebrew origin [H6005 – עִמָּנוּאֵל]; God with us; Emmanuel, a name of Christ: - Emmanuel.

Hubungan terhadap “Nama/Sebutan” itulah yang menyebabkan hadirnya kuasa yang mengubahkan.