Minggu, 18 September 2016

Berbahagia karena bertekun

Berbahagia karena bertekun

Banyak kegagalan terjadi justru ketika keberhasilan tinggal beberapa langkah lagi. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Kegagalan tersebut terjadi karena perasaan yang keliru dimana seolah Tuhan tidak lagi peduli dengan permasalahan yang terjadi, begitu juga terhadap apa yang sedang kita kerjakan, seolah permasalahan tak kunjung selesai bahkan semakin bertambah rumit. Pekerjaan yang kita kerjakan hasilnya juga tidak sesuai dengan harapan.

Tuhan tentu saja berkeinginan untuk melihat kegirangan anak-anak-Nya dalam keberhasilan yang mereka kerjakan. Tuhan dalam rencana-Nya yang tidak pernah gagal atas umat-Nya itu ikut senang dan bersukacita melihat kegirangan anak-anak-Nya. Mengapa demkian? Karena Ia turut bekerja dalam segala hal untuk kebaikan kita, dan Ia bersukacita atas segala yang dilakukan-Nya (Ayub 42:2; Roma 8:28; Mazmur 104:31). Yesus menangis ketika datang di Betania ketika Lazarus mati itu bukan karena kematian yang terjadi atau belas kasihan kepada Maria dan Marta. Yesus menangis karena mereka yang sangat dekat dengan-Nya justru gagal mengenal-Nya bahkan seolah lebih tahu akan kehendak Allah tentang kematian,  dan tidak mempercayai-Nya lagi (Yohanes 11:1-45). Orang-orang yang hadir dalam peristiwa itu menilai tangisan Yesus adalah wujud kasih-Nya pada Lazarus. Peristiwa itu sengaja dilakukan-Nya supaya semua murid-murid-Nya "belajar percaya" (ayat 6 dan 15).  Seharusnya orang yang dekat dan mengenal, tahu persis tentang keberadaan, pemikiran, bahkan bahasa tubuh dari orang yang dekat dan dikenalnya. Murid-murid, Marta dan Maria seharusnya mengenal dan mengerti maksud perkataan Yesus terhadap kematian Lazarus. Namun sungguh menyedihkan, mereka gagal mengerti akan perkataan-Nya.

Pengenalan yang benar pastilah menghasilkan pengertian terhadap apa maupun siapa yang dikenalnya. Pergaulan yang intens juga pekerjaan yang terus menerus dikerjakan pasti akan menghasilkan pengenalan yang mendalam, dan menjadikan seseorang tahu dengan tepat terhadap kualitas barang bahkan pemikiran seseorang tanpa harus mendengarkan penjelasan darinya. Nalurinya telah terlatih dengan baik terhadap apa atau siapa yang dikenalnya. Tentu saja pengenalan yang mendalam butuh waktu cukup panjang. Itulah sebabnya pemazmur menuliskan sepanjang "siang dan malam" kita perlu merenungkan Taurat - firman Tuhan. Berdoa dengan "tidak putus" untuk mengerti kehendak-Nya (Mazmur 1:3; Efesus 6:18). Jika seseorang telah bergaul karib dengan Tuhan, maka secara otomatis dirinya mengenal kehendak-Nya, dan mampu hidup berkenan dihadapan-Nya. Terlebih lagi jika ia setia dalam melakukan kehendak-Nya, maka ia akan mengalami "akibat langsung" dari janji Tuhan terkait dengan apa yang dilakukannya.  Tentu saja hal ini akan menjadikan dirinya semakin mengenal dan yakin akan Tuhan. Bahkan akan "ketagihan" untuk melakukan dan mengalaminya lebih dan lebih lagi. Imannya akan semakin besar seperti bola salju yang menggelinding.

Ketekunan berarti mengerjakan sesuatu hingga selesai, didalam kata ini terkandung maksud "setia" dan "disiplin". Setia yang dimaksudkan disini adalah hubungan yang tidak terputus, sementara disiplin menunjuk pada tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam hubungan timbal balik antara pekerja dan pekerjaannya.  Dalam ketekunan ada usaha yang dikerjakan dengan keinginan yang kuat agar apa yang dikerjakan dapat terselesaikan. Ukuran yang dipakai bukanlah kecepatan menyelesaikannya, tetapi pada hasil akhir yang sesuai dengan rencana. Ketekunan memandang kesalahan dan kegagalan proses sebagai alat untuk memperbaiki dan menghasilkan. Thomas A Edison adalah penemu dan pemilik ribuan hak paten, karyanya yang menakjubkan adalah lampu pijar. Dalam berproses hingga berhasil, ia telah berkali-kali mengalami kegagalan, tetapi ia berkata:

I have not failed. I've just found 10,000 ways that won't work.
Opportunity is missed by most people because it is dressed in overalls and looks like work.
Genius is one percent inspiration and ninety-nine percent perspiration.

