Jumat, 02 September 2016

Berbahagia melalui penderitaan

Berbahagia melalui penderitaan
Dalam kamus bahasa Indonesia, kata menderita berarti menanggung sesuatu yang tidak menyenangkan. Sementara kata menyenangkan berarti membuat bersuka hati. Orang menjadi bersuka hati jika apa yang dialaminya merupakan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya.

Wahai jiwa, engkau menderita, itu aku tahu.
Engkau telah menderita
sejak engkau berpisah dari Firman
dan berteman dengan pikiran.
Karena engkau bergaul dengan pikiran yang liar,
engkau tetap terikat kepada tubuh
dan terjerat oleh kesenangan inderawi.                                       
Para suci mengetahui keberadaan kita yang menyedihkan. Mereka tahu bahwa manusia hidup di alam impian. Impian yang dikendalikan oleh indra tubuh untuk memuaskan keinginannya. Segala sesuatu yang diterima melalui seluruh indra tubuh masuk dan diolah oleh pikiran. Kendali dari pikiran adalah hati, ia bersifat mementingkan diri sendiri, menyukai kesenangan, dan sangat licik (Yeremia 17:9).
the heart; used (figuratively) very widely for the feelings, the will and even the intellect; likewise for the centre of anything.
Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari situlah terpancar kehidupan. Amsal 4:23
Penulis amsal tersebut adalah raja Salomo, seorang raja yang sangat kaya dan bergelimang segala kemewahan. Ia melakukan pekerjaan-pekerjaan besar, mendirikan rumah-rumah, memiliki kebun-kebun anggur; mengusahakan kebun-kebun dan taman-taman dan menanaminya dengan rupa-rupa pohon buah-buahan; menggali kolam-kolam untuk mengairi tanaman pohon-pohon muda.  Juga membeli budak-budak laki-laki dan perempuan, dan ada budak-budak yang lahir di rumahnya; ia mempunyai juga banyak sapi dan kambing domba melebihi siapa pun yang pernah hidup di Yerusalem sebelumnya. Salomo mengumpulkan juga perak dan emas, harta benda raja-raja dan daerah-daerah. Mencari biduan-biduan dan biduanita-biduanita, dan yang menyenangkan anak-anak manusia, yakni banyak gundik. Dengan demikian ia menjadi besar, bahkan lebih besar dari pada siapa pun yang pernah hidup di Yerusalem sebelumnya (Pengkotbah 2:4-9). Bukankah keadaan seperti raja ini yang diinginkan oleh setiap manusia?

Inilah yang akan aku perbuat; aku akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan bersenang-senanglah! (Lukas 12:18-19).
Sang pengkotbah, raja Salomo mengatakan bahwa semua hal tersebut adalah kesia-siaan. Bahkan ia katakan semua yang ada usaha dibawah matahari; pengetahuan, hikmat dan kekuasaan adalah sia-sia (Pengkotbah 1:18; 2:19; 4:7).
Daud, penggembala domba yang akhirnya menjadi raja Israel, pemazmur yang diurapi Tuhan, ayah Salomo, menulis dalam salah satu mazmurnya dalam bentuk nyanyian pengajaran:

Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!  Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan yang tidak berjiwa penipu (Mazmur 32:1-2).

Pengampunan dari Tuhan terhadap semua kesalahan akibat pelanggaran dan dosa merupakan sumber kebahagiaan seharusnya menjadi tujuan utama dari kehidupan setiap manusia. Sekalipun seseorang telah berhasil dalam kehidupannya seperti raja Salomo, ia tidak akan mampu membeli atau menghapus pelanggarannya dan menerima pengampunan dari tahta pengadilan Tuhan. Pelanggaran dan dosanya tetap menghasilkan maut sesuai dengan ketetapan Tuhan (Roma 6:23). Setiap orang akan menanggung akibat kejahatan yang dikerjakannya (Matius 7:21). Celakalah manusia karena kecenderungan hatinya membuahkan kejahatan semata (Kejadian 6:5), kejahatan yang timbul dari kepentingan diri sendiri (Yakobus 3:16), jalan mereka menyisakan keruntuhan dan kebinasaan (Roma 3:16) bukan hanya untuk diri mereka sendiri tetapi juga bagi orang lain (1Timotius 4:1).

Orang yang paling berbahagia adalah mereka yang mendapatkan penghormatan dari Tuhan. Mereka yang setia dalam mengerjakan kehendak-Nya. (Matius 25:21). Kehendak Bapa surgawi bukanlah sesuatu yang sulit atau tidak dapat kita kerjakan, karena Ia tahu kekuatan dan kemampuan kita (1 Yohanes 5:3-4). Untuk melakukan hal-hal yang supranatural dalam pekerjaan pelayanan (1 Korintus 12:4-11), Ia menjadi sumber kekuatan yang memampukan kita untuk menghadapi kuasa kegelapan (Matius 28:18-20; Markus 16:17; Lukas 10:19), untuk mengalahkan iblis (Yakobus 4:7), untuk mengalahkan pencobaan yang bersumber dari keinginan kita (Yakobus 1:14). Itulah sebabnya Allah berkata ”dosa sudah mengintip di depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya” kepada Kain. Hal ini berarti, yang lahir dari Adam – manusia berdosa dan keturunannya masih memiliki kuasa untuk menang atas dosa. Rasul Petrus berkata “Lawanlah dia (iblis) dengan iman yang teguh” (1 Petrus 5:9). Ingatlah bahwa iblis berbeda dengan roh jahat atau kuasa kegelapan, iblis adalah “cara berpikir manusiawi, bukan apa yang dipikirkan Allah” (Matius 16:23). Itulah sebabnya pencobaan-pencobaan yang menimpa kita – yang bersumber dari keinginan kita – tidak melebihi kekuatan kita (1 Korintus 10:13). Pemerintah-pemerintah dan penguasa-penguasa yang tidak kelihatan itu telah dikalahkan dan dilucuti melalui karya salib Kristus (1 Korintus 15:26; Kolose 2:14-15; 2 Timotius 1:9-10).

Penderitaan yang harus dialami untuk mengikut Kristus ialah ketika “menyangkal diri” dan “memikul salib” harus kita lakukan setiap hari (Lukas 9:23). Sama seperti Yesus yang menanggalkan keallahan-Nya (Filipi 2:6) dan memikul salib (ayat 8). Hidup-Nya untuk memberi keteladanan bagi kita agar dapat mengerjakan kehendak Bapa (Yohanes 13:15). Keteladanan itu pula yang diajarkan oleh rasul Paulus (1 Korintus 11:1; 2 Tesalonika 7-9; 1 Timotius 4:12). Sebuah proses untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus, yang seharusnya menjadi sumber kegirangan atau sukacita kita, meninggalkan keserupaan dengan dunia (Roma 8:29; 12:2). Sesuatu yang seharusnya menjadi tujuan kebahagiaan kita (Filipi 3:10). Menyangkal diri berarti tidak memakai kebenaran diri sendiri, tetapi menerima kebenaran-Nya. “Bukan kehendak-ku, tetapi kehendak-Mu”. Pikul salib berarti memperhatikan kepentingan orang lain agar mengerti kehendak-Nya, membawa mereka untuk menjadi murid-Nya.

"Hineni, osah et atzmi merkava l'shekhina".
Here I am, transforming myself into a chariot for Divine Presence.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar