Minggu, 18 September 2016

Berbahagia karena bertekun

Berbahagia karena bertekun

Banyak kegagalan terjadi justru ketika keberhasilan tinggal beberapa langkah lagi. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Kegagalan tersebut terjadi karena perasaan yang keliru dimana seolah Tuhan tidak lagi peduli dengan permasalahan yang terjadi, begitu juga terhadap apa yang sedang kita kerjakan, seolah permasalahan tak kunjung selesai bahkan semakin bertambah rumit. Pekerjaan yang kita kerjakan hasilnya juga tidak sesuai dengan harapan.

Tuhan tentu saja berkeinginan untuk melihat kegirangan anak-anak-Nya dalam keberhasilan yang mereka kerjakan. Tuhan dalam rencana-Nya yang tidak pernah gagal atas umat-Nya itu ikut senang dan bersukacita melihat kegirangan anak-anak-Nya. Mengapa demkian? Karena Ia turut bekerja dalam segala hal untuk kebaikan kita, dan Ia bersukacita atas segala yang dilakukan-Nya (Ayub 42:2; Roma 8:28; Mazmur 104:31). Yesus menangis ketika datang di Betania ketika Lazarus mati itu bukan karena kematian yang terjadi atau belas kasihan kepada Maria dan Marta. Yesus menangis karena mereka yang sangat dekat dengan-Nya justru gagal mengenal-Nya bahkan seolah lebih tahu akan kehendak Allah tentang kematian,  dan tidak mempercayai-Nya lagi (Yohanes 11:1-45). Orang-orang yang hadir dalam peristiwa itu menilai tangisan Yesus adalah wujud kasih-Nya pada Lazarus. Peristiwa itu sengaja dilakukan-Nya supaya semua murid-murid-Nya "belajar percaya" (ayat 6 dan 15).  Seharusnya orang yang dekat dan mengenal, tahu persis tentang keberadaan, pemikiran, bahkan bahasa tubuh dari orang yang dekat dan dikenalnya. Murid-murid, Marta dan Maria seharusnya mengenal dan mengerti maksud perkataan Yesus terhadap kematian Lazarus. Namun sungguh menyedihkan, mereka gagal mengerti akan perkataan-Nya.

Pengenalan yang benar pastilah menghasilkan pengertian terhadap apa maupun siapa yang dikenalnya. Pergaulan yang intens juga pekerjaan yang terus menerus dikerjakan pasti akan menghasilkan pengenalan yang mendalam, dan menjadikan seseorang tahu dengan tepat terhadap kualitas barang bahkan pemikiran seseorang tanpa harus mendengarkan penjelasan darinya. Nalurinya telah terlatih dengan baik terhadap apa atau siapa yang dikenalnya. Tentu saja pengenalan yang mendalam butuh waktu cukup panjang. Itulah sebabnya pemazmur menuliskan sepanjang "siang dan malam" kita perlu merenungkan Taurat - firman Tuhan. Berdoa dengan "tidak putus" untuk mengerti kehendak-Nya (Mazmur 1:3; Efesus 6:18). Jika seseorang telah bergaul karib dengan Tuhan, maka secara otomatis dirinya mengenal kehendak-Nya, dan mampu hidup berkenan dihadapan-Nya. Terlebih lagi jika ia setia dalam melakukan kehendak-Nya, maka ia akan mengalami "akibat langsung" dari janji Tuhan terkait dengan apa yang dilakukannya.  Tentu saja hal ini akan menjadikan dirinya semakin mengenal dan yakin akan Tuhan. Bahkan akan "ketagihan" untuk melakukan dan mengalaminya lebih dan lebih lagi. Imannya akan semakin besar seperti bola salju yang menggelinding.

Ketekunan berarti mengerjakan sesuatu hingga selesai, didalam kata ini terkandung maksud "setia" dan "disiplin". Setia yang dimaksudkan disini adalah hubungan yang tidak terputus, sementara disiplin menunjuk pada tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam hubungan timbal balik antara pekerja dan pekerjaannya.  Dalam ketekunan ada usaha yang dikerjakan dengan keinginan yang kuat agar apa yang dikerjakan dapat terselesaikan. Ukuran yang dipakai bukanlah kecepatan menyelesaikannya, tetapi pada hasil akhir yang sesuai dengan rencana. Ketekunan memandang kesalahan dan kegagalan proses sebagai alat untuk memperbaiki dan menghasilkan. Thomas A Edison adalah penemu dan pemilik ribuan hak paten, karyanya yang menakjubkan adalah lampu pijar. Dalam berproses hingga berhasil, ia telah berkali-kali mengalami kegagalan, tetapi ia berkata:

I have not failed. I've just found 10,000 ways that won't work.
Opportunity is missed by most people because it is dressed in overalls and looks like work.
Genius is one percent inspiration and ninety-nine percent perspiration.

Ia tidak melihat kegagalan pekerjaannya, tetapi melihat cara mengerjakannya, sehingga ia terus memperbaikinya hingga berhasil. Juga ia tidak melihat ide cemerlangnya, tetapi kerja keras untuk mewujudkannya.

Seseorang dapat saja merasa mendapatkan sesuatu ketika membaca alkitab atau mendengar kotbah pengajaran, ia sangat antusias dan gembira menerima kebenaran, tetapi hal itu terkadang tidak berlangsung lama. Pengertian dan sukacitanya hilang begitu saja seperti uap tertiup angina. Mengapa hal tersebut terjadi? Hal tersebut terjadi karena ia kurang bertekun untuk mengerjakan kebenaran yang diterimanya. Ketika tekanan duniawi membuatnya gagal untuk melakukannya, dianggapnya bahwa kebenaran yang diterimanya itu merupakan hal yang sulit untuk dilakukan, bukan bagian yang menjadi "kasih karunia" untuknya dan banyak alasan rohani lainnya. Ironis, sebab seluruh kebenaran Alkitab ditujukan bagi setiap orang percaya. Hanya saja kadar atau bobot pekerjaan yang harus dilakukannya berbeda satu sama lain. Penginjilan, pemuridan dan berbagai bentuk pelayanan dalam pembangunan Tubuh Kristus adalah hidup dari tiap-tiap bagiannya (Efesus 4:18). Dengan demikian pertumbuhannya menjadi tanggung jawab secara bersama dalam ikatan kasih yang mempersatukan (Hosea 11:4; Kolose 3:14). Jika Kristus telah menarik kita dengan kasih-Nya yang tak berkesudahan, maka kitapun wajib menarik orang lain dengan kasih untuk mengenal-Nya.


Sebagai orang yang melayani, terkadang timbul kejengkelan, kebosanan bahkan keputusasaan dalam membimbing seseorang. Karena orang yang kita layani tersebut tak kunjung mengalami perubahan, sangat lambat dalam meresponi kebenaran. Bahkan mungkin orang tersebut jatuh bangun dalam dosa yang sama, sementara kebenaran firman Tuhan sudah sering kita sampaikan kepadanya. Jika kita melayani dengan benar, maka orientasi pelayanan kita tidak lagi tergantung dengan hasil perubahan yang terjadi dalam diri pasien yang kita layani. Kita harus memandang bahwa ia sedang dipakai oleh Tuhan untuk membentuk karakter kita sebagai pelayan, untuk mencapai kualitas seperti yang dikehendaki Tuhan, yaitu membawa pertumbuhan karakter Kristus dalam kehidupan kita. Itulah sebabnya kita perlu bertekun dalam melayani, seperti Yesus Kristus yang terus melayani kita (Ibrani 7:25; 12:2; 1 Yohanes 2:6). Tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat (Matius 24:13). Kata bertahan disini berasal dari kata Yunani  ὑπομένω hupomeno (G5278) endures, kata yang sama dipakai dalam Ibrani 12:2, diterjemahkan sebagai tekun. Ketekunan menghasilkan kedewasaan karakter, dimana iman dan integritas seseorang menjadi teruji melalui segala kesulitan yang dialami (Roma 5:4, Amplified). Karena itu kita perlu bertekun dalam kesengsaraan pelayanan yang dipercayakan Tuhan, sebab ada tertulis Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya melakukan tugasnya itu, ketika tuannya itu datang (Matius 24:46; Lukas 12:43).

Sabtu, 10 September 2016

Berbahagia melalui perbuatan

Berbahagia melalui perbuatan

Tetapi barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh-sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya (Yakobus 1:25). 

Meneliti berasal dari kata “teliti” yang berarti melakukan dengan hati-hati, tidak sembarangan atau ala kadarnya. Ini berarti bahwa orang  yang melakukannya harus dengan tekun menyelidiki, mendalami, mempelajari dengan seksama hingga ia menyelami apa yang ditelitinya. Orang yang meneliti bukan sekedar tahu atau ingat, tetapi ia paham dengan seksama terhadap apa yang diketahuinya.

Sungguh membahagiakan bahwa Allah sangat mengasihi manusia, Ia yang memiliki inisiatif untuk berbicara pada manusia, memberitahu apa yang dikehendaki-Nya (Kejadian 2:16-17; 3:9). Allah bahkan menulis dengan tangan-Nya sendiri agar bangsa pilihan-Nya dapat mengetahui dan mengerti tentang ketetapan yang dikehendaki-Nya (Keluaran 31:18). Allah juga berulang kali dan dalam pelbagai cara berbicara dengan perantaraan nabi-nabi-Nya (Ibrani 1:1). Sungguh, Tuhan ALLAH tidak berbuat sesuatu tanpa menyatakan keputusan-Nya kepada hamba-hamba-Nya, para nabi (Amos 3:7). Karena Ia tidak menghendaki kebinasaan manusia (2 Petrus 3:9).

Yesus Kristus adalah wujud nyata Firman-Nya yang hidup (Yohanes 1:14; Ibrani 4:12), Ia lah yang menjadi pokok atau sumber pengetahuan tentang kehendak Allah. Tidak ada kebenaran diluar Yesus, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepada-Nya (Ibrani 5:9). Yesus Kristus telah ditetapkan menjadi pokok ketaatan manusia terhadap kehendak Allah (Filipi 2:9-11). Itulah sebabnya rasul Paulus dalam suratnya mengatakan:

Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati. Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. (Filipi 3:10-12).