Ia tidak melihat kegagalan pekerjaannya, tetapi melihat cara mengerjakannya, sehingga ia terus memperbaikinya hingga berhasil. Juga ia tidak melihat ide cemerlangnya, tetapi kerja keras untuk mewujudkannya.

Seseorang dapat saja merasa mendapatkan sesuatu ketika membaca alkitab atau mendengar kotbah pengajaran, ia sangat antusias dan gembira menerima kebenaran, tetapi hal itu terkadang tidak berlangsung lama. Pengertian dan sukacitanya hilang begitu saja seperti uap tertiup angina. Mengapa hal tersebut terjadi? Hal tersebut terjadi karena ia kurang bertekun untuk mengerjakan kebenaran yang diterimanya. Ketika tekanan duniawi membuatnya gagal untuk melakukannya, dianggapnya bahwa kebenaran yang diterimanya itu merupakan hal yang sulit untuk dilakukan, bukan bagian yang menjadi "kasih karunia" untuknya dan banyak alasan rohani lainnya. Ironis, sebab seluruh kebenaran Alkitab ditujukan bagi setiap orang percaya. Hanya saja kadar atau bobot pekerjaan yang harus dilakukannya berbeda satu sama lain. Penginjilan, pemuridan dan berbagai bentuk pelayanan dalam pembangunan Tubuh Kristus adalah hidup dari tiap-tiap bagiannya (Efesus 4:18). Dengan demikian pertumbuhannya menjadi tanggung jawab secara bersama dalam ikatan kasih yang mempersatukan (Hosea 11:4; Kolose 3:14). Jika Kristus telah menarik kita dengan kasih-Nya yang tak berkesudahan, maka kitapun wajib menarik orang lain dengan kasih untuk mengenal-Nya.


Sebagai orang yang melayani, terkadang timbul kejengkelan, kebosanan bahkan keputusasaan dalam membimbing seseorang. Karena orang yang kita layani tersebut tak kunjung mengalami perubahan, sangat lambat dalam meresponi kebenaran. Bahkan mungkin orang tersebut jatuh bangun dalam dosa yang sama, sementara kebenaran firman Tuhan sudah sering kita sampaikan kepadanya. Jika kita melayani dengan benar, maka orientasi pelayanan kita tidak lagi tergantung dengan hasil perubahan yang terjadi dalam diri pasien yang kita layani. Kita harus memandang bahwa ia sedang dipakai oleh Tuhan untuk membentuk karakter kita sebagai pelayan, untuk mencapai kualitas seperti yang dikehendaki Tuhan, yaitu membawa pertumbuhan karakter Kristus dalam kehidupan kita. Itulah sebabnya kita perlu bertekun dalam melayani, seperti Yesus Kristus yang terus melayani kita (Ibrani 7:25; 12:2; 1 Yohanes 2:6). Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat (Matius 24:13). Kata bertahan disini berasal dari kata Yunani  ὑπομένω hupomeno (G5278) endures, kata yang sama dipakai dalam Ibrani 12:2, diterjemahkan sebagai tekun. Ketekunan menghasilkan kedewasaan karakter, dimana iman dan integritas seseorang menjadi teruji melalui segala kesulitan yang dialami (Roma 5:4, Amplified). Karena itu kita perlu bertekun dalam kesengsaraan pelayanan yang dipercayakan Tuhan, sebab ada tertulis Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang (Matius 24:46; Lukas 12:43).

Sabtu, 10 September 2016

Berbahagia melalui perbuatan

Berbahagia melalui perbuatan

Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya (Yakobus 1:25). 

Meneliti berasal dari kata “teliti” yang berarti melakukan dengan hati-hati, tidak sembarangan atau ala kadarnya. Ini berarti bahwa orang  yang melakukannya harus dengan tekun menyelidiki, mendalami, mempelajari dengan seksama hingga ia menyelami apa yang ditelitinya. Orang yang meneliti bukan sekedar tahu atau ingat, tetapi ia paham dengan seksama terhadap apa yang diketahuinya.

