Selasa, 28 September 2010

Ayat-ayat Cinta-04

Aku jatuh cinta

Si gadis jatuh hati pada gembala muda yang lemah lembut dan anggun penampilannya ini. Setiap saat mereka bertemu menjalin kedekatan di bawah pohon apel itu, mengikat janji cinta sejati satu sama lain. Mereka berjanji setia untuk saling mencintai dan terus mencintai sampai mereka bersatu dalam pernikahan.
Pertemuan biasanya berlanjut dengan perkenalan, perkenalan kemudian menjadi pertemanan. Pertemanan bertumbuh menjadi persahabatan, persahabatan berkembang menjadi pertunangan. Pertu­nangan membuahkan pernikahan.
Sebagai mahluk sosial yang hidupnya berdampingan dengan sesamanya, adalah wajar bila kita sebagai manusia senantiasa mengalami perjumpaan satu sama lain. Melalui perjumpaan yang tak terencana sebelumnya, kemudian oleh anugerah Tuhan kita menemukan calon pasangan hidup. Rasa tertarik mendorong rasa simpati. Perasaan ini sebenarnya timbul karena kebutuhan diri sehubungan dengan berbagai macam latar belakang. Kebutuhan untuk mendapat pertolongan itulah yang mendorong Adam (manusia) untuk mencari pasangan yang sepadan dengan dia.
Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia. (Kejadian 2:20)
Inilah yang menjadi dasar dari setiap terjalinnya hubungan perkawinan-pernikahan. Dan justru karena dorongan kebutuhan diri, maka kebanyakan orang mencari pasangan untuk memenuhi kebutuhan atau menutupi kekurangannya.
Ketika panas terik dunia ini melanda, kehidupan menjadi terasa kering. Kondisi ekonomi, bencana alam, kejahatan dan segala sesuatu yang terjadi di dunia ini telah melanda dan menekan seluruh umat manusia. Jiwa manusia menjadi letih lesu, tertekan, gelisah, ketakutan bahkan putus asa. Apa yang akan terjadi dimasa depan telah merupakan ketakutan terbesar dalam kehidupan ini. Tempat perteduhan yang sempurna kita butuhkan agar kekeringan, kehausan dan kematian tidak terus menimpa. Pohon apel – pengetahuan akan kebenaran sejati kita butuhkan agar kita terluput dari kematian kekal. Ketika kita mencari tempat perteduhan yang sejati dengan kesadaran akan adanya kematian kekal oleh karena panasnya dunia ini, maka kita bertemu dengan “bocah angon” – sang pemuda gembala yang lemah lembut dan anggun penampilannya.
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. (Matius 11:28-29)
Akulah gembala yang baik. Gembala yang baik memberikan nyawanya bagi domba-dombanya (Yohanes 10:11)
Orang yang kaya ingin lebih kaya lagi, orang yang berhasil tidak puas dengan keberhasilannya. Segala sesuatunya telah menjadi pendorong untuk lebih lagi dan lebih lagi. Sehingga hal ini menjadi te­kanan baru dalam kehidupan. Ketika kita melihat segala sesuatu yang berasal dan ada dalam dunia ini tidak dapat memuaskan, bahkan cenderung mendorong agar kita semakin mengejarnya – sekalipun hal ini tidak dapat menjamin masa depan yang sesungguhnya.
Mereka makan dan menjadi sangat kenyang; Ia (Allah) memberikan kepada mereka apa yang mereka inginkan. Mereka belum merasa puas, sedang makanan masih ada di mulut mereka (Maz­mur 78:29-30)
Solaiman atau Salomo adalah raja Israel yang paling besar sepanjang sejarah umat manusia telah menuliskan pemikiran hikmatnya dalam banyak ayat dalam kitab Amsal dan Pengkotbah. Sebagai raja, ia telah memiliki segalanya, harta, tahta dan wanita, semuanya dekat dengan dia. Tetapi dalam pergumulan bathinnya ia berkata “segalanya sia-sia”
Kesia-siaan belaka, kata Pengkhotbah, kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia. (Pengkot­bah 1:2).
Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat. (Pengkotbah 8:13-14)
Kitab Pengkotbah diakhiri dengan kesimpulan sang raja tentang apa yang paling penting dan wajib dikerjakan oleh semua orang. Salomo dengan segala kemegahannya menyadari bahwa hal terpenting dalam hidupnya adalah ary (yare’), rasa takut yang timbul karena menghargai dan menghormati Tuhan.
Takut akan Allah mendatangkan hidup, maka orang bermalam dengan puas, tanpa ditimpa malapetaka. (Amsal 19:23)
Tetapi tentu saja rasa takut akan Allah ini baru hadir dalam kehidupan, ketika kita menyadari dan menerima kenyataan bahwa Allah itu ada. Sebab ketika kesadaran akan keberadaan Allah ini ada dalam diri, maka segala aspek keberadaan Allah itu kita akui. Pengakuan atas kehadiran-NYA yang maha hadir, maha kuasa, maha kasih dan maha segala-galanya termasuk apa saja yang telah, sedang dan akan  diperbuat-NYA. Pengakuan akan apa yang telah diperbuat-NYA menjadikan kita bersyukur atas anugerah kasih-NYA, pengakuan akan apa yang sedang dikerjakan-NYA menjadikan kita berusaha untuk ikut serta mengerjakan dan melayani-NYA, pengakuan akan apa yang akan dikerjakan-NYA membuat kita berharap dan mencari perkenan-NYA.
Salomo menjelaskan bahwa ketenangan jiwa hanya akan terpenuhi ketika keberadaan kita dekat dengan Tuhan. Kalimat “bermalam dengan puas” menunjuk kepada suatu waktu dimana mata kita tertu­tup oleh kegelapan. Secara hurufiah memang ini menunjuk kepada malam hari, dimana para pencuri dan kejahatan malam beraksi. Tetapi ini juga menunjuk kepada saat dimana kita menutup mata – tidur dalam arti kematian jasmani. Oleh karena rasa takut akan datangnya pencuri dimalam hari, maka rumah dibuat berpintu, berpagar bahkan penjaga disiapkan. Rasa takut akan “menutup mata” telah mendorong manu­sia berusaha untuk menyenangkan Tuhan. Tetapi apakah usaha untuk menyenangkan Tuhan yang dikerjakan oleh manusia ini benar dimata Tuhan, atau justru hanya menghasilkan kepuasan diri karena seolah-olah diri­nya telah menyenangkan Tuhan. Bagaimana mungkin manusia dapat mendekati Tuhan dan menyenang­kannya? Keadaan berdosa telah membatasi bahkan menjadi benteng yang memisahkan manusia de­ngan Tuhan. Yang maha suci terlalu suci untuk didekati dosa atau manusia berdosa.
Tuhan maha pengasih dan penyayang, oleh karena manusia tidak mungkin dapat mendekat kepada-NYA maka IA yang mendekat kepada manusia.
Terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang, sedang datang ke dalam dunia. Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya. (Yohanes 1:9-10)
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16)

Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. IA pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh DIA dan tanpa DIA tidak ada suatupun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan. Dalam DIA ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasai-NYA. Fir­man itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-NYA, yaitu ke­muliaan yang diberikan kepada-NYA sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran. Inilah kesaksian Yohanes akan Yesus Kristus, sang Firman yang menjadi manusia. Yesus Kristus-lah sang gembala agung seluruh umat manusia. Ada jaminan hidup didalam-NYA, bukan hanya untuk kehidupan yang sekarang saja tetapi juga untuk kehidupan dimasa yang akan datang. DIA telah datang ke dunia sehingga memungkinkan kita untuk menerima dan mendekat kepada-NYA. DIA-lah jalan masuk untuk mendekat kepada Allah, DIA-lah pintu yang memungkinkan kita keluar dari tekanan dunia.
  Panas terik dunia telah dan terus menimpa kita; ketakutan dan kegelisahan akan “malam hari” yang segera tiba membuat jiwa kita menjadi letih lesu. Kini oleh anugerah kasih-NYA yang besar, DIA telah memberi­kan Yesus Kristus – Pribadi-NYA sendiri bagi kita sebagai jalan keluar sekaligus pintu masuk kerajaan-NYA. Seharusnya kita menerima dan menyambut kasih-NYA yang besar itu dengan memberi­kan kasih kita hanya kepada-NYA.
Saulus dalam pergulatan hidupnya untuk mendapatkan perkenan Tuhan, telah berusaha sekuat tenaga untuk menegakkan hukum yang diajarkan nenek moyang Israel, ia menjadi murid Gamaliel dan sangat giat bekerja bagi Allah menurut pengertian ajaran Farisi. Menganggap ajaran “kebenaran” nenek moyangnya sebagai sesuatu yang perlu dibela. Ia telah menganiaya, menangkap juga memasukkan je­maat pengikut jalan Tuhan kedalam penjara. Iapun setuju untuk membunuh demi tegaknya ajaran nenek moyangnya. Panas terik dunia begitu kuatnya sehingga ia berusaha mendapat tempat berteduh dibawah pohon Kedar. Ia sadar akan api penghukuman yang akan datang, sehingga usaha yang dilakukannya begitu kuat. Kesadaran untuk mencari perkenan Tuhan itulah yang membawanya bertemu dengan Yesus Kristus – lebih tepatnya Yesus Kristuslah yang menemuinya – sehingga kehidupannya menjadi berubah, ia jatuh cinta kepada-NYA. Kebenaran yang sejati akhirnya menjumpai dan berbicara kepadanya. Pengenalan­nya akan Yesus membuatnya menyadari betapa besar kasih yang diberikan kepadanya. Kasih karunia yang besar dari Bapa surgawi itu telah membuatnya sangat mengasihi Tuhan. Kebersamaannya dengan Ye­sus telah membuatnya kuat dalam menghadapi “panas terik” yang menerpa dirinya. Si gadis itu akhirnya bertemu dengan “bocah angon” sang pemuda gembala itu, dan jatuh cinta kepadanya. Ia kemu­dian mengikat janji setia dengannya.
Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus? Penindasan atau kesesakan atau pengani­ayaan, atau kelaparan atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada tertulis: "Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba sembelihan." Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita. (Roma 8:35-39)
Pengenalan akan besarnya kasih yang diberikan oleh pasangan menentukan besarnya balasan kasih. Artinya sama seperti hukum jual beli, harga yang diberikan haruslah sesuai dengan barangnya. Kalau ada orang yang berpihak kepada kita, sewajarnyalah kita berpihak kepada orang itu. Atau bila ada orang yang mati-matian membela kita, sepantasnyalah jika kita juga mau membela mati-matian terhadap orang yang demikian. Kasih seharusnya tidak bertepuk sebelah tangan. Tanggapan kasih dari Sau­lus tidaklah berlebihan sebab pada ayat-ayat sebelumnya ia menjelaskan kasih Tu­han yang telah ia terima.
Sebab itu apakah yang akan kita katakan tentang semuanya itu? Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan kita? Ia, yang tidak menyayangkan Anak-Nya sendiri, tetapi yang menyerahkan-Nya bagi kita semua, bagaimanakah mungkin Ia tidak mengaruniakan segala sesuatu kepada kita bersama-sama dengan Dia? Siapakah yang akan menggugat orang-orang pilihan Allah? Allah, yang membenar­kan mereka? Siapakah yang akan menghukum mereka? Kristus Yesus, yang telah mati? Bahkan lebih lagi: yang telah bangkit, yang juga duduk di sebelah kanan Allah, yang malah menjadi Pembela bagi kita? (Roma 31-34)

Jika kita menerima cinta-NYA, kita dapat mencintai-NYA
Sudahkah Anda jatuh cinta kepada Yesus Kristus?

bersambung…

Kamis, 09 September 2010

Ayat-ayat Cinta-03

Tempat berteduh


Pada suatu saat ketika menggembalakan domba, sebagaimana kebiasaan para gembala beristirahat dibawah pohon untuk berteduh dari terik panas matahari, gadis ini bertemu dengan seorang gembala yang juga sedang berteduh, seorang pemuda yang lemah lembut dan anggun penampilannya. Hubungan mereka berlanjut hingga si gadis bertunangan dengan pemuda gembala ini.(Kidung Agung 1:7; 2:16; 6:3)

Kita tentunya tidak dapat menyangkal bahwa setiap manusia dalam hidup bermasyarakat senantiasa berjumpa dengan berbagai peristiwa dan pengalaman diantara sesamanya. Hal ini pastilah terjadi karena sebagai mahluk sosial, manusia butuh hidup berdampingan, saling melengkapi kebutuhan bahkan juga ada ketergantungan diantara hubungan mereka. Dalam kitab Kejadian, ketika Allah selesai menciptakan bumi dan segala isinya, IA menciptakan Adam. Ketika Adam melaksanakan apa yang dipercayakan padanya, ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.
Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.(Kejadian 2:20)
Adam – manusia itu membutuhkan penolong yang sepadan dengan dia, “like himself” – yang sama dengan dia – manusia. Teman kerja yang cocok dengannya. Sebagaimana Adam, setiap manusia mem­butuhkan penolong untuk dirinya. Penolong yang dapat memberi pertolongan ketika mengerjakan ladang, mengangkat barang, sebagai teman ngobrol, juga untuk menggenapi kehendak Tuhan.
Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? (Mazmur 121:1)
Dalam pembahasan sebelumnya, kita telah berjumpa dengan keluarga janda dengan beberapa anak laki-laki dan seorang anak perempuannya. Mereka hidup sebagai petani dan peternak. Anak-anak janda ini mengelola kebun anggur juga menggembalakan domba. Seperti kebiasaan yang dilakukan semua orang, berteduh ketika panas terik, menghindari panas matahari, demikian juga anak-anak si janda. Mereka juga biasa berteduh dibawah pohon ketika menggembalakan domba di padang. Selain mereka beristirahat, mereka juga dapat bercengkrama dengan gembala-gembala lain yang juga berteduh disitu.
Aras atau kedar, adalah pohon yang banyak dicatat dalam alkitab, banyak tumbuh di daerah Palesti­na – teristimewa di Libanon. Kayunya sering dipakai sebagai bahan bangunan karena kuat. Akarnya dalam, pohonnya tinggi, cabang-cabangnya panjang, daunnya beraroma dan selalu hijau, pohon yang tepat untuk berteduh para gembala. Tercatat bahwa:
… pohon aras …, penuh dengan cabang yang elok dan daun yang rumpun sekali; tumbuh­nya sangat tinggi, puncaknya sampai ke langit …tumbuhnya lebih tinggi dari segala pohon di padang; ranting-rantingnya menjadi banyak, cabang-cabangnya menjadi panjang lantaran air yang melimpah datang. (Yehezkiel 31:3, 5)
Disamping manfaatnya sebagai tempat perteduhan gembala dan bahan bangunan; alkitab juga mencatat kegunaan lain dari pohon aras ini, bagian dari ritual Israel.
maka imam harus memerintahkan, supaya bagi orang yang akan ditahirkan itu diambil dua ekor bu­rung yang hidup dan yang tidak haram, juga kayu aras, kain kirmizi dan hisop. (Imamat 14:4)
Dan imam haruslah mengambil kayu aras, hisop dan kain kirmizi dan melemparkannya ke tengah-tengah api yang membakar habis lembu itu.(Bilangan 19:6)