“Kenalilah yang asli, maka anda akan mengetahui yang palsu”, demikian ungkapan dari dinas keuangan pemerintah Amerika terhadap banyaknya peredaran uang palsu di negara itu. Tentu saja untuk mengetahui uang tersebut asli atau palsu diperlukan ketelitian, mengingat teknologi yang semakin berkembang menjadikan uang palsu seolah asli. Itulah sebabnya Alkitab juga memberi peringatan bagi kita agar meneliti kembali apa yang telah kita dengar. Hal ini berarti kita sebagai pendengar dapat hanyut atau dibelokkan oleh pengajaran yang disampaikan melalui kotbah (Ibrani 2:1). Sebab iman timbul dari pendengaran (Roma 10:17). Iman kepada Kristus timbul dari firman Kristus, tetapi pengajaran yang menyimpang juga menghasilkan iman yang menyimpang dari kebenaran itu. Karena itulah pemazmur menuliskan bahwa kita tidak cukup menyukai hukum-hukum Tuhan itu, tetapi juga merenungkannya siang dan malam (Mazmur 1:2). Didalamnya tentu saja termasuk meneliti kembali tentang apa yang kita telah dengar.

Dalam hal mengajar, Timotius diminta oleh rasul Paulus agar ia mengawasi dirinya sendiri dan mengawasi pengajaran yang disampaikannya bagi jemaat. Ia harus bertekun dalam semua pengajaran itu, karena dengan berbuat demikian dirinya akan menyelamatkan diri sendiri dan semua orang yang mendengar pengajarannya itu (1 Timotius 4:16). Kata “mengawasi” yang dimaksudkan disini adalah memberi perhatian dengan sungguh. Rasul Paulus meminta agar Timotius memberi perhatian terhadap pertumbuhan kepribadiannya dengan sungguh-sungguh apakah dirinya telah memberikan keteladanan hidup bagi jemaat. Hal ini berarti ia tidak cukup mengajarkan kebenaran itu, tetapi juga harus tekun menghidupi atau menerapkan ajaran kebenaran itu terhadap dirinya sendiri (1 Timotius 4:12).

Keteladanan, itulah yang harus diberikan oleh seorang pengajar. Hal ini tentulah terkait dengan seluruh aspek hidup yang terdapat pada Kristus Yesus (Filipi 2:5), yang harus ditampilkan dalam kehidupan seorang pengajar “dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu”, demikian kata rasul Paulus terhadap Timotius (1 Timotius 4:12). Yesus Kristus telah memberi teladan itu, “Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu” (Yohanes 13:15). Hal ini pula yang dikatakan oleh rasul Paulus kepada jemaat Korintus “Ikutilah teladanku, sama seperti aku juga mengikuti teladan Kristus” (1 Korintus 11:1). Sebagai orang percaya harus bertekun dalam perlombaan yang telah diwajibkan bagi kita untuk hidup sesuai dengan keteladanan Yesus Kristus (Ibrani 12:1-2; 1 Yohanes 2:6).

Mendapatkan kebenaran merupakan sebuah kebahagiaan yang tiada terukur, karena kebenaran itu memerdekakan dan membawa kita pada kekudusan (Yohanes 8:31-32; 17:17). Melalui kekudusan maka kita dilayakkan untuk hal-hal mulia (2 Timotius 2:21). Iman mengalami pertumbuhan melalui pekerjaan-pekerjaan itu karena penyertaan Tuhan melalui firman-Nya menjadi kenyataan yang mengikuti apa yang dikerjakan (Matius 13:12, 25:29; Lukas 8:18, 19:26). Tidak cukup hanya menerima atau mendengar kebenaran  dengan sukacita, tetapi kita perlu mengerjakan atau menghidupi firman kebenaran Tuhan. Dengan mengerjakannya maka pengalaman hidup bersama-Nya menjadi nyata

Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna. Matius 5:48

Banyak orang salah mengerti dengan ayat tersebut dengan mengatakan “mana mungkin kita dapat sempurna?”, “kita ini manusia biasa”, dan banyak alas an lainnya. Melakukan kebenaran-Nya seperti apa yang Yesus Kristus pernah lakukan di muka bumi ini bukanlah sebuah keniscayaan, karena Ia memberi Roh Kudus-Nya untuk menyertai, memimpin, menguatkan dan memampukan kita. Bahkan jika kekurangan hikmat, kita tinggal meminta kepada-Nya. Roh Kudus-Nya lah yang akan mengingatkan kita, menyingkapkan rahasia dan menjelaskannya seluruh kebenaran yang ada pada diri Allah. Kita akan berbahagia dan bersukacita melakukan kebenaran itu, karena sebenarnya Roh Kudus-Nya sendirilah yang akan menolong kita untuk mengerjakan kebenaran-Nya. Bahkan Ia membantu kita untuk berdoa (Yohanes 14:16, 26; 15:5; 16:13; Roma 8:26; 15:13; 1 Korintus 2:10; Yakobus 1:5). Orang yang melekat, meyakini dan mempercayakan diri pada-Nya adalah orang yang berbahagia. Semua ini dapat dialami dan menjadi kenyataan, jika kita bersedia memulainya dengan setia melakukan perkara yang kecil. Baca, renungkan dan telitilah kebenaran firman-Nya, sekecil apapun yang dimengerti lakukanlah dengan setia, maka Ia akan menambahkan pengertian dan menyingkapkan rahasia-Nya (Matius 25:21, 23, 29).  

Jumat, 02 September 2016

Berbahagia melalui penderitaan

Berbahagia melalui penderitaan
Dalam kamus bahasa Indonesia, kata menderita berarti menanggung sesuatu yang tidak menyenangkan. Sementara kata menyenangkan berarti membuat bersuka hati. Orang menjadi bersuka hati jika apa yang dialaminya merupakan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya.

Wahai jiwa, engkau menderita, itu aku tahu.
Engkau telah menderita
sejak engkau berpisah dari Firman
dan berteman dengan pikiran.
Karena engkau bergaul dengan pikiran yang liar,
engkau tetap terikat kepada tubuh
dan terjerat oleh kesenangan inderawi.                                       
Para suci mengetahui keberadaan kita yang menyedihkan. Mereka tahu bahwa manusia hidup di alam impian. Impian yang dikendalikan oleh indra tubuh untuk memuaskan keinginannya. Segala sesuatu yang diterima melalui seluruh indra tubuh masuk dan diolah oleh pikiran. Kendali dari pikiran adalah hati, ia bersifat mementingkan diri sendiri, menyukai kesenangan, dan sangat licik (Yeremia 17:9).
the heart; used (figuratively) very widely for the feelings, the will and even the intellect; likewise for the centre of anything.
Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. Amsal 4:23
Penulis amsal tersebut adalah raja Salomo, seorang raja yang sangat kaya dan bergelimang segala kemewahan. Ia melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, mendirikan rumah-rumah, memiliki kebun-kebun anggur; mengusahakan kebun-kebun dan taman-taman dan menanaminya dengan rupa-rupa pohon buah-buahan; menggali kolam-kolam untuk mengairi tanaman pohon-pohon muda.  Juga membeli budak-budak laki-laki dan perempuan, dan ada budak-budak yang lahir di rumahnya; ia mempunyai juga banyak sapi dan kambing domba melebihi siapa pun yang pernah hidup di Yerusalem sebelumnya. Salomo mengumpulkan juga perak dan emas, harta benda raja-raja dan daerah-daerah. Mencari biduan-biduan dan biduanita-biduanita, dan yang menyenangkan anak-anak manusia, yakni banyak gundik. Dengan demikian ia menjadi besar, bahkan lebih besar dari pada siapa pun yang pernah hidup di Yerusalem sebelumnya (Pengkotbah 2:4-9). Bukankah keadaan seperti raja ini yang diinginkan oleh setiap manusia?

Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! (Lukas 12:18-19).
Sang pengkotbah, raja Salomo mengatakan bahwa semua hal tersebut adalah kesia-siaan. Bahkan ia katakan semua yang ada usaha dibawah matahari; pengetahuan, hikmat dan kekuasaan adalah sia-sia (Pengkotbah 1:18; 2:19; 4:7).
Daud, penggembala domba yang akhirnya menjadi raja Israel, pemazmur yang diurapi Tuhan, ayah Salomo, menulis dalam salah satu mazmurnya dalam bentuk nyanyian pengajaran:

Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!  Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu (Mazmur 32:1-2).

Pengampunan dari Tuhan terhadap semua kesalahan akibat pelanggaran dan dosa merupakan sumber kebahagiaan seharusnya menjadi tujuan utama dari kehidupan setiap manusia. Sekalipun seseorang telah berhasil dalam kehidupannya seperti raja Salomo, ia tidak akan mampu membeli atau menghapus pelanggarannya dan menerima pengampunan dari tahta pengadilan Tuhan. Pelanggaran dan dosanya tetap menghasilkan maut sesuai dengan ketetapan Tuhan (Roma 6:23). Setiap orang akan menanggung akibat kejahatan yang dikerjakannya (Matius 7:21). Celakalah manusia karena kecenderungan hatinya membuahkan kejahatan semata (Kejadian 6:5), kejahatan yang timbul dari kepentingan diri sendiri (Yakobus 3:16), jalan mereka menyisakan keruntuhan dan kebinasaan (Roma 3:16) bukan hanya untuk diri mereka sendiri tetapi juga bagi orang lain (1Timotius 4:1).

Orang yang paling berbahagia adalah mereka yang mendapatkan penghormatan dari Tuhan. Mereka yang setia dalam mengerjakan kehendak-Nya. (Matius 25:21). Kehendak Bapa surgawi bukanlah sesuatu yang sulit atau tidak dapat kita kerjakan, karena Ia tahu kekuatan dan kemampuan kita (1 Yohanes 5:3-4). Untuk melakukan hal-hal yang supranatural dalam pekerjaan pelayanan (1 Korintus 12:4-11), Ia menjadi sumber kekuatan yang memampukan kita untuk menghadapi kuasa kegelapan (Matius 28:18-20; Markus 16:17; Lukas 10:19), untuk mengalahkan iblis (Yakobus 4:7), untuk mengalahkan pencobaan yang bersumber dari keinginan kita (Yakobus 1:14). Itulah sebabnya Allah berkata ”dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya” kepada Kain. Hal ini berarti, yang lahir dari Adam – manusia berdosa dan keturunannya masih memiliki kuasa untuk menang atas dosa. Rasul Petrus berkata “Lawanlah dia (iblis) dengan iman yang teguh” (1 Petrus 5:9). Ingatlah bahwa iblis berbeda dengan roh jahat atau kuasa kegelapan, iblis adalah “cara berpikir manusiawi, bukan apa yang dipikirkan Allah” (Matius 16:23). Itulah sebabnya pencobaan-pencobaan yang menimpa kita – yang bersumber dari keinginan kita – tidak melebihi kekuatan kita (1 Korintus 10:13). Pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa yang tidak kelihatan itu telah dikalahkan dan dilucuti melalui karya salib Kristus (1 Korintus 15:26; Kolose 2:14-15; 2 Timotius 1:9-10).

Penderitaan yang harus dialami untuk mengikut Kristus ialah ketika “menyangkal diri” dan “memikul salib” harus kita lakukan setiap hari (Lukas 9:23). Sama seperti Yesus yang menanggalkan keallahan-Nya (Filipi 2:6) dan memikul salib (ayat 8). Hidup-Nya untuk memberi keteladanan bagi kita agar dapat mengerjakan kehendak Bapa (Yohanes 13:15). Keteladanan itu pula yang diajarkan oleh rasul Paulus (1 Korintus 11:1; 2 Tesalonika 7-9; 1 Timotius 4:12). Sebuah proses untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus, yang seharusnya menjadi sumber kegirangan atau sukacita kita, meninggalkan keserupaan dengan dunia (Roma 8:29; 12:2). Sesuatu yang seharusnya menjadi tujuan kebahagiaan kita (Filipi 3:10). Menyangkal diri berarti tidak memakai kebenaran diri sendiri, tetapi menerima kebenaran-Nya. “Bukan kehendak-ku, tetapi kehendak-Mu”. Pikul salib berarti memperhatikan kepentingan orang lain agar mengerti kehendak-Nya, membawa mereka untuk menjadi murid-Nya.

"Hineni, osah et atzmi merkava l'shekhina".
Here I am, transforming myself into a chariot for Divine Presence.



Rabu, 31 Agustus 2016

Berbahagia karena (meneliti) kebenaran

Berbahagia karena (meneliti) kebenaran

Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. (Mazmur 1:1-2).  

Pemazmur menulis di awal kitabnya dengan “Berbahagialah”, sungguh kata pembuka yang luar biasa. Dalam Alkitab terjemahan bahasa Inggris, kata yang dipakai adalah “blessed” dalam bentuk past tense yang selayaknya diterjemahkan sebagai “diberkatilah”, kata ini jauh lebih dalam artinya dibanding “berbahagia” sebab didalamnya terkandung maksud adanya sumber yang menjadi pemberi berkat bagi orang yang dimaksud. Apa yang diterima itulah yang menjadikannya berbahagia atau bersukacita, dipandang sebagai keberuntungan juga kekayaan yang dapat membangkitkan iri hati bagi orang lain melihatnya.

Seperti yang kita ketahui melalui Alkitab, manusia telah masuk kedalam ketakutan, kesedihan, kesulitan, kesakitan bahkan kematian ketika jatuh kedalam dosa, mereka diusir sehingga jauh dari Allah. Kehancuran keluarga terjadi bahkan kenajisan manusia semakin menyedihkan hati Allah. Karena kasih-Nya Allah telah berjanji untuk tidak memusnahkan segala yang hidup di bumi dengan air bah lagi. Tetapi Ham, anak Nuh yang juga diluputkan dari air bah ternyata masih mendatangkan kutuk. Manusia semakin bertambah banyak, mereka kemudian membangun menara untuk mencari nama supaya tidak tercerai berai. Hal ini dipandang jahat dimata Allah, mereka dikacaukan bahasanya dan terserak keseluruh bumi. Inilah manusia, segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata. Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. (Kejadian 3:10-24; 4:8; 6:4-6; 9:11, 24-25; 11:4; Roma 3:10-11)

Tetapi sekalipun demikian Allah tetap mengasihi manusia dengan cara mengutus nabi-nabi-Nya agar manusia dapat mengenal kehendak-Nya, namun manusia terus memberontak terhadap Allah. Kitab Ulangan pasal 28 merupakan ketetapan Allah agar manusia mengalami hidup yang penuh dengan kebahagiaan, keberuntungan dan kekayaan yang disediakan-Nya atau justru kehancuran. Ayat 1 dan 15 dalam pasal 28 tersebut merupakan kuncinya, karena ketidaktaatan akan kehendak Allah maka manusia jatuh kedalam kesengsaraan hingga kematian. Allah tidak berubah, Ia senantiasa berkeinginan untuk memberkati manusia sebagaimana telah dirancang dan difirmankan-Nya (Kejadian 1:26-31). Persyaratannyapun tidak diubah, yaitu supaya manusia menuruti kehendak-Nya. Kasih-Nya yang sangat besar diwujudkan dengan cara “Firman yang menjadi manusia”, Yesus Kristus memberikan teladan bahwa manusia mampu hidup dalam ketaatan sempurna pada kehendak Allah, Bapa-Nya (Yohanes 1:14; Filipi 2:8; Ibrani 5:8).

“Belajarlah pada-Ku”, demikian kata Yesus. Kalimat perkataan-Nya itu ditulis “learn of Me”, demikian dalam bahasa Inggris (Matius 11:29, KJV). Perlu kita tahu bahwa terjemahan versi King James ini diakui sebagai terjemahan yang paling sesuai/dekat dengan bahasa aslinya (Yunani). Kata “of” dalam definisi Thayer dapat diartikan sebagai “of origin of a cause”, ini berarti kita harus belajar pada kehidupan Yesus sebagai sumber asli dari pengajaran itu. Ini berarti melekat dan hidup bersama Firman Tuhan menjadi keharusan terus menerus dalam kesukaan, perenungan dan tindakan kita (Mazmur 1:2). “Jadikanlah semua bangsa murid-Ku”, menjadi murid Yesus Kristus berarti mempelajari kehidupan dan hidup bersama-Nya (firman-Nya), mendengar suara-Nya, dipimpin oleh Roh Kudus-Nya, hingga semakin memiliki perasaan dan pikiran seperti yang ada dalam Kristus Yesus untuk melakukan kehendak-Nya. Inilah yang menjadi tujuan kelima jawatan rohani dalam jemaat agar bertumbuh kearah kedewasaan Kristus, hidup yang menghasilkan buah. (Matius 28:19; Yohanes 15:4-8; Roma 8:14; Efesus 4:23; Filipi 2:5; Yakobus 2:22; Efesus 4:11-15).

Karena itu harus lebih teliti kita memperhatikan apa yang telah kita dengar, supaya kita jangan hanyut dibawa arus. Ibrani 2:1

Karena “itu”, menunjuk pada ayat sebelumnya, dimana tertulis tentang roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan (Ibrani 1:14). Dalam terjemahan KJV ditulis sebagai “ministering spirits”, kata ministering  tersebut berasal dari kata Yunani λειτουργικόςleitourgikos (G3010), yang dimaksudkan disini terkait dengan “the performance of service” – liturgy atau biasa dikenal sebagai tata ibadah dalam pelayanan jemaat. Kata “spirits” ditulis dalam bentuk jamak, menunjuk pada jawatan roh atau karunia-karunia roh yang dianugerahkan bagi jemaat dalam setiap bagian tubuh Kristus sesuai kehendak-Nya, berlainan namun untuk saling melengkapi pekerjaan pelayanan seperti bernubuat, melayani, mengajar, menasehati, memberi pimpinan dan berbagi hidup dalam kemurahan (Roma 12:4-8).

Rasul Yohanes dalam suratnya yang pertama mengingatkan kita agar tidak percaya akan setiap roh, tetapi menguji setiap roh-roh itu, apakah mereka berasal dari Allah; sebab banyak nabi-nabi palsu yang telah muncul dan pergi ke seluruh dunia (1 Yohanes 4:1). Inilah yang dimaksud oleh rasul Paulus sebagai “iblis yang menyamar sebagai malaikat terang” (2 Korintus 11:14). Mereka melayani dan mengajar dengan maksud untuk kepentingan diri maupun kelompok mereka sendiri, pemazmur menyebutnya sebagai “the ungodly”. Inilah orang-orang yang menyelewengkan atau memutarbalikkan kebenaran firman Allah karena pada dasarnya mereka sendiri tidak memahaminya dan yang tidak teguh imannya (2 Petrus 3:16). Mereka seolah penuh hikmat, sementara yang diajarkannya adalah tata cara atau perintah manusia (Markus 7:7; Roma 1:22; Kolose 2:22-23). Hati mereka telah dibutakan oleh keinginan daging sehingga sekalipun memuliakan Tuhan dengan bibirnya, mereka berlaku fasik karena hatinya jauh dari Tuhan (Matius 15:8).

Rasul Paulus mengingatkan Timotius bahwa akan datang waktunya, orang tidak dapat lagi menerima ajaran sehat, tetapi mereka akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya. Memalingkan telinganya dari kebenaran dan membukanya bagi dongeng, μῦθος – muthos (G3454) “myths and man-made fictions” (2 Timotius 4:3-4, AB). Karena itu agar tidak terbawa arus, kita harus memberi perhatian lebih dan berusaha untuk mengerti dengan jelas terhadap apa yang dikehendaki oleh Tuhan (Efesus 5:17). “The ungodly” atau guru-guru palsu ini dapat dikenal dari buah pelayanannya, karena Yesus dengan jelas memberi petunjuk bahwa “siapa yang tidak bersama Aku, ia melawan Aku dan siapa tidak mengumpulkan bersama Aku, ia mencerai-beraikan”. Inilah orang-orang yang menimbulkan perpecahan jemaat (Matius 12:30; 1 Korintus 1:12-13; 3:3-4). Perhatikan dengan seksama “the performance of service” mereka, apakah mereka semakin menjadi “pelayan” seperti yang dikehendaki Tuhan (Yakobus 1:18), atau sebaliknya “mendirikan tahta mengatasi bintang-bintang Allah” hendak menyamakan dirinya dengan Yang Mahatinggi (Yesaya 14:13-14)?

Minggu, 13 Maret 2016

Disiplin Pikiran

Disiplin pikiran

Kita mendapati setiap mahluk hidup memiliki sesuatu yang khas dan unik, mereka memiliki beragam bentuk, warna dan kehidupan. Allah telah menciptakannya menurut jenisnya, baik tumbuhan, hewan maupun mahluk hidup lainnya. Ikan secara alamiah dapat berenang dan hidup dalam air, demikian pula burung dapat terbang di udara. Setiap mahluk membutuhkan makanan untuk kelangsungan hidup pertumbuhannya, di ruang lingkup kehidupan yang sesuai dengan jenisnya. Dalam hal kelangsungan hidup, masing-masing mahluk memiliki syarat lingkungan untuk hidup yang berbeda pula.

