Minggu, 13 Maret 2016

Disiplin Pikiran

Disiplin pikiran

Kita mendapati setiap mahluk hidup memiliki sesuatu yang khas dan unik, mereka memiliki beragam bentuk, warna dan kehidupan. Allah telah menciptakannya menurut jenisnya, baik tumbuhan, hewan maupun mahluk hidup lainnya. Ikan secara alamiah dapat berenang dan hidup dalam air, demikian pula burung dapat terbang di udara. Setiap mahluk membutuhkan makanan untuk kelangsungan hidup pertumbuhannya, di ruang lingkup kehidupan yang sesuai dengan jenisnya. Dalam hal kelangsungan hidup, masing-masing mahluk memiliki syarat lingkungan untuk hidup yang berbeda pula.

Manusia sebagai bagian dari mahluk hidup, dapat  hidup di lingkungan yang berbeda-beda. Kemampuan beradaptasinya sangat luar biasa. Di tempat kehidupannya manusia mampu beradaptasi dan menyatu dengan lingkungan barunya. Sekalipun di tempat yang berbeda bahasanya, dengan cepat manusia menyesuaikan dirinya. Sungguh kemampuan yang sangat luar biasa dan berbeda dengan mahluk hidup lainnya. Dalam pertahanan diri, manusia kemudian berkomunitas dengan sesamanya, membentuk sebuah budaya sesuai dengan lokasi, bahasa dan pola hidup. Pola bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup dengan cara yang sama membentuk gaya hidup. Orang baru yang bergabung dalam komunitas ini menyesuaikan diri dalam segala hal agar dapat diterima dan hidup bersama. Itulah manusia.

Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaruan budimu, sehingga kamu dapat membedakan mana kehendak Allah: Apa yang baik, yang berkenan kepada-Nya dan sempurna. Roma 12:2

Perubahan, sebuah kata yang selalu terkait dengan sebuah proses. Seperti kehidupan yang senantiasa mengalami perubahan waktu, terjadi perubahan dalam bentuk, ukuran dan kualitas seiring pertumbuhan yang terjadi. Perubahan harus terjadi, sebab perubahan bukanlah perubahan jika tidak terjadi perubahan. Dalam ayat diatas, kata “berubahlah” diterjemahkan dari “transformed” yang diambil dari kata aslinya μεταμορφόω “metamorphoo” (G3339), kata yang diterjemahkan sebagai “transfigured” pada Markus 9:2, dimana Yesus Kristus mengalami perubahan (kualitas) penampilan-Nya. “He was changed in form” demikian terjemahan dari BBE (Bible in Basic English, 1965). Mengalami perubahan wujud, seperti proses metamorphosis ulat menjadi kupu-kupu.
Demikian pula seharusnya sebagai orang percaya (mempercayakan diri) kepada Yesus Kristus, maka dalam kehidupan kita akan mengalami proses metamorphosis juga. Mengalami perubahan kualitas. Kualitas kehidupan yang berubah sebagai akibat cara berpikir sesuai dengan kehendak Firman-Nya, bukan lagi berdasarkan manusia (dosa) lama kita, tetapi pikiran Kristus (1 Korintus 2:16; Filipi 2:5). Sebuah pola pikir baru dari Allah, sebagai mahluk yang dilahirkan baru, orang-orang yang dilahirkan bukan dari darah atau dari keinginan jasmani, bukan pula oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah (Yohanes 1:13). Yang senantiasa menginginkan air susu yang murni dan rohani, supaya tetap bertumbuh dan beroleh keselamatan (1 Petrus 2:2). Allah sebagai “ibu” yang melahirkan kita, tentunya menyediakan “air susu”-Nya yang terbaik bagi pertumbuhan anak-anak-NYA (Ulangan 32:18). Secara alamiah dengan menyusu, maka bayi akan mengalami kedekatan karena ia menyerap “kehidupan” ibunya. Demikian orang tua (ibu) mengalami kedekatan emosional yang lebih dalam terhadap bayinya.