Pohon Aras
Gambar Pohon Kedar
Dari ayat-ayat diatas, kita mendapatkan gambaran tentang fungsi kayu aras secara jasmaniah dan rohaniah. Secara jasmaniah, pohon aras merupakan tempat perteduhan yang tepat, secara rohaniah kayu aras berfungsi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari alat pentahiran; penyucian dari kenajisan penyakit kusta, penyucian dari kenajisan karena terkena mayat, juga kenajisan karena dosa. Pentahiran perlu dilakukan agar Kemah Suci Tuhan – Bait Allah tidak menjadi najis. Orang yang tidak ditahirkan ha­rus dilenyapkan dari Israel. Itulah ketetapan untuk selama-lamanya. (Bilangan 19)
Suatu keadaan yang memberi rasa aman, tenteram dan sejahtera juga dibutuhkan oleh gejolak jiwa dalam kehidupan ini. Panas api dunia ini membakar jiwa; rasa lapar dan haus menghasilkan emosi yang kerap kali menimbulkan amarah, kemiskinan menghasilkan ketakutan akan masa depan yang membuat rasa gelisah, juga jaminan keselamatan yang menimbulkan kebimbangan, semuanya mengikuti kehidup­an kita. Keduniawian, segala sesuatu yang berasal dari dunia juga ditawarkan oleh dunia sebagai tempat perteduhan jiwa. Tetapi yang muncul justru sebaliknya, rasa kenyang karena kecukupan makanan tidak membuat emosi manusia menjadi tenang. Kekayaan justru menimbulkan keinginan untuk menjadi lebih kaya. Jiwa semakin letih karena segala sesuatu yang berasal dari dunia tidak dapat memberi perteduhan baginya. Perteduhan dalam bentuk kekayaan, kepandaian, kedudukan, dan lain-lain yang diberikan dunia ternyata tidak dapat memberikan ketenangan jiwa. Itulah sebabnya manusia senantiasa gelisah dan tak pernah puas.
Pohon Kedar merupakan tempat perteduhan sekaligus secara rohani adalah alat pentahiran. Tetapi perlu diperhatikan disini bahwa kayu Kedar hanyalah sebagian kecil dari alat penntahiran. Manusia me­mang akan mendapatkan “perteduhan” jiwa ketika dirinya ditahirkan dari dosa. Itulah sebabnya setiap kali upacara pentahiran perlu dilakukan. Tanpa pentahiran maka manusia selayaknya dimusnahkan oleh Tu­han. Inilah yang senantiasa meresahkan jiwa manusia, dosa yang mengikuti manusia, sehingga kecen­derungan hati manusia senantiasa membuahkan yang jahat. Pohon kehidupan manusia senantiasa diba­yang-bayangi panasnya neraka. Inilah keresahan dan kegelisahan manusia.
Pohon Kedar tidak dapat menjadi tempat perteduhan sekalipun pohon ini layak dipakai sebagai tem­pat perteduhan. Pohon Kedar hanya memberikan sebagian kecil rasa aman dari panas api neraka. Pen­tahiran yang dilakukan dengan kayu Kedar harus dilakukan berulang-ulang. Pentahirannya tidak sempur­na. Manusia memerlukan pentahiran yang sempurna supaya jiwanya benar-benar mendapat perteduhan.
Jika kehidupan kita dibangun dengan kuat, maka ketika banjir, badai dan angin ribut melanda, kehidupan kita tetap kokoh. Alkitab menjelaskan bahwa kehidupan kita seperti pohon, kita perlu berakar di dalam Yesus. DIA sebagai fondasi bertumbuhnya kehidupan kita, sebagai batu karang yang teguh IA telah merelakan hidup-NYA agar pohon kehidupan kita dapat berakar  dalam DIA. Sungguh anugrah yang besar dan luar biasa! Selain itu kita sebagai manusia juga tidak luput dari panas terik matahari ketika bekerja di muka bumi ini. Seca­ra jasmani juga rohani manusia “berpeluh” dalam menjalani kehidupan ini. Peluh, hasil dari kutuk dosa mengakibatkan kelelahan dan kehausan terjadi. Kita perlu ditahirkan juga tempat untuk “berteduh” dari matahari yang menguras keringat kita, perlu “air” untuk memuas kan kehausan kita.
Maka dengan berpeluh mukamu engkau akan makan rezekimu sehingga engkau kembali pula kepada tanah, karena dari padanya engkau telah diambil; bahwa abulah adamu, maka kepada abu­pun engkau akan kembali juga.( Kejadian 3:19)

Terjadinya perjumpaan
Suatu saat ketika anak perempuan yang masih gadis dari keluarga janda ini menggembalakan domba-domba yang dipercayakan padanya, siang hari itu ia berteduh dibawah pohon untuk beristira­hat. Ketika berteduh di bawah pohon itulah si gadis bertemu dengan seorang pemuda, seorang gembala muda yang lemah lembut dan anggun penampilannya.
Manusia sebagaimana kita ketahui adalah  mahluk lemah yang dilahirkan dalam dunia, dikuasai oleh banyak “kakak laki-laki” – kekuatan dunia, yang hidup dalam keduniawian. Perlu mendapatkan tempat untuk berteduh ketika panas terik dunia menguras kekuatan dirinya.
Demikian juga gadis gembala ini, ia mencari tempat perteduhan ketika panas terik. Ketika jiwanya mencari tempat perteduhan dari panasnya gejolak api asmara, ia menggambarkan kekasih jiwanya sebagai pohon Apel (Kidung Agung 2:3). Bahkan secara realitas, mereka menjalin kasih dibawah pohon Apel (Kidung Agung 8:5). Mengapa pohon Apel yang menjadi pilihan, bukan pohon Kedar? Apakah pohon Apel dapat dijadikan tempat berteduh?
Pohon Apel, merupakan spesies Malus Domestica dalam famili Rosaceae, merupakan pohon yang selalu hijau dari genus Malus yang paling dikenal dan diusahakan oleh manusia. Pohon Apel ini dapat mencapai tinggi 12 meter dalam pertumbuhannya. Diperkirakan, pohon Apel merupakan pohon yang pertama kali diusahakan manusia untuk diambil hasilnya. Kualitasnya telah mengalami perjalanan ribuan tahun. Alexander the Great, pada tahun 300 sebelum masehi, adalah penemu pohon Apel kerdil dari Asia Minor, yang kemudian membawanya ke Macedonia. Sementara itu beragam perbedaan genus Malus ini berada di Turki Barat.

Gambar Pohon Apel
Tentulah sangat memungkinkan untuk berteduh dibawah pohon Apel ini, karena ketinggiannya mampu mencapai 12 meter. Sebagai pohon dewasa tentulah produktifitas buahnya tinggi. Pohon Apel mulai berbunga seiring berseminya daun baru ketika musim semi tiba. Artinya, ketika dipakai sebagai tempat perteduhan tentulah daun-daun baru pohon Apel sudah memenuhi seluruh cabang dan ranting-rantingnya, dipenuhi dengan buah yang bergelayutan disana sini. Sungguh penampilan yang indah dan luar biasa di padang penggembalaan ketika itu.
Apel sering kali ditampilkan dalam banyak tradisi agama, biasanya menggambarkan buah mistis dan buah terlarang. Dalam mitologi Yunani, apel dikaitkan dengan Aphrodite – dewi cinta, sehingga memberikan buah apel merupakan simbol pernyataan cinta kepada seseorang, sementara penerima buah apel tersebut secara simbolis menunjukkan penerimaan terhadap cintanya.
Sebuah puisi pendek yang ditulis oleh Plato sehubungan dengan apel ini,
I throw the apple at you, and if you are willing to love me, take it and share your girlhood with me; but if your thoughts are what I pray they are not, even then take it, and consider how short-lived is beauty.
Sekalipun buah terlarang dalam kitab Kejadian tidak diketahui identitasnya, tradisi Kristen populer menyebutkannya sebagai buah apel yang diberikan oleh Hawa kepada Adam. Ini mungkin diambil berdasarkan lukisan-lukisan yang ditambah elemen mitologi Yunani kedalam gambaran Alkitab. Dalam kasus ini, buah tanpa nama dalam taman Firdaus telah dipengaruhi kisah apel emas yang ada dalam taman Hesperides. Buah tanpa nama itu kemudian dikenali sebagai buah apel. Sementara itu dalam bahasa Latin, pemakaian kata untuk "apple" dan "evil" hampir sama dalam bentuk tunggalnya; malus—apple, malum—evil; tetapi identik dalam bentuk jamaknya mala. Sebagai akibatnya, dari kisah Adam dan Hawa tersebut, buah apel dijadikan simbol bagi pengetahuan, kekekalan, cobaan, kejatuhan manusia dalam dosa atau dosa itu sendiri.
Kidung Agung mencatat di bawah pohon Apel, disanalah si gadis berteduh, bertemu dengan sang gembala kekasihnya. Di bawah pohon Apel itulah mereka mengikat janji, menjalin kasih. Pengetahuan akan kebenaran kekal akan melindungi kita agar jauh dan terluput dari dosa. Tentulah pengetahuan tentang kebenaran kekal ini hanya dapat datang dari Tuhan sendiri. Itulah sebabnya raja Daud sebagai manusia yang lemah dalam mazmurnya menyatakan, bahwa tempat pertolongan dan perteduhan yang menaunginya adalah Tuhan.
Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi. Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu. Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam. (Mazmur 121:2-6)
Sungguh merupakan tempat perteduhan yang sempurna, keberadaan-NYA yang “selalu hijau” maha hadir akan terus memberikan naungan dimanapun keberadaan kita. Sebagai Penjaga yang tidak pernah terlelap, IA akan memberikan penjagaan sepanjang waktu. Dalam ayat-ayat diatas, kata “tidak terlelap” ini ditulis dua kali berurutan, hal ini menunjukkan penegasan atau sebuah keberadaan yang mutlak. Seperti keberada­an daun pohon Apel yang selalu hijau dan lebat buahnya, memberi perteduhan, kesejukan dan kenyamanan dibawah panas terik matahari. Secara rohani, Tuhan akan memberikan kelegaan kepada siapapun yang datang mendekatkan diri pada-NYA.
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.(Matius 11:28)
Ketika Israel diserakkan Tuhan dan hidup diantara bangsa-bangsa, tertekan secara rohani karena beribadah kepada illlah yang mati, illah buatan manusia, yang tidak dapat melihat, mendengar dan men­jawab doa. Kehidupan yang penuh dengan “panas matahari” yang menjadikan kerohanian kering. Demikian pula ketika “kekeringan” melanda kehidupan kita, inilah waktu yang tepat untuk mencari Tuhan. Maksudnya kita harus mencari Tuhan dengan “kehausan” hati sebagaimana Daud sebagai pemazmur ia berkata: “Aku menadahkan tanganku kepada-Mu, jiwaku haus kepada-Mu seperti tanah yang tandus”. (Mazmur 143:6) 
Dan baru di sana engkau mencari TUHAN, Allahmu, dan menemukan-Nya, asal engkau menanyakan Dia dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu. Apabila engkau dalam keadaan terdesak dan segala hal ini menimpa engkau di kemudian hari, maka engkau akan kembali kepada TUHAN, Allahmu, dan mendengarkan suara-Nya. Sebab TUHAN, Allahmu, adalah Allah Penyayang, Ia tidak akan meninggalkan atau memusnahkan engkau dan Ia tidak akan melupakan perjanjian yang diikrar­kan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu. (Ulangan 4:29-31)
Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati! (Yakobus 4:8) 
Apakah yang dapat mentahirkan dosa? Darah kurban? Persembahan kekayaan atau uang? Perbua­tan baik? Tidak ada satupun yang berasal dari dunia dapat mentahirkan manusia dari dosa yang dapat mendekatkan kepada Allah. Tetapi Yesus Kristus, sang Gembala yang lemah lembut dan rendah hati, DIA yang berasal dari Allah itu telah memberi pengharapan pada kita untuk dapat mendekat pada Allah.
… tetapi sekarang ditimbulkan pengharapan yang lebih baik, yang mendekatkan kita kepada Al­lah.(Ibrani 7:19)
Ketika kita dengan segenap hati dan segenap jiwa “datang” memberi diri kepada-NYA (sekalipun faktanya: IA yang datang kepada kita – Yohanes 3:16), ketika kita berteduh dibawah naungan kasih-NYA, disanalah kita bertemu dengan-NYA.


bersambung...