Manusia sebagai bagian dari mahluk hidup, dapat  hidup di lingkungan yang berbeda-beda. Kemampuan beradaptasinya sangat luar biasa. Di tempat kehidupannya manusia mampu beradaptasi dan menyatu dengan lingkungan barunya. Sekalipun di tempat yang berbeda bahasanya, dengan cepat manusia menyesuaikan dirinya. Sungguh kemampuan yang sangat luar biasa dan berbeda dengan mahluk hidup lainnya. Dalam pertahanan diri, manusia kemudian berkomunitas dengan sesamanya, membentuk sebuah budaya sesuai dengan lokasi, bahasa dan pola hidup. Pola bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang sama membentuk gaya hidup. Orang baru yang bergabung dalam komunitas ini menyesuaikan diri dalam segala hal agar dapat diterima dan hidup bersama. Itulah manusia.

Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan mana kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan sempurna. Roma 12:2

Perubahan, sebuah kata yang selalu terkait dengan sebuah proses. Seperti kehidupan yang senantiasa mengalami perubahan waktu, terjadi perubahan dalam bentuk, ukuran dan kualitas seiring pertumbuhan yang terjadi. Perubahan harus terjadi, sebab perubahan bukanlah perubahan jika tidak terjadi perubahan. Dalam ayat diatas, kata “berubahlah” diterjemahkan dari “transformed” yang diambil dari kata aslinya μεταμορφόω “metamorphoo” (G3339), kata yang diterjemahkan sebagai “transfigured” pada Markus 9:2, dimana Yesus Kristus mengalami perubahan (kualitas) penampilan-Nya. “He was changed in form” demikian terjemahan dari BBE (Bible in Basic English, 1965). Mengalami perubahan wujud, seperti proses metamorphosis ulat menjadi kupu-kupu.
Demikian pula seharusnya sebagai orang percaya (mempercayakan diri) kepada Yesus Kristus, maka dalam kehidupan kita akan mengalami proses metamorphosis juga. Mengalami perubahan kualitas. Kualitas kehidupan yang berubah sebagai akibat cara berpikir sesuai dengan kehendak Firman-Nya, bukan lagi berdasarkan manusia (dosa) lama kita, tetapi pikiran Kristus (1 Korintus 2:16; Filipi 2:5). Sebuah pola pikir baru dari Allah, sebagai mahluk yang dilahirkan baru, orang-orang yang dilahirkan bukan dari darah atau dari keinginan jasmani, bukan pula oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah (Yohanes 1:13). Yang senantiasa menginginkan air susu yang murni dan rohani, supaya tetap bertumbuh dan beroleh keselamatan (1 Petrus 2:2). Allah sebagai “ibu” yang melahirkan kita, tentunya menyediakan “air susu”-Nya yang terbaik bagi pertumbuhan anak-anak-NYA (Ulangan 32:18). Secara alamiah dengan menyusu, maka bayi akan mengalami kedekatan karena ia menyerap “kehidupan” ibunya. Demikian orang tua (ibu) mengalami kedekatan emosional yang lebih dalam terhadap bayinya.

Dengan demikian mudah dapat kita pahami bahwa setiap orang “percaya” yang dalam hidupnya tidak mengalami perubahan kualitas dan memiliki keterikatan emosional yang ilahi (memiliki sifat-sifat Allah), orang tersebut belum mengalami “kelahiran baru” sebagai anak-anak Allah. Itulah yang dikatakan oleh rasul Yakobus bahwa iman bekerja sama dengan perbuatan dan oleh perbuatan itu iman menjadi sempurna (Yakobus 2:22). Sebagai orang yang dilahirkan dari Allah, tentulah memiliki kerinduan untuk senantiasa mendapatkan pertumbuhannya dari Allah, kecintaan terhadap Firman Allah menjadi suatu kebutuhan pokok yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupannya. Dengan demikian secara bertahap dalam pertumbuhannya sebagai “manusia Allah”, kepribadiannya semakin dekat dan menyerupai Allah yang mewujud sebagai manusia – Yesus Kristus.
Manusia rohani yang mengenakan pikiran dan perasaan Kristus tidak lagi mengalami kesulitan untuk mengerti dalam menyikapi sebuah masalah. Hikmat Allah senantiasa mengikutinya, sebagaimana hikmat itu menyertai Yesus Kristus. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Sebab manusia rohani senantiasa hidup dalam doa sebagaimana Yesus hidup, kita mendapatkan jalan masuk melalui-Nya. Jika kekurangan hikmat maka kita tinggal memintanya (Yakobus 1:5), Yesus Kristus sendiri mengajarkan pada kita agar meminta supaya kerajaan Allah dan kehendak-Nya datang di bumi ini. Dimana? Ya, di dalam kehidupan setiap kita anak-anak-Nya yang hidup di bumi ini.

Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di surga tahu bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Matius 6:32
Pencobaan iblis terhadap Yesus Kristus pastilah menjadi bagian dalam setiap kehidupan anak-anak-Nya (orang percaya). Sebagai manusia, jelas memerlukan segala sesuatu yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Makanan, minuman dan pakaian merupakan kebutuhan dasar yang dicari oleh setiap manusia. Dalam permasalahan ini, iblis akan membawa kita masuk pada pencobaan yang lain, yaitu “bukankah mengenai kamu, IA akan memerintahkan…”, memerintahkan berkat, kehidupan, kemenangan bagi setiap kita, manusia baru – anak-anak-Nya (Mazmur 44:4; 133:3). Sebuah pencobaan untuk meragukan janji Tuhan atas kita. Pengetahuan akan Firman-Nya justru membuat kita masuk dalam pencobaan untuk meragukan-Nya. Sehingga sebagai orang percaya (yang mempercayakan hidup) pada-Nya, terkadang kita masih mencobai Tuhan dengan memaksakan kehendak sendiri seperti Saul (1 Samuel 13:11-14). Atau beradu argumentasi dengan Tuhan seolah telah tahu dan mengerti rancangan-Nya seperti Marta (Yohanes 11:24).

Yang terpenting adalah senantiasa menaklukkan diri pada kehendak dan pimpinan Roh Kudus-Nya, sekalipun seolah apa yang kita rencanakan nampak baik atau benar di mata Tuhan (KPR 16:6-7). Disini dibutuhkan ketaatan, sebuah kedisiplinan untuk terus dipimpin oleh-Nya. Pikiran yang senantiasa berkeinginan untuk menyenangkan hati Bapa, sebagaimana Yesus Kristus telah belajar taat (Ibrani 5:8). Allah yang berfirman kepada-Nya, "Engkaulah Anak-Ku! Engkau telah menjadi Anak-Ku pada hari ini, Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya" (Ibrani 5:5-6), menyatakan hal yang sama kepada kita "kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat Allah sendiri" (1 Petrus 2:9). Sebagai prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya (2 Timotius 2:4). 

Sabtu, 05 Maret 2016

Menjadi Sempurna

Menjadi sempurna

“aku memang manusia biasa yang tak sempurna dan kadang salah ……” – Manusia Biasa, song by Yovi and Nuno

Lirik lagu di atas seringkali menjadi alasan bagi umat tebusan Tuhan, “kan kita ini manusia, bukan malaikat; tidak ada yang sempurna, selalu ada kekurangannya, malaikat saja bisa jatuh, mana mungkin kita bisa sempurna?”. Lalu apakah pernyataan Yesus Kristus ketika Ia berkotbah di bukit ini salah?

Karena itu, haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di surga sempurna. Matius 5:48

Sebagai Firman yang menjadi manusia, tentulah Dia tidak pernah salah, karena Firman selalu merupakan kebenaran yang keluar dari mulut Allah. Tidak mungkin Ia keliru atau salah ucap, Firman itu representasi dari Allah sendiri. (Yohanes 1:1).

Demi Aku sendiri Aku telah bersumpah, dari mulut-Ku telah keluar kebenaran, suatu firman yang tidak dapat ditarik kembali. Yesaya 45:23

Berfirmanlah TUHAN Allah: "Sesungguhnya manusia itu telah menjadi seperti salah satu dari Kita, tahu tentang yang baik dan yang jahat” Kejadian 3:22

Itulah sebabnya Yesus Kristus dengan pasti menyatakan bahwa sebagai manusia, kita dapat sempurna seperti Dia yang sempurna. Karena setiap orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya (adhere to, trust in, and rely on – Amplified Bible)dalam nama-Nya; orang-orang yang dilahirkan bukan dari darah atau dari keinginan jasmani, bukan pula oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah. (Yohanes 1:12-13). Yang hidupnya dipimpin oleh Roh Allah (Roma 8:14).

Untuk dipimpin, seseorang harus mengakui dan takluk dibawah otoritas sang pemimpin. Tidak lagi mengikuti keinginan diri sendiri, tetapi mengerjakan segala sesuatu seperti apa yang diinginkan oleh pemimpinnya. Penaklukan diri ini termasuk untuk hal-hal yang tidak menyenangkan dirinya, semuanya harus dilakukan sebagai tanda pengakuan otoritas pemimpinnya. Tanpa ada keraguan dan penolakan sedikitpun, sebuah penaklukan total untuk taat. Hal inilah perlu kita lakukan terhadap Tuhan – tuan di atas segala tuan – sebagai Penguasa/Pemimpin kehidupan seseorang.
Keinginan diri (daging – tubuh) merupakan sumber penolakan untuk takluk dan menerima sesuatu dari luar. Keadaan yang menjadikan diri nyaman, itulah pemikiran awal yang ditawarkan oleh iblis dalam menggoda manusia agar tidak takluk lagi pada perintah Allah.

Ular itu berkata kepada perempuan itu: "Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?”… Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya. Kejadian 3:1, 6
Lalu datanglah si penggoda dan berkata kepada-Nya, "Karena Engkau Anak Allah, perintahkanlah supaya batu-batu ini menjadi roti." Tetapi Yesus menjawab, "Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah." Matius 4:3-4

Kesudahan mereka ialah kebinasaan, Tuhan mereka ialah perut mereka, kemuliaan mereka ialah aib mereka, pikiran mereka semata-mata tertuju kepada perkara duniawi. Filipi 3:19
Tetapi aku menasihatkan kamu, Saudara-saudara, supaya kamu waspada terhadap mereka yang menimbulkan perpecahan dan batu sandungan, bertentangan dengan pengajaran yang telah kamu terima. Hindarilah mereka! Sebab orang-orang demikian tidak melayani Kristus, Tuhan kita, tetapi melayani perut mereka sendiri. Dengan kata-kata yang muluk-muluk dan bahasa yang manis mereka menipu orang-orang yang tulus hatinya. Roma 16:17-18

Ketika manusia mendahulukan kepentingan dagingnya, maka terjadi penolakan akan kebenaran Allah. Hal ini diikuti aib, tidak ada lagi hubungan yang harmonis dengan Allah. Manusia menjadi bermusuhan satu sama lain untuk memenuhi tuntutan kesenangan dagingnya. Dan tidak segan menipu sesamanya demi keuntungan. Perselisihan dan perpecahan akhirnya terjadi sebagai akibat kepentingan diri sendiri ini.

