Kamis, 14 Oktober 2010

Ayat-ayat Cinta-05

Undangan di musim semi

Suatu pagi di musim semi, pemuda gembala ini mengundang si gadis untuk mengikutinya ke padang, tetapi saudara-saudara si gadis ada menangkap maksud bahwa pemuda gembala me­ngundang adik mereka. Oleh karena kecemasan tentang reputasi adik perempuannya, maka si gadis disuruh mengurus kebun anggur yang mereka miliki dalam rangka menggagalkan perte­muan dari si gadis dengan pemuda gembala tunangannya.
Kekasihku mulai berbicara kepadaku: "Bangunlah manisku, jelitaku, marilah! Karena lihatlah, musim dingin telah lewat, hujan telah berhenti dan sudah lalu. Di ladang telah nampak bunga-bunga, tibalah musim memangkas; bunyi tekukur terdengar di tanah kita. Pohon ara mulai berbuah, dan bunga pohon anggur semerbak baunya. Bangunlah, manisku, jelitaku, marilah! (Kidung Agung 2:10-13)
Musim semi merupakan pemandangan yang menarik, dimana-mana bunga bermekaran. Udaranya yang hangat, karena peralihan dari musim dingin ke musim panas membuat rasa nya­man. Pepohonan mulai mengeluarkan tunas-tunas baru, daun-daun yang menghijau dengan kuncup-kuncup bunganya yang beraneka warna. Burung-burung beterbangan dari satu tempat ketempat lainnya mencari makanan setelah istirahat panjang dalam kebekuan musim dingin. Sungguh sebuah pemandangan indah yang luar biasa dan menakjubkan. Sebagai waktu dan keadaan yang tepat untuk mewakili indahnya kasih yang tumbuh diantara bunga-bunga cinta mereka yang sedang menjalin hubungan kasih sayang. Musim dingin telah lewat, kebekuan telah berakhir.