Rabu, 08 September 2010

Kerajaan-MU datanglah-04

Embrio Israel moderen – Kibbutz selayang pandang

Kibbutz, adalah sebuah kata Ibrani untuk “tempat tinggal bersama”. Merupakan komunitas yang unik dengan sebuah dedikasi untuk saling menguntungkan dan keadilan sosial; sebuah sistem sosial-ekonomi yang berdasarkan prinsip penggabungan kepemilikan pribadi, ke samaan hak dan ko-operasional dalam produksi, konsumsi dan pendidikan; memenuhi ide “dari masing-masing sesuai dengan kemampuannya, bagi masing-masing sesuai dengan kebutuhannya”; sebuah rumah bagi siapa yang memilihnya.
Kibbutz pertama didirikan sekitar 40 tahun sebelum pembentukan Negara Israel di tahun 1948. De gania (dari kata Ibrani “dagan”, berarti gandum), berlokasi di selatan danau Kinneret, didirikan pada tahun 1909 oleh sebuah kelompok perintis diatas tanah yang diperoleh dari Jewish National Fund. Para pendiri adalah perintis Yahudi yang masih muda usia, terutama berasal dari Eropa Timur, yang datang tidak hanya untuk menempati kembali tanah nenek moyang mereka, tetapi juga untuk menempa sebuah jalan hidup yang baru. Jalan yang mereka lewati tidaklah mudah; lingkungan yang asing, tidak berpengalaman pekerjaan fisik, kurang pengetahuan dalam bidang pertanian, tanah gersang yang terabaikan berabad-abad, sulitnya air dan dana yang sedikit merupakan kesulitan-kesulitan yang menghadang mereka. Di menangkan melalui banyak kerja keras, mereka berhasil mengembangkan komunitas-komunitas yang maju dengan pesat yang berperan sangat menonjol dalam pendirian dan pembangunan negara.  
Sekarang ini ada sekitar 270 kibbutzim (bentuk jamak dari kibbutz), dengan jumlah keanggotaan antara 40 sampai lebih dari 1000 orang, yang tersebar diseluruh negeri. Banyak diantaranya beranggota kan 300 sampai 400 orang dewasa dalam sebuah populasi 500-600. Kebanyakan kibbutzim merupakan salah satu dari tiga gerakan kibbutz nasional, yang teridentifikasi dari prinsip masing-masing.

Organisasi
Kebanyakan kibbutzim memiliki rancangan yang hampir sama. Area tempat tinggal dirancang secara teliti tergantung rumah-rumah anggota dan taman-taman, rumah anak-anak dan tempat bermain bagi setiap kelompok usia dan fasilitas bersama seperti ruang makan, auditorium, perpustakaan, kolam renang, lapangan tennis, klinik medis, penatu, toko dan lain-lain. Sebagian kehidupan dipakai untuk menggembalakan ternak dan peternakan ayam, sebagai salah satu atau bagian tanaman industri. Tanah pertanian, kebun buah-buahan, kolam-kolam perikanan diletakkan sebagai batas wilayah kerja. Untuk menjangkau satu tempat ke tempat lain dalam kibbutz, dapat dilakukan dengan jalan kaki atau bersepeda, kereta elektrik biasanya digunakan bagi orang-orang tua.
Kibbutz berfungsi sebagai sebuah demokrasi langsung. Seluruh anggotanya bersama-sama menentukan kebijakan, memilih pemimpin, mengatur anggaran dan menerima anggota baru. Tidak hanya berfungsi sebagai pengambil keputusan bagi seluruh tubuh, tetapi juga sebagai forum dimana setiap anggota dapat mengemukakan pendapat dan pandangannya
Tugas-tugas harian ditangani oleh komite terpilih, berkaitan dengan wilayah kerja seperti perumahan, pengaturan keuangan, perencanaan produksi, kesehatan dan budaya. Beberapa pejabat komite ini, bersama-sama dengan pimpinan kibbutz (sekretaris) membentuk eksekutif kibbutz. Posisi sekretaris disamping sebagai koordinator kerja dan pengumpul keuangan, juga sebagai pengatur, sepenuh waktu, sementara anggota komite lainnya mengerjakan tugas-tugas harian tambahan sesuai dengan bagiannya.

Menjadikan padang gurun berbuah lebat.
Bagi para pendiri, mengerjakan tanah nenek moyang dan mengubah penduduk kota menjadi petani adalah sebuah ideologi, bukan sekedar sebuah jalan untuk mengusahakan sebuah hubungan kehidupan. Setelah bertahun-tahun, para petani kibbutz berhasil membuat tanah gersang menjadi produktif, dengan ladang-ladang pertanian, kebun buah-buahan, peternakan ayam, pemerahan susu dan perikanan serta banyak industri agro-organik lainnya.
Melalui kombinasi kerja keras dan pengembangan metode pertanian, Israel menjadi penghasil terbesar dari produk agro yang diperhitungkan dunia pada saat ini.
Tidak dapat disangkal, sejalan dengan perkembangannya, aktifitas kibbutzim sekarang ini mencakup banyak bidang industri, tetapi sebagian besar dari mereka masih tetap pertanian.
Meskipun produk-produk industri meliputi banyak hal, dari mode pakaian sampai sistem irigasi, tetapi sebagian besar industri kibbutz dititik beratkan pada tiga cabang utama : pengerjaan besi, plastik dan proses makanan. Kebanyakan fasilitas industri yang tersedia tidak begitu banyak, dengan pekerja kurang dari 100 orang.  
Diberbagai bidang, kibbutzim telah menyatukan sumber-sumber mereka, mendirikan perusahaan-perusahaan regional seperti mesin pemecah biji kapas dan pabrik-pabrik pengepakan unggas, dan juga mengadakan pelayanan secara menyeluruh dari kompilasi data komputer sampai kerja sama perdagangan dan pemasaran. Kontribusi kibbutzim kepada produk negara, baik dalam bidang pertanian ( 33 % dari tanah pertanian ) maupun dalam bidang industri ( 6,3 %  dari barang-barang industri ) adalah jauh lebih besar daripada saham populasi mereka ( 2.5 % ). Dalam tahun-tahun terakhir, penambahan jumlah kibbutzim telah dipusatkan menjadi obyek pariwisata, dengan fasilitas rekreasi seperti rumah bagi para tamu, kolam renang, mengendarai kuda, lapangan tennis, museum, peternakan hewan eksotik dan ta man air untuk orang Israel dan para turis juga.
Karena populasi Israel semakin bertambah dan berkembang pusat-pusat kota, sedangkan kibbutzim sendiri sebenarnya didirikan didaerah pinggiran kota, sehubungan dengan hal ini maka banyak dari mereka sekarang menawarkan berbagai macam layanan kepada masyarakat seperti misalnya layanan laundry, catering, toko-toko, dan perawatan anak, termasuk kemah musim panas.