Sebab di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat. Yakobus 3:16

Itulah sebabnya “penyangkalan diri” merupakan syarat awal untuk mengikut Yesus (Matius 16:24). Sebab dengan adanya keinginan untuk memenuhi keinginan diri sendiri itulah yang menyebabkan manusia tidak mengutamakan kebenaran Firman Allah. Tidak mengutamakan kebenaran berarti menolak atau memberontak dan tidak mengakui kedaulatan Allah. Dalam keadaan tersebut manusia tidak mungkin menyenangkan Allah dengan cara melakukan kehendak-Nya. Dan semakin menjauhi Allah.

Sebab Allah telah menyediakan sesuatu yang lebih baik bagi kita; tanpa kita, mereka tidak dapat sampai kepada kesempurnaan. Ibrani 11:40

Kesempurnaan semua tokoh iman yang tercatat pada seluruh Ibrani pasal 11 itu hanya dapat dicapai jika kita sebagai orang percaya ikut ambil bagian didalamnya sebagai batu hidup bagi pembangunan rumah rohani di bumi ini. Mereka yang lebih dulu hidup dalam iman itu kini sebagai awan yang mengelilingi dan menyaksikan kita dalam pertandingan iman. Agar kita semua mengarahkan hidup pada Yesus (hidup oleh iman), dipimpin oleh iman untuk mencapai satu kesatuan iman  (Ibrani 12:1-2; Efesus 4:13). Melalui penyangkalan diri, memikul salib setiap hari dan mengikut Yesus untuk menjadi sebuah bangunan – Tubuh Kristus – rumah rohani, penampilan kerajaan Allah di bumi ini.
Kesepakatan (harmonize together, make a symphony togetherAmplified)merupakan kekuatan untuk menghadirkan dan menampilkan kuasa Tuhan di bumi ini (Matius 18:19). Karena itu kita harus mengenakan pikiran dan perasaan Kristus untuk mengejar kesempurnaan Tubuh-Nya dengan hidup sehati sepikir, dalam satu kasih, satu jiwa, satu tujuan tanpa mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang sia-sia (Filipi 2:2-3). Sebab kesempurnaan hanya dapat dicapai melalui pikiran yang sempurna, yang dihasilkan oleh kita yang sempurna – dewasa rohani, orang-orang yang senantiasa berusaha untuk menjadi sempurna, dan tidak pernah merasa seolah sudah sempurna (Filipi 3:10-15).


Jumat, 19 Februari 2016

Salib milik-ku (Ku)

Salib milik-ku (Ku)

Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia surgawi dan pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan kuasa-kuasa dunia yang akan datang, namun murtad lagi, tidak mungkin dibarui sekali lagi supaya bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghina-Nya di depan umum. Ibrani 6:4-6
Jawab Yesus "Aku hendak kembali ke Roma untuk disalibkan kembali" (Eo Romam iterum crucifigi).

Membaca kitab Ibrani, maka kita mendapatkan bahwa sang penulis kitab ini tidak memakai salam pembuka, atau memperkenalkan dirinya seperti penulis kitab lainnya. Tetapi penulis kitab ini langsung menulis pokok-pokok permasalahan yang penting, khususnya untuk menunjukkan keutamaan Kristus yang mutlak lebih tinggi dari para nabi yang terdahulu.  Membaca tulisannya, kita mendapati sang penulis membandingkan bagaimana Allah berbicara pada manusia di masa lalu melalui para nabi dengan berbagai cara, melalui api di semak belukar ketika berbicara pada Musa, melalui mimpi ketika berbicara pada Yusuf dan Daniel, melalui angin sepoi-sepoi ketika berbicara pada Elia dan masih banyak lagi cara Allah yang dapat kita temui dalam Perjanjian Lama. Allah menyampaikan kehendak-Nya pada suatu waktu sesuai dengan kebutuhan penyelamatan umat-Nya. Dalam kitab Ibrani ini sang penulis dengan jelas tegas menyatakan bahwa Yesus Kristus mutlak lebih utama, karena Ia adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar keberadaan Allah yang sesungguhnya. Jauh lebih tinggi daripada malaikat-malaikat, nama yang dikaruniakan kepada-Nya jauh lebih istimewa daripada nama mereka. (Ibrani 1:1-14).

Kitab Ibrani ini menyikapi keragu-raguan, penyimpangan dan kemurtadan yang terjadi sehubungan  dengan permasalahan iman, menegaskan bahwa karya penebusan oleh darah Yesus Kristus adalah penebusan final dan satu-satunya yang berkenan kepada Allah. Bahkan penulis mengutip perkataan nabi Yesaya yang oleh Roh Kudus menyatakan tentang perjanjian Allah terhadap umat-Nya (Ibrani 10:1-18; Yeremia 31:33-34). Hal ini dimaksudkan supaya jemaat menjadi teliti terhadap setiap pengajaran yang ada sehingga tidak mudah hanyut dibawa arus (Ibrani 2:1). Tentu saja rasul Petrus langsung mengerti tentang perkataan Yesus Kristus terkait “penyaliban kembali”, perkataan itu pastilah mengingatkannya akan penyangkalan dirinya di halaman mahkamah agama sebelum penyaliban Yesus (Matius 26:69-75). Rasul Petrus akhirnya disalib dengan kepala di bawah (hurdisalib), karena Ia merasa tidak layak untuk mati dan disalib seperti Tuhan Yesus. Itulah salib bagi rasul Petrus, lalu bagaimana dengan bagian kita?

Kata-Nya kepada mereka semua, "Setiap orang yang mau mengikut (will come after – KJV) Aku harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut (follow) Aku. Lukas 9:23

Memikul salib adalah tanggung jawab yang harus kita lakukan dalam hal mengerjakan kehendak Bapa, itulah yang telah Yesus Kristus lakukan sebagai kesempurnaan seluruh pelayanan-Nya.  Yesus dalam keadaan-Nya sebagai manusia telah dicobai sama seperti kita, menderita karena pencobaan itu (2:18), tetapi Ia tidak berbuat dosa (4:15). Sebagai Imam Besar yang tak berdosa telah mempersembahkan diri-Nya sendiri sebagai kurban keselamatan (7:26-27; 9:12-15), satu kurban yang sempurna (10:14).

Sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar taat dari apa yang telah diderita-Nya. Ibrani 5:8

Raja Daud, sebagai pemazmur yang diurapi Tuhan, ia telah menulis hal senada dalam mazmurnya yang menjadi pasal terpanjang dalam Alkitab sebagai berikut:

Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu. Mazmur 119:71

Untuk dapat memikul salib, maka “menyangkal diri” merupakan tahapan yang harus kita kerjakan lebih dahulu. Tanpa penyangkalan diri maka kita tidak dapat memiliki kemampuan untuk memikul tanggung jawab itu. Salib merupakan gambaran dari penderitaan dan penindasan yang kita alami setiap hari, adalah bagian terpenting dalam pembelajaran kita. Melaluinya ketaatan kita teruji dalam mengikut Yesus Kristus untuk melakukan ketetapan-ketetapan Allah. Mengikut Yesus berarti mengerjakan segala sesuatu seperti yang Ia lakukan, dalam hal ini adalah kasih, sebagaimana Yesus telah mengasihi kita demikian pula kita wajib mengasihi sesama manusia. Inilah perintah baru yang harus kita kerjakan,

yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.Yohanes 13:34; 15:12

Dengan inilah kita mengenal kasih itu: Kristus telah menyerahkan hidup-Nya untuk kita. Kita pun wajib menyerahkan hidup kita untuk saudara-saudara kita. 1 Yohanes 3:16 (PB 2004 WBTC)

Siapa saja yang melayani Aku, ia harus mengikut Aku dan di mana Aku berada, di situ pun pelayan-Ku akan berada. Siapa saja yang melayani Aku, ia akan dihormati Bapa. Yohanes 12:26

Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, semuanya berasal dari Satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara, kata-Nya, "Aku akan memberitakan nama-Mu kepada saudara-saudara-Ku, dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaat," Ibrani 2:11-12

Jika Yesus Kristus menyebut kita sebagai saudara-saudara-Nya, maka kita yang telah mengenal kasih Kristus karena menerima-Nya dan mendapatkan kehidupan yang baru bersama-Nya, haruslah memikul tanggung jawab kita untuk melayani dan membawa saudara-saudara (sesama manusia) kepada hidup. Allah menghendaki semua orang berbalik dan bertobat (2 Petrus 3:9). Karena kasih-Nya akan dunia ini (Yohanes 3:16), Allah telah menyerahkan Yesus sebagai tebusan bagi semua manusia (1 Timotius 2:5-6), untuk inilah Injil Kerajaan diberitakan di seluruh dunia menjadi kesaksian bagi semua bangsa (Matius 24:14). Inilah yang diusahakan rasul Paulus dalam pelayanannya,

Bagi semua orang aku telah menjadi segala-galanya, supaya aku sedapat mungkin menyelamatkan beberapa orang dari antara mereka. KPR 9:19-22
Tetapi justru karena itu aku dikasihani, agar dalam diriku ini, sebagai orang yang paling berdosa, Yesus Kristus menunjukkan seluruh kesabaran-Nya. Dengan demikian, aku menjadi contoh bagi mereka yang kemudian percaya kepada-Nya dan mendapat hidup yang kekal. 1 Timotius 1:16

Kesadaran akan kasih Kristus dan komitmen kepada setiap ketetapan Allah yang dihasilkan oleh kasih melalui kurban Yesus Kristus dalam kehidupan baru itulah yang memampukan rasul Paulus sebagai pelayan atau hamba memikul salibnya setiap hari. Jika kasih Kristus tinggal menyertai kehidupan kita, tentu kita juga dimampukan untuk mengasihi mereka yang masih hidup dalam dosa dan jauh dari kemuliaan Allah. Kehidupan dalam kasih Kristus itulah yang akan mendorong kita untuk tidak mencari kenyamanan, kehormatan dan kepentingan diri sendiri. Melalui kasih Kristus, kita semua diberi keteladanan dalam menyangkal diri juga untuk dapat menjadi teladan bagi orang lain.

Kristus sendiri sama seperti Allah dalam segala hal. Kristus adalah sama dengan Allah. Namun Kristus tidak memikirkan untuk mempertahankan kesamaan-Nya dengan Allah. Filipi 2:6 (PB 2004 WBTC).