Spring in Israel
“Ingin berjalan berdua, denganmu kekasih…” Demikian sepenggal kalimat dari sebuah lagu Ebiet G. Ade. Kita semua mengetahui bahwa dalam jalinan cinta antar kekasih, ada waktu khusus yang diinginkan untuk dinikmati berdua saja, tanpa kehadiran orang lain. Sebuah waktu yang akan digunakan untuk mencurahkan isi hati. Sang pemuda gembala ingin berdua dengan si gadis karena itu ia mengundang kekasihnya untuk ikut bersamanya menikmati indahnya musim semi. Pergi berdua, sungguh se­buah kesempatan yang indah untuk berkasih mesra.
Ketika bertemu dan cinta kita bersemi kepada Yesus, keindahan dan kesejukan kasih-NYA melingkupi jiwa yang kering, membawa suasana baru, memecahkan kebekuan hati. Keinginan Tuhan membawa kita semakin dekat kepada-NYA, karena IA hendak mencurahkan isi hati-NYA, janji kasih-NYA hendak diberitahukan-NYA pada kita. Seiring dengan pertumbuhan benih kasih yang ada dalam diri kita, IA hendak membawa kita kedalam suasana baru dimana semua kein­dahan yang ada di sekitar kita juga sedang bersemi. Kehidupan berjalan paralel, apa yang terjadi di alam roh akan termanifestasi di alam jasmani, artinya seseorang yang sedang mengalami  pertumbuhan rohani, dalam kehidupannya selalu diikuti dengan pertumbuhan janji-janji Tuhan yang juga akan dinyatakan-NYA dalam alam jasmaninya. Iman itu berdampak.
Karena siapa yang mempunyai, kepadanya akan diberi, sehingga ia berkelimpahan; tetapi siapa yang tidak mempunyai, apapun juga yang ada padanya akan diambil dari padanya (Matius 13:12)
Ketika seseorang “dibukakan” tentang rahasia Kerajaan Sorga, Dalam terang Roh Kudus yang telah dicurahkan-NYA menjadikan dirinya insaf akan dosa, kebenaran dan penghakiman (Yohanes 16:8). Kehidupan menjadi berubah, Saulus contohnya. Ketika ia bertemu Tuhan (maaf, ditemui Tuhan), kehidupannya mengalami perubahan yang luar biasa. Ia telah dibawa ke dunia lain yang sangat berbeda dengan dunia lamanya. Dunia yang ada dalam dirinya yang semula penuh dengan kebencian akan nama Yesus, kini berbalik menjadi mengasihi-NYA. Tingkah laku­nya yang menganiaya dan merusak jemaat Tuhan berbalik menjadi membangun. Inilah yang ti­dak dikehendaki oleh “anak laki-laki” – kekuatan duniawi.
Semua kakak laki-laki si gadis takut akan reputasi adiknya bila ia mengikuti langkah sang gembala kekasihnya ke padang. Semua kekuatan duniawi yang ada dalam pikiran memberikan rasa takut akan reputasi diri, memberikan tekanan kepada orang yang jatuh cinta kepada Tuhan, bila mengikuti jejak langkah-NYA ke padang. Kekuatan duniawi ini berusaha untuk membelenggu dan membelokkan arah. Kecemasan akan reputasi memaksa si gadis untuk mengurus kebun anggur “duniawi” milik para kakak laki-lakinya. Mereka memberi tugas-tugas untuk mengurusi kebun anggur agar terpisah dari sang pemuda gembala.
Anggur dalam alkitab adalah gambaran sukacita, sehingga kebun anggur dapat diartikan se­bagai sumber sukacita. Dunia dan keinginannya merupakan penghasil sukacita duniawi yang jauh dari kasih Tuhan. Inilah yang ditawarkan, atau dipaksakan oleh kekuatan dunia atas orang percaya yang “bersemi” – sedang bertumbuh mengasihi Tuhan. Dunia berusaha kuat untuk membelokkan arah kedekatan dengan kasih Tuhan. Reputasi merupakan kebanggaan diri yang paling dipertahankan dunia. Sehingga ketika seseorang yang mulai mendekatkan diri kepada Tuhan dikatakan seperti “sok suci”, “sok rohani” dan sebagainya, seolah harga dirinya dikoyak. Ketika mulai mengikuti jejak Tuhan ke padang “pelayanan”, dunia mengatakan “kurang kerjaan”, “urus diri sendiri kan lebih baik”, “jangan urusi orang lain”, “kamu salah jika tidak seperti orang pada umumnya” dan masih berbagai perkataan yang merendahkan lainnya. Hal ini mengakibat­kan seseorang yang sedang jatuh cinta kepada Yesus masuk ke kebun anggur duniawi. Kasih kepada Yesus akhirnya hanya sebatas perkataan atau pengakuan bibir. Tetapi hati dan pikirannya masih mengerjakan kebun anggur – sumber kesenangan duniawi.
Pikiran yang materialistis, membawa orang mengasihi Yesus sebatas materi yang diterima dari Tuhan. Jika dirinya “diberkati”, barulah mendekat kepada Tuhan, jika tidak “untuk apa ikut Tuhan”. Pikiran rasionalis, membatasi keberadaan Tuhan dengan ukuran pemikiran manusiawi, orang yang demikian hanya mempercayai “apa yang masuk akal” saja. Seorang for­malis, merasa bersalah ketika dirinya berubah dari kebiasaan-kebiasaannya. Ketakutan akan perubahan status sosial tertentu dari seorang eksistensialis membuat dirinya tidak beranjak dari “kursi empuk’ ke­nyamanannya. Saul, raja Israel merupakan contoh orang pilihan yang gagal mengikuti kehendak Tuhan yang akhirnya mengikuti pikiran duniawinya sendiri.
"Karena aku melihat rakyat itu berserak-serak meninggalkan aku...” (1Samuel 13:11)
Rasul Paulus dalam terang Roh Kudus yang membuka pengertiannya, telah mencatat adanya beberapa hal yang dapat menghalangi, menjauhkan atau bahkan dapat menolak pengenalan kita akan Allah. Kekuatan-kekuatan duniawi yang telah mengalami pertumbuhan dalam kehidupan manusia. Bahkan diluar kesadaran kita, kekuatan ini telah tumbuh tak terbendung. Sebagai contoh materialisme, ternyata ia telah hadir seiring dengan pertumbuhan jasmaniah ketika orang tua kita memberi makan, membelikan baju baru, mengajak pergi ke pesta dan sebagainya. Demikian pula moderenisme, ia hadir dalam kehidupan ketika perlunya pendidikan sekolah dibutuhkan bagi pengembangan diri. Rasionalisme berkembang seiring pengalaman kehidupan. Dan masih banyak “isme” lain yang secara tidak kita sadari telah lahir sebagai “kakak laki-laki” dalam kehidupan kita ketika “si gadis” lahir sebagai adik paling bungsu.
Memang kami masih hidup di dunia, tetapi kami tidak berjuang secara duniawi, karena senjata kami dalam perjuangan bukanlah senjata duniawi, melainkan senjata yang diperlengkapi dengan kuasa Allah, yang sanggup untuk meruntuhkan benteng-benteng. Kami mematahkan setiap siasat orang dan merubuhkan setiap kubu yang dibangun oleh keangkuhan manusia untuk menentang pengenalan akan Allah. Kami menawan segala pikiran dan menaklukkannya kepada Kristus. (2Korintus 10:3-5)
"Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di sorga akan dicabut dengan akar-akarnya. (Matius 15:13) 
Semua siasat, kubu-kubu dan benteng yang ada dalam pikiran manusia ini bertumbuh untuk mempertahankan keangkuhan diri – reputasi. Segala sesuatu yang dikerjakan akhirnya bermuara kepada diri sendiri. Sebaliknya Yesus Kristus memberi contoh kepada kita, bahwa didalam ketaatan kasih kepada Bapa Surgawi, IA tidak mengerjakan segala sesuatu diluar kehendak Bapa-NYA. “Bukan kehendak-KU, tetapi kehendak-MU jadilah”. IA tidak takut untuk ditinggalkan sekalipun oleh mereka yang pernah mendapatkan kebaikan dari-NYA. Sebagai manusia IA telah memberi contoh sempurna untuk mengasihi dan hidup hanya untuk Allah – Bapa-NYA.
Mulai dari waktu itu banyak murid-murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. Maka kata Yesus kepada kedua belas murid-Nya: "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (Yo­hanes 6:66-67)
Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, melainkan Aku telah memilih kamu dari dunia, sebab itulah dunia membenci kamu. Janganlah kamu heran, saudara-saudara, apabila dunia membenci kamu. (Yohanes 15:19; 1 Yohanes 3:13)
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (Filipi 2:5-7)
Tuhan ingin kita mengikuti jejak langkah-NYA, untuk mengerjakan segala yang dikehendaki Bapa Surgawi bersama-NYA. Kecemasan akan reputasi seringkali menjadi penghalang untuk mendekat dan melangkah bersama-NYA. Sebagaimana Yesus Kristus tidak mempertahankan reputasi-NYA, dalam rupa Allah IA telah mengambil rupa seorang manusia – hamba, maka seharusnya kita – manusia yang adalah “gambar dan rupa Allah” juga mengambil sikap seperti DIA, dan tidak menempatkan diri kita sebagai allah.

Manusia seringkali meninggikan diri sebagai allah,
tetapi
Allah telah rela merendahkan diri menjadi manusia.

bersambung...