Etika kerja
Para anggota dipekerjakan dalam jangka waktu yang bervariasi, sementara fungsi-fungsi yang yang rutin seperti tugas dapur dan ruang makan dilaksanakan secara bergilir. Setiap cabang ekonomi dipimpin oleh seorang admistrator terpilih yang diganti setiap 2-3 tahun sekali. Seorang koordinator ekonomi harus bertanggung jawab untuk mengatur seluruh cabang pekerjaan, melaksanakan produksi serta merencanakan investasi.
Walaupun management berkembang secara professional, kibbutzim terus mengadopsi berbagai metode administrasi dan organisasi untuk mengadaptasi struktur ekonomi mereka sesuai dengan kebutuhan zaman tanpa meninggalkan pola tanggung jawab bersama dan kesetaraan dalam pekerjaan.
Para wanita memperoleh hak yang sama dalam pekerjaan. Kibbutz terbuka untuk mereka dalam semua bidang pekerjaan yang ada di kibbutz. Akan tetapi berbeda dengan para wanita kibbutz dua generasi terdahulu yang mencoba “membuktikan” kesetaraan mereka dengan melakukan pekerjaan pria, saat ini mayoritas wanita enggan terlibat dalam bidang pertanian dan industri, mereka lebih menyukai pekerjaan dalam bidang pendidikan, kesehatan dan bidang layanan lainnya. Sementara itu anggota lama menerima penempatan kerja yang sesuaI dengan kesehatan dan stamina mereka.


Jemaat mula-mula
Kibbutz
Tubuh Kristus
persembahan di kaki rasul-rasul
penggabungan milik pribadi
dikumpulkan pada 
rumah perbendaharaan
sesuai dengan kebutuhan
sesuai dengan kebutuhan
sesuai dengan               kadarnya
kebersamaan
Kooperasional
satu tubuh, satu Roh
satu tujuan
satu tujuan
satu tujuan
tantangan sistem agamawi
tantangan alam dan keahlian
tantangan rohani dan sistem duniawi
pemimpin dipilih 
dan diuji oleh seluruh anggota (Didache)
pemimpin 
dipilih seluruh anggota
demokrasi langsung
Kristus 
sebagai pemimpin,
dipilih seluruh anggota