Jika Yesus Kristus Tuhan kita telah menyangkal diri sedemikian rupa sekalipun Ia sendiri adalah sama dengan Allah. Maka sudah sewajarnya jika kita ingin mengikuti-Nya, untuk berjalan seiring sejalan dengan-Nya kemanapun Ia pergi dalam mengerjakan kehendak Bapa-Nya, haruslah kita menanggalkan segala kesombongan diri. Senantiasa bersyukur, memuji dan memberi hormat kepada-Nya untuk salib yang dipercayakan bagi kita, yaitu jiwa-jiwa yang membutuhkan kehidupan – berita Injil, bagi kemuliaan-Nya. Haleluya.

Sesungguhnya kami adalah orang-orang berhutang,
Namun Tuan telah membayarnya lunas,
Tuan mempercayai dan mengutus kami,
Sudah seharusnya kami pergi,
Mengerjakan segala yang Tuan kehendaki.                Kesiman Rejosari Jatirejo Mojokerto, 26 Agustus 2000

Selasa, 16 Februari 2016

Kembali pada tujuan

Kembali pada tujuan.

“Quo vadis?”, sebuah kalimat dalam bahasa Latin yang terjemahan secara harafiahnya berarti: "Ke mana engkau pergi?" Kalimat ini adalah terjemahan Latin dari petikan bagian apokrif Kisah Rasul Petrus (Acts of Peter): "Tuhan, ke mana Engkau pergi?".  Merupakan ungkapan Kristiani yang menurut Tradisi Gereja dilontarkan kepada Yesus Kristus oleh rasul Petrus yang saat itu bertemu dengan Yesus dalam perjalanan melarikan diri dari misinya yang berisiko disalibkan di Roma. Jawaban Yesus yang mengatakan, "Aku hendak kembali ke Roma untuk disalibkan kembali" (Eo Romam iterum crucifigi) membuat Petrus menyadari panggilannya dan ia pun berjalan kembali ke Roma; kemudian ia disalibkan secara terbalik dan menjadi martir di sana. https://id.wikipedia.org/wiki/Quo_vadis

Kesadaran akan panggilan Tuhan merupakan kompas bagi perjalanan gereja Tuhan menuju tujuan ilahinya. Tanpa kesadaran akan tujuan panggilannya, maka gerak arah maju yang seharusnya segaris atau berpadanan dengan panggilan itu menjadi melenceng atau mengalami bias. Mungkin diperjalanan awal terlihat segaris, tetapi karena ada bias, maka setelah melewati batas tertentu menjadi celah yang cukup lebar, atau bahkan membentuk jurang yang tak terseberangi lagi. Bangunan yang dikerjakan akhirnya menjadi bangunan yang mudah rusak, roboh bahkan mengalami kehancuran total. Keinginan untuk memperbaiki tidak dapat dilaksanakan karena rentang waktu telah menjadikannya tidak mungkin untuk membangunnya kembali.

Apakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, apakah sekarang kamu mau mengakhirinya di dalam daging? Galatia 3:3

Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku, kamu sekalian yang melakukan kejahatan!" Matius 7:22-23

Mempertanyakan dari mana mulainya penyimpangan, maka kita akan mendapatkan satu kata yang menjadi jawabannya yaitu “kompromi”. Ketika kebenaran semu mulai disejajarkan dan dicampur dengan kebenaran sejati. Dimana kedudukan, kekuatan, kepandaian dan semua yang sementara yang dari dunia mulai dipersekutukan dengan sumber kekal abadi yang surgawi. Kompromi memberi dua tempat untuk berpijak, yang pada akhirnya membuat kita terjatuh. Kita semua perlu mengingat bahwa:

Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." Lukas 16:13

Dalam ayat diatas, Mamon menunjuk pada kekayaan atau uang, disebut juga sebagai “yang tidak jujur” di ayat 9 pada pasal tersebut. Mamon juga menunjuk pada sikap yang tidak puas dengan keberadaan yang dimiliki. Sikap tamak atau serakah bersumber dari Mamon ini. Sebuah suksesi yang hendak dicapai dalam kehidupan.  Dari sinilah “passion” atau “gairah” yang mendorong seseorang maupun organisasi (gereja) dalam mengejar tujuan hidupnya.

Dalam keberadaan-Nya sebagai manusia, Yesus Kristus Tuhan memiliki suksesi hidup yang senantiasa selaras, sejalan, berpadanan dengan kehendak Bapa-Nya. Sekalipun diri-Nya tahu secara rinci terhadap apa yang akan menimpa diri-Nya, dalam keadaan sebagai manusia Yesus tidak mendahulukan kepentingan-Nya atau memaksakan kehendak-Nya. Ia telah belajar taat (Ibrani 5:8), dan telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2:8).

"Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari hadapan-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." Matius 26:39

"Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!" Matius 26:42

Kata “mungkin” disini bukanlah menunjuk pada sesuatu yang dapat dilakukan atau tidak, tetapi lebih ditekankan pada apa yang dikehendaki oleh Bapa-Nya. Dalam masalah ini tentu saja Bapa memiliki otoritas dan kemampuan untuk menyingkirkan atau bahkan meniadakan cawan penderitaan Yesus. Menggantikan salib dengan sesuatu yang lain atau meniadakannya. Disini kita dapat melihat adanya komitmen yang kuat dari Yesus Kristus untuk senantiasa sejalan dengan kehendak Bapa-Nya.
Prinsip keteladanan Yesus Kristus dalam ketaatan-Nya pada Bapa inilah yang seharusnya dikerjakan oleh gereja Tuhan dalam pelayanannya sekarang. Kompromi dengan cara-cara duniawi dalam pelayanan harus dibuang jauh-jauh. Penginjilan tidak dapat dikerjakan dengan cara membagi-bagi hadiah atau kegiatan sosial lainnya. Jika hal ini dilakukan, maka yang dihasilkan hanyalah perkumpulan orang yang mencari pemenuhan kebutuhannya saja. Bintang-bintang tamu seperti artis, maupun pembicara atau pengkotbah yang terkenal juga hanya mendatangkan kepuasan telinga. Acara di tempat besar yang dihadiri oleh ribuan orang hanya menghasilkan suasana psikologis yang mempengaruhi perasaan orang yang datang. Tata cara seperti itu hanya akan menghasilkan sesuatu yang keduniawian saja.

Mulai saat itu banyak murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. Yohanes 6:66

Walaupun sebelumnya Yesus telah mengenyangkan mereka semua melalui mujizat, semua yang hadir dikenyangkan bahkan berkelebihan hingga dua belas bakul. Tetapi semua akhirnya tidak dapat menerima kebenaran Allah, bersungut-sungut dan akhirnya pergi. Jika niatan Yesus adalah untuk mencari pengikut, maka Ia akan bermanis kata supaya mereka tidak meninggalkan-Nya. Tetapi karena Ia senantiasa berkehendak untuk sejalan dengan Bapa-Nya, maka Yesus Kristus pun menantang ke dua belas murid pilihan-Nya dengan berkata "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (ayat 67). Yang Yesus kehendaki ialah supaya kita mampu melihat dan menerima-Nya sebagai kebenaran bukan sebagai jawaban kebutuhan jasmaniah saja. Allah menghendaki ketaatan kita (Kejadian 2:16-17).
"Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkau memiliki perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu bahwa Engkaulah Yang Kudus dari Allah." Yohanes 6:68-69

Jawaban Petrus ini kiranya mampu memberi arah bagi iman, pengiringan dan pelayanan kita semua.

Ekklêsia, quo vadis?

Ekklêsia, quo vadis?

Dari catatan yang dilakukan oleh Lukas, kita mendapatkan betapa luar biasanya kuasa Tuhan yang menyertai pelayanan gereja mula-mula. Siapapun yang membaca kisah para rasul ini pastilah sangat merindukan semua peristiwa yang terjadi pada masa itu terjadi juga dimasa sekarang ini. Tanda-tanda ajaib, mujizat kesembuhan berbagai penyakit, pengusiran setan-setan bahkan kebangkitan orang mati terjadi. Pengalaman yang membangkitkan iman setiap orang percaya sehingga mereka dengan keberanian yang luar biasa rela memberitakan kabar sukacita tentang Yesus Kristus, bahkan tidak sedikit dari mereka yang harus mengalami aniaya dan menyerahkan nyawanya bagi Injil. Hikmat mereka dalam pekabaran Injil sangatlah luar biasa sehingga para ahli Taurat yang terpelajar itu menjadi heran akan kemampuan mereka menjelaskan isi kitab suci.

Tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan. (KPR 2:47)

Kenyataan yang terjadi sekarang ini dalam gereja Tuhan atau komunitas orang percaya adalah seperti pada masa imam Eli, dimana pada masa itu firman TUHAN jarang; penglihatan-penglihatan pun tidak sering (1 Samuel 3:1). Hal ini bukan berarti dalam komunitas orang percaya yang kita kenal dalam bentuk gereja tidak ada firman Tuhan yang disampaikan, atau tidak ada pelayanan yang dikerjakan. Tetapi seperti yang kita lihat, dengar dan kenal, dalam gereja Tuhan saat ini senantiasa berkembang sebuah tren pengajaran-pengajaran tertentu. Suatu contoh ketika terjadi lawatan di Kanada yang kita kenal sebagai “Toronto Blessing” pada waktu itu, maka seluruh dunia dilanda pengajaran “tertawa dalam Roh”, berkembang juga tren pengajaran lain yang kita kenal sebagai “teologi kemakmuran”, lalu pada akhir-akhir ini berkembang “hyper-grace”. Semua pengajaran yang menjadi tren itu disuguhkan pada jemaat dengan pemikiran bahwa semua yang diajarkan haruslahmengikuti perkembangan agar tidak ketinggalan jaman. Sementara dibalik semua yang dikerjakan melalui tren pengajaran-pengajaran itu hanyalah “pertambahan pengikut” atau “mempertahankan jemaat”. Sebagai “proyek rohani” yang memuaskan telinga pendengarnya dan menarik banyak dana untuk keuntungan pribadi maupun kelompok/organisasi.