Sungguh membahagiakan bahwa Allah sangat mengasihi manusia, Ia yang memiliki inisiatif untuk berbicara pada manusia, memberitahu apa yang dikehendaki-Nya (Kejadian 2:16-17; 3:9). Allah bahkan menulis dengan tangan-Nya sendiri agar bangsa pilihan-Nya dapat mengetahui dan mengerti tentang ketetapan yang dikehendaki-Nya (Keluaran 31:18). Allah juga berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara dengan perantaraan nabi-nabi-Nya (Ibrani 1:1). Sungguh, Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, para nabi (Amos 3:7). Karena Ia tidak menghendaki kebinasaan manusia (2 Petrus 3:9).

Yesus Kristus adalah wujud nyata Firman-Nya yang hidup (Yohanes 1:14; Ibrani 4:12), Ia lah yang menjadi pokok atau sumber pengetahuan tentang kehendak Allah. Tidak ada kebenaran diluar Yesus, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya (Ibrani 5:9). Yesus Kristus telah ditetapkan menjadi pokok ketaatan manusia terhadap kehendak Allah (Filipi 2:9-11). Itulah sebabnya rasul Paulus dalam suratnya mengatakan:

Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati. Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. (Filipi 3:10-12).

“Kenalilah yang asli, maka anda akan mengetahui yang palsu”, demikian ungkapan dari dinas keuangan pemerintah Amerika terhadap banyaknya peredaran uang palsu di negara itu. Tentu saja untuk mengetahui uang tersebut asli atau palsu diperlukan ketelitian, mengingat teknologi yang semakin berkembang menjadikan uang palsu seolah asli. Itulah sebabnya Alkitab juga memberi peringatan bagi kita agar meneliti kembali apa yang telah kita dengar. Hal ini berarti kita sebagai pendengar dapat hanyut atau dibelokkan oleh pengajaran yang disampaikan melalui kotbah (Ibrani 2:1). Sebab iman timbul dari pendengaran (Roma 10:17). Iman kepada Kristus timbul dari firman Kristus, tetapi pengajaran yang menyimpang juga menghasilkan iman yang menyimpang dari kebenaran itu. Karena itulah pemazmur menuliskan bahwa kita tidak cukup menyukai hukum-hukum Tuhan itu, tetapi juga merenungkannya siang dan malam (Mazmur 1:2). Didalamnya tentu saja termasuk meneliti kembali tentang apa yang kita telah dengar.

Dalam hal mengajar, Timotius diminta oleh rasul Paulus agar ia mengawasi dirinya sendiri dan mengawasi pengajaran yang disampaikannya bagi jemaat. Ia harus bertekun dalam semua pengajaran itu, karena dengan berbuat demikian dirinya akan menyelamatkan diri sendiri dan semua orang yang mendengar pengajarannya itu (1 Timotius 4:16). Kata “mengawasi” yang dimaksudkan disini adalah memberi perhatian dengan sungguh. Rasul Paulus meminta agar Timotius memberi perhatian terhadap pertumbuhan kepribadiannya dengan sungguh-sungguh apakah dirinya telah memberikan keteladanan hidup bagi jemaat. Hal ini berarti ia tidak cukup mengajarkan kebenaran itu, tetapi juga harus tekun menghidupi atau menerapkan ajaran kebenaran itu terhadap dirinya sendiri (1 Timotius 4:12).

Keteladanan, itulah yang harus diberikan oleh seorang pengajar. Hal ini tentulah terkait dengan seluruh aspek hidup yang terdapat pada Kristus Yesus (Filipi 2:5), yang harus ditampilkan dalam kehidupan seorang pengajar “dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu”, demikian kata rasul Paulus terhadap Timotius (1 Timotius 4:12). Yesus Kristus telah memberi teladan itu, “Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yohanes 13:15). Hal ini pula yang dikatakan oleh rasul Paulus kepada jemaat Korintus “Ikutilah teladanku, sama seperti aku juga mengikuti teladan Kristus” (1 Korintus 11:1). Sebagai orang percaya harus bertekun dalam perlombaan yang telah diwajibkan bagi kita untuk hidup sesuai dengan keteladanan Yesus Kristus (Ibrani 12:1-2; 1 Yohanes 2:6).