Ayat-ayat Cinta-02

Janda dan keluarganya

Ada sebuah keluarga janda di daerah Sulam (biasanya disamakan dengan Sulem atau Sunem, sekarang Solam) berada sekitar 5,6 kilometer dari Zerin, sebelah utara Yizreel. Janda ini memiliki bebe­rapa anak laki-laki dan seo­rang anak perempuan. Keluarga ini hidup sebagai petani dan peternak. Se­mua anak laki-laki dalam kelu­arga janda ini sangat mengasihi dan memberi perhatian khusus kepada satu-satunya adik perempu­an mereka. Janji agar keamanan, kenyamanan dan kebaikan bagi kehidupan sang adik yang masih gadis ini senantiasa diberikan oleh kakak-kakaknya. (Kidung Agung 6:13; 8:5; 8-8).
יִזְרְעֶאל (Strong’s 3157) dibaca yiz-reh-ale’, ditulis dalam alkitab bahasa Indonesia Yizreel, artinya “God will sow” – “Tuhan akan menabur”, "God sows" – "Tuhan menabur", atau "that which God planted" – "yang ditanam Tuhan", di tanah Kanaan secara geografis merupakan sebuah tempat yang subur.
Bagi suku Isakhar keluarlah undian yang keempat, yakni bagi bani Isakhar menurut kaum-kaum mereka. Daerah mereka ialah Yizreel, Kesulot, Sunem, Hafaraim, Sion, Anaharat, Rabit, Kisyon, Ebes, Remet, En-Ganim, En-Hada dan Bet-Pazes. Batas daerah itu menyinggung Tabor, Sahazima dan Bet-Semes; dan batas daerah mereka berakhir di sungai Yordan; enam belas kota dengan desa-desanya. Itulah milik pusaka suku bani Isakhar menurut kaum-kaum mereka, kota-kota itu dengan desa-desanya. (Yosua 19:17-23)
Nabot, orang Yizreel, mempunyai kebun anggur di Yizreel, di samping istana Ahab, raja Samaria, yang memegang kuasa raja atas Israel (1 Raja 21:1; 7)
Dari ayat-ayat diatas, kemungkinan besar keluarga ini termasuk salah satu keturunan dari suku Isa­khar yang tinggal di Sulam, atau Sunem yang secara hurufiah bermakna “double resting place”, sebuah tempat perhentian ganda, tempat yang paling nyaman untuk kehidupan “beristirahat” karena daerahnya sangat subur. Tempat yang sangat sesuai untuk kehidupan petani dan peternak karena hasil tanahnya berkelimpahan. Rumput disana selalu hijau, sehingga ternak tidak kekurangan pakan. Itulah sebabnya kebun raja-raja ada disana “Baal Hamon” – lord (possessor) of abundance – pemilik kelimpahan. Oleh karenanya Ahab sangat menginginkan kebun anggur Nabot, sebagai raja Israel ketika itu dengan segala daya upaya dilakukan untuk mendapatkan kebun anggur itu.
Ketika Allah menciptakan bumi dan segala isinya, segala sesuatu yang dikerjakan-NYA “sungguh amat baik”. Tetapi setelah dosa masuk, tanah yang dikerjakan manusia menghasilkan semak duri dan rumput duri. Dengan susah payah manusia harus mengerjakan dan mencari rezeki dari tanah yang terkutuk. Artinya, berkat dan kelimpahan Firdaus – Taman Allah tidak lagi dapat dinikmati oleh manusia. Ada kerub yang menyala-nyala yang menjaga taman itu supaya manusia tidak dapat masuk kemba­li. Firdaus, taman Allah telah diangkat dari muka bumi. Hadirat Allah yang hadir dalam taman Firdaus te­lah tidak lagi bersama manusia. Bumi seperti istri yang menjadi janda karena ditinggal suaminya.
Janda Sulam, sebuah gambaran yang sempurna dari bumi subur dalam berkat dan kelimpahan yang telah ditinggalkan Allah. Kini seluruh dunia berada di bawah kuasa si jahat (1 Yohanes 5:19). Beberapa anak laki-laki sang janda adalah pekerja yang kuat karena mereka adalah bagian dari suku Isakhar yang memiliki karakter keledai tangguh yang mampu mengerjakan dua petak, merupakan kekuatan ekonomi bagi keluarga sang janda.
Bahwa Isakhar itu seekor keledai yang kuat tulangnya, yang akan menderum di antara dua petak. (Kejadian 49:14). 
Janda ini juga memiliki satu orang anak perempuan. Sehingga se­mua anak laki-laki dalam kelu­arga jini sangat mengasihi dan memberi perhatian khusus kepada satu-satunya adik perempu­an mereka. Bahkan janji agar keamanan, kenyamanan dan kebaikan bagi kehidupan sang adik yang masih gadis ini senantiasa diberikan oleh kakak-kakaknya. Tetapi disamping perhatian yang diberikan, ternyata mereka juga maunya mengatur kehidupan sang adik perempuan. (Kidung Agung 8:8-9)
Dunia juga memiliki anak-anak yang merupakan kekuatan. Kekuatan yang dihasilkan dunia ini antara lain ajaran nenek moyang, adat istiadat, filsafat, aturan-aturan yang menjanjikan keamanan, kenyamanan dan kebaikan bagi keangkuhan manusia. Manusia yang terlahir dibawah “kekuatan dosa” sebagai mahluk lemah “perempuan” amat senang dengan janji-janji. (catatan Roma 6:19). Pemazmur berkata:
Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan, dalam dosa aku dikandung ibuku. (Mazmur 51:7).
Manusia secara umum senang bila keadaan dirinya aman, nyaman dan baik. Karena itu manusia dengan segala daya upaya mengusahakan agar mencapai hal-hal tersebut. Ahab sebagai contoh, seba­gai seorang raja pastilah ia tidak kekurangan. Tetapi karena kenyamanannya terusik oleh kebun anggur Nabot, dan ketika ia terkuasai dan tidak mendapatkan apa yang menjadi keinginginannya ia menjadi ke­sal hati , gusar, gelisah dan tidak dapat mau makan. Istrinya, Izebel akhirnya membuat tercapai apa yang diingini oleh “kenyamanan” dagingnya. Apa yang baik menurut dirinya “asal aku dapatkan kebun anggur Nabot” telah melahirkan kejahatan di mata Tuhan. Kekuatan dosa yang dilahirkan dunia ini merupakan penghalang terbesar yang mencegah terbukanya “pintu” ketika manusia “dipinang” oleh Tuhan.
Adik perempuan yang masih gadis dari keluarga janda yang tinggal di Sunem di daerah Yizreel ini ketika dipinang oleh kekasihnya ternyata telah dihalangi oleh semua kakak laki-lakinya. Mereka berkata:
Kami mempunyai seorang adik perempuan, yang belum mempunyai buah dada. Apakah yang akan kami perbuat dengan adik perempuan kami pada hari ia dipinang? Bila ia tembok, akan kami dirikan atap perak di atasnya; bila ia pintu, akan kami palangi dia dengan palang kayu aras. (Kidung Agung 8:8-9)
If she is a wall, we will build a silver barrier around her. If she is a door, we will barricade her with ce­dar boards.(verse 9, God’s Word to the Nations).
Kayu aras – Kedar, adalah jenis kayu yang dipakai dalam pembangunan bait Allah oleh Salomo di­datangkan dari Libanon. Kayu yang harganya mahal, karena kuat dan tahan lama jika dipergunakan un­tuk bangunan. Kayu seperti ini jika dipergunakan sebagai palang pintu, maka pintu akan kokoh, kuat dan tidak mudah ditembus. Sebagai penghalang yang kuat, pintu “perempuan” – sang adik akan aman terja­gai dengan kuat oleh semua kakak laki-lakinya. Pintu tidak mudah dilewati sehingga “peminang”nya da­pat masuk kedalam. Suatu gambaran yang sempurna ketika Allah memberikan Anak-NYA yang tunggal bagi manusia, untuk meminang manusia, dipertunangkan dengan Kristus, kekuatan dosa merupakan penghalang yang kuat sehingga pintu hati manusia tertutup.
Tengoklah, Aku berdiri di muka pintu sambil mengetuk; jikalau barang seorang mendengar suara-Ku serta membukakan pintu, maka masuklah Aku kepadanya, lalu makan dengan dia dan ia dengan Aku.( Wahyu 3:20)

bersambung...