Sebab itu, sesungguhnya, Aku akan menjadi lawan para nabi, demikianlah firman TUHAN, yang mencuri firman-Ku masing-masing dari temannya. Yeremia 23:30

Beginilah firman TUHAN terhadap para nabi, yang menyesatkan bangsaku, yang apabila mereka mendapat sesuatu untuk dikunyah, maka mereka menyerukan damai, tetapi terhadap orang yang tidak memberi sesuatu ke dalam mulut mereka, maka mereka menyatakan perang. Mikha 3:5

Pertambahan jiwa baru yang bertobat dalam gereja Tuhan seakan seperti sungai besar yang dibendung, hanya sedikit aliran pertambahannya, sementara pertambahan jumlah denominasi terjadi begitu pesat. Jemaat yang ada hanya berpindah-pindah dari satu organisasi gereja ke organisasi gereja lainnya untuk memuaskan keinginan hatinya, bahkan karena adanya kekecewaan atau kepahitan dengan pelayanan yang sebelumnya ia ikuti. Seperti ikan dari satu akuarium yang dipindahkan ke akuarium yang lain oleh pemiliknya. Perpecahan terus terjadi, ironisnya bahkan dalam gereja “keluarga” pun terjadi perpecahan antara ayah dan anak yang sebelumnya melakukan pelayanan bersama-sama dalam organisasi tersebut.  Pelayanan bukan lagi dikerjakan untuk kepentingan hadirnya kerajaan Allah di bumi ini, tetapi dilakukan hanya untuk kepentingan seseorang atau kelompok dari golongan tertentu sebagai “proyek rohani” yang menguntungkan dengan memakai atau meminjam nama Tuhan.

Pengertian kata “nabi” disini bukanlah seseorang yang membangun “agama” baru, juga bukan dipakai untuk menyatakan wahyu baru tentang Tuhan. Tetapi menunjuk kepada seseorang yang dibangkitkan oleh Tuhan untuk menyampaikan kehendak-Nya, terhadap apa yang telah terjadi pada masa lalu, atau yang harus dikerjakan bahkan menyingkapkan apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang terkait dengan pembangunan jemaat. Sebagai seorang hamba Tuhan yang membongkar dosa, menasehati, mengajar dan mendampingi orang-orang yang dilayani dengan memberikan keteladanan hidup. Menginspirasi, mendorong dan memfasilitasi pertumbuhan kerohanian mereka menuju waktu Tuhan.

Seorang “nabi” dikatakan sebagai penjaga agar jemaat kudus dan tidak bercela, adalah seseorang yang  
1.       Dibangkitkan oleh Tuhan (Amos 2:11)
2.       Ditetapkan oleh Tuhan (1 Samuel 3:20; Yeremia 1:5)
3.       Diutus Tuhan (2 Tawarikh 36:15; Yeremia 7:25; Matius 23:34)
4.       Dipenuhi oleh Roh Kudus (Lukas 1:67)
5.       Digerakkan oleh Roh Kudus (2 Petrus 1:21)
6.       Berbicara oleh Roh Kudus (KPR 1:16, 11:28, 28:25)
7.       Berbicara dengan/demi nama Tuhan (2 Tawarikh 33:18, Yakobus 5:10)

Dialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan pengajar-pengajar, untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, sampai kita semua telah mencapai kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh, dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, sehingga kita bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh berbagai angin pengajaran, oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan. Efesus 4:11-14

Gereja, kemana engkau pergi? Pertanyaan penting inilah yang harus menjadi perhatian kita sebagai umat atau jemaat Tuhan yang termasuk didalamnya. Kemana (gereja membawa) kita pergi? Bagaimanakah pelayanan (gereja) yang dikerjakan atas kita? Atau lebih penting lagi jika anda adalah seorang  pelayan “Kemana saya membawa jemaat Tuhan ini?” Sudahkah sebagai hamba Tuhan yang bertanggung jawab atas jemaat yang dipercayakan untuk anda layani telah mencapai target ilahinya? Atau justru anda sedang terlibat aktif “memporak porandakan” bangunan rumah rohani yang sedang Tuhan bangun?


Sabtu, 06 Februari 2016

Aku ingin mengenal(kan) DIA

Aku ingin mengenal(kan) DIA.

“ada alasan yang membuat mereka yakin dengan hubungan mereka hingga rela bercerai dari masing-masing rumah tangganya”. http://celebrity.okezone.com; Jum'at, 21 Agustus 2015 dan Jum'at, 22 Januari 2016

Demikian sepenggal ulasan dari pernikahan seorang “hamba tuhan” dengan seorang artis film, hubungan asmara mereka diawali dari perselingkuhan, demikian pengakuan mereka. Berita tentang pernikahannya menimbulkan kegaduhan dunia “rohani” di Indonesia. Bagaimana tidak, seseorang yang dulunya dikenal sebagai “pencerah” ataupun “pendobrak” dengan penampilannya yang ber-tatto, sebagai penulis lagu rohani yang menjadi berkat bagi pendengarnya, yang kemudian menjadi “pendeta” di sebuah komunitas yang didirikannya dengan nama “Generasi Tanpa Tembok” itu akhirnya merobohkan tembok nilai-nilai kristiani yang sebelumnya ia kumandangkan lewat lagu-lagunya.

Sebelumnya terjadi “keributan” di sebuah gereja besar, seorang pendeta menantang orang tuanya yang adalah pendiri dan pendeta senior di Surabaya itu dengan teriakan “Pi, ayo perang!”, sambil memainkan pedal gas mobilnya sehingga memekakkan telinga masyarakat yang ada disekitarnya. Atraksi seperti ini berlanjut dengan turunnya si pendeta dengan membawa tongkat besi dan kayu disertai puluhan petugas cleaning service dan tukang batu yang dibekali kayu dan besi, karena tidak ditanggapi akhirnya ia memukul-mukul almari, meja dan tembok gereja tersebut. http://www.surabayapagi.com ; Jumat, 4 April 2014, baca juga berita pada Rabu, 5 November 2014.

Tantangan gereja Tuhan dan pelayanan yang dikerjakannya pada saat ini dirasakan sangat perlu sekali, mengingat kondisi yang semakin menekan umat manusia, perang dan kekacauan terjadi, kondisi alam mengalami perubahan, terror ada dimana-mana, perekonomian dunia memburuk, muncul penyakit baru, keluarga hancur dan masih banyak hal lain yang menjadikan jiwa manusia merasa letih lesu dan berbeban berat. Penegakan prinsip keteladanan yang seharusnya dikerjakan oleh gereja tentulah menjadi tuntutan tersendiri bagi setiap pelayanan “hamba Tuhan” yang ada. Karena pergeseran yang menimbulkan bayangan akan menghasilkan sesuatu yang meng-hambaT Tuhan, tembok penghambat bagi pengenalan jemaat akan Tuhannya. Pengenalan yang keliru akan menghasilkan penyimpangan atau bias yang menjadi jurang lebar pada ujungnya.

Sudah selayaknya jika setiap kita meneladani apa yang dikerjakan oleh Yesus Kristus dan rasul-rasul-Nya.
Kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan, dan katamu itu tepat, sebab memang Akulah Guru dan Tuhan Jadi jikalau Aku, Tuhan dan Gurumu, membasuh kakimu, maka kamu pun wajib saling membasuh kakimu; sebab Aku telah memberikan suatu teladan kepada kamu, supaya kamu juga berbuat sama seperti yang telah Kuperbuat kepadamu. Yohanes 13:13-15

Ikutilah teladanku, sama seperti aku juga mengikuti teladan Kristus. 1 Korintus 11:1
Jika kita menyebut atau memanggil Yesus Kristus sebagai Tuhan, maka selayaknya kita memiliki hubungan pribadi sebagai hamba dan IA sebagai Penguasa atau “tuan di atas segala tuan” dalam hidup kita. Sehingga segala perintah-Nya wajib kita lakukan.
Siapa yang mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup. 1 Yohanes 2:6.

Kewajiban untuk hidup sama seperti Kristus inilah yang menjadikan pengenalan kita akan Tuhan menjadi sangat penting. Kedekatan dan pergaulan yang intens menyebabkan pengenalan yang semakin dalam. Dalam pelayanannya, rasul Paulus menyatakan bahwa pengenalan ini menjadi prioritas utamanya.
Yang kukehendaki ialah mengenal Dia dan kuasa kebangkitan-Nya dan persekutuan dalam penderitaan-Nya, di mana aku menjadi serupa dengan Dia dalam kematian-Nya, supaya aku akhirnya beroleh kebangkitan dari antara orang mati. Bukan seolah-olah aku telah memperoleh hal ini atau telah sempurna, melainkan aku mengejarnya, kalau-kalau aku dapat juga menangkapnya, karena aku pun telah ditangkap oleh Kristus Yesus. Filipi 3:10-12

Jika kita melihat bahasa aslinya, maka kita akan menemukan betapa dalamnya pengertian yang digunakan oleh rasul Paulus melalui ayat-ayat tersebut. Kata “mengenal” diterjemahkan dari to “know” diturunkan dari bahasa Yunani γινώσκω ginōskō (G1097), dalam definisi Thayer kata ini merupakan ungkapan Yahudi yang dipakai untuk menyatakan hubungan seksual antara seorang pria dan seorang wanita. Dalam hubungan yang dimaksud mengandung betapa rumitnya jalinan pengenalan yang terjadi diantara kedua belah fihak. Betapa sulit digambarkan melalui kata-kata, hal pengenalan dengan tingkat kedalaman seperti yang digambarkan oleh rasul Paulus ini hanya mampu diterjemahkan oleh mereka yang pernah melakukan hubungan kasih antara suami dan istri. Sama halnya seseorang tidak akan pernah mengerti wangi bunga sebelum ia mencium baunya lewat hidungnya, seperti manisnya permen baru dapat dikenal ketika seseorang merasakan melalui lidahnya.

Pengenalan yang hanya bisa didapatkan melalui persekutuan – fellowship, yang diterjemahkan dari kata Yunani κοινωνία koinōnia (G2842), kata yang sama dengan yang dipakai dalam kehidupan jemaat mula-mula, “bertekun dalam persekutuan” (KPR 2:42), sebuah persekutuan dimana semua yang terlibat didalamnya menyatu (ayat 44-46). Seperti “sambal”, dimana cabe, garam, gula, terasi, bawang merah, bawang putih dengan takaran yang tepat diuleg menjadi satu dan tak dapat dipisahkan lagi, kesatuan yang saling memberi rasa, semuanya berfungsi. Persekutuan yang harmonis dalam kesatuan tak terpisahkan pastilah menghasilkan kuasa – power (bandingkan dengan Matius 18:19). Kata “kuasa” yang digunakan di Filipi 3:10 ini diterjemahkan dari δύναμις dunamis (G1411), merupakan kata yang sama dengan yang digunakan ketika Yesus mengatakan “kamu akan menerima kuasa jika Roh Kudus turun ke atas kamu” (KPR 1:8).

Pengenalan yang benar akan menjadikan seseorang mampu semakin hidup dalam keteladanan, dan menampilkan pribadi Kristus di bumi ini.  Menjadi “serupa” συμμορφόω summorphoō (G4833), dalam disain komputer grafis, seperti gambar garis-garis yang kemudian di-render melalui proses komputasi menjadi bentuk nyata dari bangunan yang dimaksud. Dorongan atau gairah seperti rasul Paulus inilah yang akan memampukan setiap kita semakin mengenal Yesus Kristus Pengenalan yang lebih akan mendorong kita untuk semakin “berani” meninggalkan ke-duniawi-an, menjadi pribadi yang mampu memperkenalkan Yesus Kristus sebagai Tuhan dengan menunjukkan karakter yang mengikuti dan melakukan apa yang menjadi kehendak-Nya.


Jumat, 05 Februari 2016

Apa yang kekal?

Apa yang kekal?
Abadi Soesman dilahirkan di Malang, 3 Januari 1949, adalah musisi dan pencipta lagu Indonesia. Abadi mendapat julukan sebagai pemusik serba bisa. Julukan ini sesuai, karena Abadi terampil bermain gitar, piano hingga synthesizers ini mampu pula bermain musik pop, rock, blues, dangdut hingga jazz. Sekalipun sempat bermusik dengan berbagai grup seperti Guruh Gipsy, God Bless, Bharata Band, Tarantulla, Jack Lesmana, ia juga membuat grup band sendiri dengan nama “The Eternals”. Ternyata sekalipun ia bernama Abadi dan “The Eternals” yang juga berarti sama dengan namanya, tetaplah ia akhirnya harus meninggalkan dunia ini nantinya. Memang, dalam dunia ini tidak ada yang kekal.
Kematian adalah akibat langsung dari ketidaktaatan manusia terhadap Tuhan Allah (Kejadian 3:24). Manusia yang sejak semula diciptakan serupa dan segambar dengan Tuhan Allah itu, seharusnya telah mengerti dan mampu membedakan apa yang baik dan yang jahat. Bukankah Tuhan Allah yang menciptakannya pasti tahu apa yang baik dan yang jahat? Bahkan Tuhan Allah memberitahukan pada manusia agar tidak memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu. Sudah tentu seharusnya manusia menyadari akibat ketidaktaatannya. Tetapi manusia lebih mengikuti keinginannya sendiri, tidak ada usaha untuk menggagalkan apa yang diingininya. Karena itu Adam diam saja, bahkan ikut makan buah dari pohon pengetahuan itu dari Hawa isterinya. (Kejadian 3:6). 
Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. (Kejadian 1:27).
Lalu TUHAN Allah memberi perintah ini kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." (Kejadian 2:16-17).
Perempuan itu melihat, bahwa buah pohon itu baik untuk dimakan dan sedap kelihatannya, lagipula pohon itu menarik hati karena memberi pengertian. Lalu ia mengambil dari buahnya dan dimakannya dan diberikannya juga kepada suaminya yang bersama-sama dengan dia, dan suaminya pun memakannya. (Kejadian 3:6).
Sejak manusia diusir dari taman Eden, mereka terpisah dari Allah dan terus bertambah banyak. Tetapi Adam dan manusia keturunan yang dilahirkannya semua pasti mati. Inilah ketetapan Allah atas pelanggaran manusia (Kejadian 2:16-17). Kematian telah menimbulkan sebuah kerinduan yang senantiasa menjadi hasrat manusia, yaitu untuk dapat hidup dalam keabadian, hidup untuk selamanya, hidup seperti Allah. Tentu Allah mengetahui keinginan manusia ini, itulah sebabnya Ia menempatkan kerub untuk menjaga pohon kehidupan itu supaya manusia tidak dapat mendekat, mengambil dan memakan buah dari pohon kehidupan itu (Kejadian 3:24).
Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. (Pengkotbah 3:11).
"Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?" (Markus 10:17).
Kamu menyelidiki Kitab-kitab Suci, sebab kamu menyangka bahwa di dalamnya kamu temukan hidup yang kekal. (Yohanes 5:39).
Manusia dalam kehidupannya di dunia senantiasa berusaha untuk memperoleh kehidupan kekal itu. Tentu saja karena mereka menyadari bahwa ada keterpisahan dengan Allah untuk selamanya yaitu kematian kekal yang menanti mereka. Manusia mengembara di padang belantara mencari “tempat kehidupan” baginya (Mazmur 107:4). Tetapi jalan keselamatan tidak mereka temukan, lalu mereka mengumpulkan harta untuk memuaskan hatinya, tetapi hal itu juga tidak membuat mereka puas (Pengkotbah 4:8, 5:9). Manusia telah mempersembahkan kurban dan persembahan yang tidak dapat menyempurnakan hati nurani orang yang mempersembahkannya juga (Ibrani 9:9). Dalam segala usahanya untuk memperoleh keselamatan tidak membuahkan hasil, seluruh hidupnya penuh kesedihan dan pekerjaannya penuh kesusahan hati, bahkan pada malam hari hatinya tidak tenteram. (Pengkotbah 2:23).
Jika pembaca akrab dengan internet, sempatkanlah melihat ataupun mengunduh “The Book of The Law”, sebuah buku yang ditulis oleh Aliester Crowley dan dipublikasikan pada tahun 1904. Atau buku “Satanic Bible” Gereja Setan Anton Szandor LaVey San Francisco 1968, maka kita akan menemukan identitas satanis dengan lebih jelas.

THE LAW OF THELEMA
"Do what thou wilt shall be the whole of the Law." – “Lakukan keinginanmu adalah seluruh hukum.”
"Love is the law, love under will." – “Kasih adalah hukumnya, kasih dibawah kehendak”
"There is no law beyond Do what thou wilt." – “Tidak ada hukum lain selain Lakukan keinginanmu”
The Book of The Law Chapter III

Say unto thine own heart, "I am mine own redeemer.” – Katakan kepada hatimu, “Aku penebus diriku sendiri.”
THE GOD YOU SAVE, MAY BE YOURSELF – Tuhan yang anda simpan (yakini), bisa jadi diri anda sendiri.
BOOK OF SATAN IV:3
BOOK OF LUCIFER II
http://ir.nmu.org.ua/bitstream/handle/123456789/122799/c4ad45410eb73ee86090cd842d758af5.pdf?sequence=1
Inilah puncak usaha manusia untuk menyelamatkan dirinya sendiri, menempatkan diri sebagai tuhan allah penebus/penyelamat bagi dirinya sendiri. Menjadi “seperti Allah” sama saja pemberontak yang abadi, tidak menghormati dan menentang jalan yang telah disediakan TUHAN Allah. 
Allah adalah kasih (1 Yohanes 4:16).
Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya. (Mazmur 136:1-26).
Karena Allah begitu mengasihi dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16).
Kata Yesus kepadanya, "Akulah jalan dan kebenaran dan hidup. Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku. (Yohanes 14:6).
Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa lidah akan berhenti; pengetahuan akan lenyap. (1 Korintus 13:8).
Inilah jalan yang disediakan Tuhan Allah bagi kita, jalan kasih. Kasih itulah yang mendasari dan mengerjakan seluruh kehendak Tuhan Allah. Karena kasih itulah Ia memisahkan terang dari gelap (Kejadian 1:4). Demikian pula oleh kasih itu, terang tidak dapat dikuasai oleh kegelapan (Yohanes 1:5). Kasih Allah yang kekal bukanlah kasih dibawah kehendak manusia. Manusia hanya melihat perintah itu sebagai tekanan, beban dan belenggu yang menyulitkan-memberatkan hidupnya. Manusia telah gagal melihat kasih yang ada di dalam perintah-Nya. Dalam kehendak bebasnya, manusia telah menempatkan dirinya sebagai binatang yang tidak terkendali keinginannya. Mata tidak kenyang melihat, telinga tidak puas mendengar (Pengkotbah 1:8). Manusia tidak hanya menolak kasih yang disediakan TUHAN Allah baginya, tetapi tetap memberontak terhadap kasih-Nya. Bahkan sekalipun dalam pelayanan, para pemimpin rohani telah mengesampingkan kasih.
Celakalah kamu, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, hai kamu orang-orang munafik, sebab kamu memberi persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan, tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan, yaitu: keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan. Yang satu harus dilakukan dan yang lain jangan diabaikan. (Matius 23:23).
“keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan” penulisan dengan gaya bahasa Polysyndeton <Pol´-y-syn´-de-ton>. Dari bahasa Yunani πολυσύδετον, yang berasal dari kata πολύς (polûs) = banyak, ditambah dengan kata συνδετόν (syndeton) = terikat bersama; dalam grammar, syndeton adalah kombinasi dari σύν (syn) = dan dengan δεῖν (dein) = mengikat. Sehingga kata Polysyndeton berarti, terikat bersama oleh banyak sambungan (dan). Lawan dari Polisyndeton ialah Asyndeton, yang artinya “tanpa (banyak) dan”. Ini berarti bahwa “keadilan dan belas kasihan dan kesetiaan” merupakan sebuah kesatuan yang terikat bersama tidak terpisahkan satu sama lain. Keadilan dan kesetiaan yang bersumber dari belas kasih Tuhan Allah telah dinyatakan bagi manusia.
Kasih yang kekal itulah yang seharusnya ada dalam hidup kita, sehingga kita dimampukan oleh-Nya untuk melakukan yang terpenting dalam hukum Taurat. Kehadiran Kasih itu akan menjadikan kehidupan kita berarti, dan mampu mengasihi Allah.
Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikit pun tidak ada faedahnya bagiku. 1 Korintus 13:1-3.
Kita telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah kepada kita. Allah adalah kasih, dan siapa yang tetap berada di dalam kasih, ia tetap berada di dalam Allah dan Allah di dalam dia. (1 Yohanes 4:16).

Allah yang kekal itu adalah kasih, kasih yang tak berkesudahan, yang selalu baru setiap pagi (Ratapan 3:22-23). Kasih kekal dari Yesus Kristus yang menyertai sampai kesudahan alam itulah yang diberikan Allah supaya manusia mampu hidup dalam kasih, dengan cara melakukan perintah-perintah-Nya (Matius 28:20; 1 Yohanes 5:3).

Dengan inilah kita mengenal kasih Kristus, yaitu bahwa Kristus telah menyerahkan nyawa-Nya untuk kita; jadi kita pun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara seiman kita. (1 Yohanes 3:16),
Inilah tanda atau cara hidup orang yang berada dalam (telah menerima) kehidupan kekal seperti Kristus.