Mendapatkan kebenaran merupakan sebuah kebahagiaan yang tiada terukur, karena kebenaran itu memerdekakan dan membawa kita pada kekudusan (Yohanes 8:31-32; 17:17). Melalui kekudusan maka kita dilayakkan untuk hal-hal mulia (2 Timotius 2:21). Iman mengalami pertumbuhan melalui pekerjaan-pekerjaan itu karena penyertaan Tuhan melalui firman-Nya menjadi kenyataan yang mengikuti apa yang dikerjakan (Matius 13:12, 25:29; Lukas 8:18, 19:26). Tidak cukup hanya menerima atau mendengar kebenaran  dengan sukacita, tetapi kita perlu mengerjakan atau menghidupi firman kebenaran Tuhan. Dengan mengerjakannya maka pengalaman hidup bersama-Nya menjadi nyata

Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna. Matius 5:48

Banyak orang salah mengerti dengan ayat tersebut dengan mengatakan “mana mungkin kita dapat sempurna?”, “kita ini manusia biasa”, dan banyak alas an lainnya. Melakukan kebenaran-Nya seperti apa yang Yesus Kristus pernah lakukan di muka bumi ini bukanlah sebuah keniscayaan, karena Ia memberi Roh Kudus-Nya untuk menyertai, memimpin, menguatkan dan memampukan kita. Bahkan jika kekurangan hikmat, kita tinggal meminta kepada-Nya. Roh Kudus-Nya lah yang akan mengingatkan kita, menyingkapkan rahasia dan menjelaskannya seluruh kebenaran yang ada pada diri Allah. Kita akan berbahagia dan bersukacita melakukan kebenaran itu, karena sebenarnya Roh Kudus-Nya sendirilah yang akan menolong kita untuk mengerjakan kebenaran-Nya. Bahkan Ia membantu kita untuk berdoa (Yohanes 14:16, 26; 15:5; 16:13; Roma 8:26; 15:13; 1 Korintus 2:10; Yakobus 1:5). Orang yang melekat, meyakini dan mempercayakan diri pada-Nya adalah orang yang berbahagia. Semua ini dapat dialami dan menjadi kenyataan, jika kita bersedia memulainya dengan setia melakukan perkara yang kecil. Baca, renungkan dan telitilah kebenaran firman-Nya, sekecil apapun yang dimengerti lakukanlah dengan setia, maka Ia akan menambahkan pengertian dan menyingkapkan rahasia-Nya (Matius 25:21, 23, 29).  

Jumat, 02 September 2016

Berbahagia melalui penderitaan

Berbahagia melalui penderitaan
Dalam kamus bahasa Indonesia, kata menderita berarti menanggung sesuatu yang tidak menyenangkan. Sementara kata menyenangkan berarti membuat bersuka hati. Orang menjadi bersuka hati jika apa yang dialaminya merupakan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya.

Wahai jiwa, engkau menderita, itu aku tahu.
Engkau telah menderita
sejak engkau berpisah dari Firman
dan berteman dengan pikiran.
Karena engkau bergaul dengan pikiran yang liar,
engkau tetap terikat kepada tubuh
dan terjerat oleh kesenangan inderawi.                                       
Para suci mengetahui keberadaan kita yang menyedihkan. Mereka tahu bahwa manusia hidup di alam impian. Impian yang dikendalikan oleh indra tubuh untuk memuaskan keinginannya. Segala sesuatu yang diterima melalui seluruh indra tubuh masuk dan diolah oleh pikiran. Kendali dari pikiran adalah hati, ia bersifat mementingkan diri sendiri, menyukai kesenangan, dan sangat licik (Yeremia 17:9).
the heart; used (figuratively) very widely for the feelings, the will and even the intellect; likewise for the centre of anything.
Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. Amsal 4:23
Penulis amsal tersebut adalah raja Salomo, seorang raja yang sangat kaya dan bergelimang segala kemewahan. Ia melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, mendirikan rumah-rumah, memiliki kebun-kebun anggur; mengusahakan kebun-kebun dan taman-taman dan menanaminya dengan rupa-rupa pohon buah-buahan; menggali kolam-kolam untuk mengairi tanaman pohon-pohon muda.  Juga membeli budak-budak laki-laki dan perempuan, dan ada budak-budak yang lahir di rumahnya; ia mempunyai juga banyak sapi dan kambing domba melebihi siapa pun yang pernah hidup di Yerusalem sebelumnya. Salomo mengumpulkan juga perak dan emas, harta benda raja-raja dan daerah-daerah. Mencari biduan-biduan dan biduanita-biduanita, dan yang menyenangkan anak-anak manusia, yakni banyak gundik. Dengan demikian ia menjadi besar, bahkan lebih besar dari pada siapa pun yang pernah hidup di Yerusalem sebelumnya (Pengkotbah 2:4-9). Bukankah keadaan seperti raja ini yang diinginkan oleh setiap manusia?

Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! (Lukas 12:18-19).
Sang pengkotbah, raja Salomo mengatakan bahwa semua hal tersebut adalah kesia-siaan. Bahkan ia katakan semua yang ada usaha dibawah matahari; pengetahuan, hikmat dan kekuasaan adalah sia-sia (Pengkotbah 1:18; 2:19; 4:7).
Daud, penggembala domba yang akhirnya menjadi raja Israel, pemazmur yang diurapi Tuhan, ayah Salomo, menulis dalam salah satu mazmurnya dalam bentuk nyanyian pengajaran:

Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!  Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu (Mazmur 32:1-2).

Pengampunan dari Tuhan terhadap semua kesalahan akibat pelanggaran dan dosa merupakan sumber kebahagiaan seharusnya menjadi tujuan utama dari kehidupan setiap manusia. Sekalipun seseorang telah berhasil dalam kehidupannya seperti raja Salomo, ia tidak akan mampu membeli atau menghapus pelanggarannya dan menerima pengampunan dari tahta pengadilan Tuhan. Pelanggaran dan dosanya tetap menghasilkan maut sesuai dengan ketetapan Tuhan (Roma 6:23). Setiap orang akan menanggung akibat kejahatan yang dikerjakannya (Matius 7:21). Celakalah manusia karena kecenderungan hatinya membuahkan kejahatan semata (Kejadian 6:5), kejahatan yang timbul dari kepentingan diri sendiri (Yakobus 3:16), jalan mereka menyisakan keruntuhan dan kebinasaan (Roma 3:16) bukan hanya untuk diri mereka sendiri tetapi juga bagi orang lain (1Timotius 4:1).

Orang yang paling berbahagia adalah mereka yang mendapatkan penghormatan dari Tuhan. Mereka yang setia dalam mengerjakan kehendak-Nya. (Matius 25:21). Kehendak Bapa surgawi bukanlah sesuatu yang sulit atau tidak dapat kita kerjakan, karena Ia tahu kekuatan dan kemampuan kita (1 Yohanes 5:3-4). Untuk melakukan hal-hal yang supranatural dalam pekerjaan pelayanan (1 Korintus 12:4-11), Ia menjadi sumber kekuatan yang memampukan kita untuk menghadapi kuasa kegelapan (Matius 28:18-20; Markus 16:17; Lukas 10:19), untuk mengalahkan iblis (Yakobus 4:7), untuk mengalahkan pencobaan yang bersumber dari keinginan kita (Yakobus 1:14). Itulah sebabnya Allah berkata ”dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya” kepada Kain. Hal ini berarti, yang lahir dari Adam – manusia berdosa dan keturunannya masih memiliki kuasa untuk menang atas dosa. Rasul Petrus berkata “Lawanlah dia (iblis) dengan iman yang teguh” (1 Petrus 5:9). Ingatlah bahwa iblis berbeda dengan roh jahat atau kuasa kegelapan, iblis adalah “cara berpikir manusiawi, bukan apa yang dipikirkan Allah” (Matius 16:23). Itulah sebabnya pencobaan-pencobaan yang menimpa kita – yang bersumber dari keinginan kita – tidak melebihi kekuatan kita (1 Korintus 10:13). Pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa yang tidak kelihatan itu telah dikalahkan dan dilucuti melalui karya salib Kristus (1 Korintus 15:26; Kolose 2:14-15; 2 Timotius 1:9-10).

Penderitaan yang harus dialami untuk mengikut Kristus ialah ketika “menyangkal diri” dan “memikul salib” harus kita lakukan setiap hari (Lukas 9:23). Sama seperti Yesus yang menanggalkan keallahan-Nya (Filipi 2:6) dan memikul salib (ayat 8). Hidup-Nya untuk memberi keteladanan bagi kita agar dapat mengerjakan kehendak Bapa (Yohanes 13:15). Keteladanan itu pula yang diajarkan oleh rasul Paulus (1 Korintus 11:1; 2 Tesalonika 7-9; 1 Timotius 4:12). Sebuah proses untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus, yang seharusnya menjadi sumber kegirangan atau sukacita kita, meninggalkan keserupaan dengan dunia (Roma 8:29; 12:2). Sesuatu yang seharusnya menjadi tujuan kebahagiaan kita (Filipi 3:10). Menyangkal diri berarti tidak memakai kebenaran diri sendiri, tetapi menerima kebenaran-Nya. “Bukan kehendak-ku, tetapi kehendak-Mu”. Pikul salib berarti memperhatikan kepentingan orang lain agar mengerti kehendak-Nya, membawa mereka untuk menjadi murid-Nya.

"Hineni, osah et atzmi merkava l'shekhina".
Here I am, transforming myself into a chariot for Divine Presence.