Dengan demikian mudah dapat kita pahami bahwa setiap orang “percaya” yang dalam hidupnya tidak mengalami perubahan kualitas dan memiliki keterikatan emosional yang ilahi (memiliki sifat-sifat Allah), orang tersebut belum mengalami “kelahiran baru” sebagai anak-anak Allah. Itulah yang dikatakan oleh rasul Yakobus bahwa iman bekerja sama dengan perbuatan dan oleh perbuatan itu iman menjadi sempurna (Yakobus 2:22). Sebagai orang yang dilahirkan dari Allah, tentulah memiliki kerinduan untuk senantiasa mendapatkan pertumbuhannya dari Allah, kecintaan terhadap Firman Allah menjadi suatu kebutuhan pokok yang tidak dapat terpisahkan dari kehidupannya. Dengan demikian secara bertahap dalam pertumbuhannya sebagai “manusia Allah”, kepribadiannya semakin dekat dan menyerupai Allah yang mewujud sebagai manusia – Yesus Kristus.
Manusia rohani yang mengenakan pikiran dan perasaan Kristus tidak lagi mengalami kesulitan untuk mengerti dalam menyikapi sebuah masalah. Hikmat Allah senantiasa mengikutinya, sebagaimana hikmat itu menyertai Yesus Kristus. Bagaimana hal ini dapat terjadi? Sebab manusia rohani senantiasa hidup dalam doa sebagaimana Yesus hidup, kita mendapatkan jalan masuk melalui-Nya. Jika kekurangan hikmat maka kita tinggal memintanya (Yakobus 1:5), Yesus Kristus sendiri mengajarkan pada kita agar meminta supaya kerajaan Allah dan kehendak-Nya datang di bumi ini. Dimana? Ya, di dalam kehidupan setiap kita anak-anak-Nya yang hidup di bumi ini.

Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di surga tahu bahwa kamu memerlukan semuanya itu. Matius 6:32
Pencobaan iblis terhadap Yesus Kristus pastilah menjadi bagian dalam setiap kehidupan anak-anak-Nya (orang percaya). Sebagai manusia, jelas memerlukan segala sesuatu yang dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Makanan, minuman dan pakaian merupakan kebutuhan dasar yang dicari oleh setiap manusia. Dalam permasalahan ini, iblis akan membawa kita masuk pada pencobaan yang lain, yaitu “bukankah mengenai kamu, IA akan memerintahkan…”, memerintahkan berkat, kehidupan, kemenangan bagi setiap kita, manusia baru – anak-anak-Nya (Mazmur 44:4; 133:3). Sebuah pencobaan untuk meragukan janji Tuhan atas kita. Pengetahuan akan Firman-Nya justru membuat kita masuk dalam pencobaan untuk meragukan-Nya. Sehingga sebagai orang percaya (yang mempercayakan hidup) pada-Nya, terkadang kita masih mencobai Tuhan dengan memaksakan kehendak sendiri seperti Saul (1 Samuel 13:11-14). Atau beradu argumentasi dengan Tuhan seolah telah tahu dan mengerti rancangan-Nya seperti Marta (Yohanes 11:24).

Yang terpenting adalah senantiasa menaklukkan diri pada kehendak dan pimpinan Roh Kudus-Nya, sekalipun seolah apa yang kita rencanakan nampak baik atau benar di mata Tuhan (KPR 16:6-7). Disini dibutuhkan ketaatan, sebuah kedisiplinan untuk terus dipimpin oleh-Nya. Pikiran yang senantiasa berkeinginan untuk menyenangkan hati Bapa, sebagaimana Yesus Kristus telah belajar taat (Ibrani 5:8). Allah yang berfirman kepada-Nya, "Engkaulah Anak-Ku! Engkau telah menjadi Anak-Ku pada hari ini, Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya" (Ibrani 5:5-6), menyatakan hal yang sama kepada kita "kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat Allah sendiri" (1 Petrus 2:9). Sebagai prajurit yang sedang berjuang tidak memusingkan dirinya dengan soal-soal penghidupannya, supaya dengan demikian ia berkenan kepada komandannya (2 Timotius 2:4). 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar