Berbahagia melalui
penderitaan
Dalam kamus bahasa Indonesia, kata
menderita berarti menanggung sesuatu yang tidak menyenangkan. Sementara kata
menyenangkan berarti membuat bersuka hati. Orang menjadi bersuka hati jika apa
yang dialaminya merupakan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya.
Wahai
jiwa, engkau menderita, itu aku tahu.
Engkau
telah menderita
sejak
engkau berpisah dari Firman
dan
berteman dengan pikiran.
Karena
engkau bergaul dengan pikiran yang liar,
engkau
tetap terikat kepada tubuh
dan terjerat oleh kesenangan
inderawi.
Para suci
mengetahui keberadaan kita yang menyedihkan. Mereka tahu bahwa manusia hidup di
alam impian. Impian yang dikendalikan oleh indra tubuh untuk memuaskan
keinginannya. Segala sesuatu yang diterima melalui seluruh indra tubuh masuk
dan diolah oleh pikiran. Kendali dari pikiran adalah hati, ia bersifat
mementingkan diri sendiri, menyukai kesenangan, dan sangat licik (Yeremia 17:9).
the heart; used (figuratively) very widely for the feelings, the will and even
the intellect; likewise for the centre of anything.
Jagalah hatimu dengan segala kewaspadaan, karena dari
situlah terpancar kehidupan. Amsal 4:23
Penulis amsal tersebut adalah raja Salomo, seorang raja yang
sangat kaya dan bergelimang segala kemewahan. Ia melakukan pekerjaan-pekerjaan
besar, mendirikan rumah-rumah, memiliki kebun-kebun anggur; mengusahakan
kebun-kebun dan taman-taman dan menanaminya dengan rupa-rupa pohon buah-buahan;
menggali kolam-kolam untuk mengairi tanaman pohon-pohon muda. Juga membeli budak-budak laki-laki dan
perempuan, dan ada budak-budak yang lahir di rumahnya; ia mempunyai juga banyak
sapi dan kambing domba melebihi siapa pun yang pernah hidup di Yerusalem
sebelumnya. Salomo mengumpulkan juga perak dan emas, harta benda raja-raja dan
daerah-daerah. Mencari biduan-biduan dan biduanita-biduanita, dan yang
menyenangkan anak-anak manusia, yakni banyak gundik. Dengan demikian ia menjadi
besar, bahkan lebih besar dari pada siapa pun yang pernah hidup di Yerusalem
sebelumnya (Pengkotbah 2:4-9). Bukankah keadaan seperti raja ini yang
diinginkan oleh setiap manusia?
Inilah yang akan aku perbuat; aku
akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan
aku akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. Sesudah itu
aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun
untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan
bersenang-senanglah! (Lukas 12:18-19).
Sang pengkotbah, raja Salomo
mengatakan bahwa semua hal tersebut adalah kesia-siaan. Bahkan ia katakan semua
yang ada usaha dibawah matahari; pengetahuan, hikmat dan kekuasaan adalah
sia-sia (Pengkotbah 1:18; 2:19; 4:7).
Daud, penggembala domba yang akhirnya menjadi raja Israel,
pemazmur yang diurapi Tuhan, ayah Salomo, menulis dalam salah satu mazmurnya
dalam bentuk nyanyian pengajaran:
Berbahagialah orang yang diampuni
pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!
Berbahagialah manusia, yang kesalahannya tidak diperhitungkan TUHAN, dan
yang tidak berjiwa penipu (Mazmur 32:1-2).
Pengampunan dari Tuhan terhadap semua kesalahan akibat
pelanggaran dan dosa merupakan sumber kebahagiaan seharusnya menjadi tujuan
utama dari kehidupan setiap manusia. Sekalipun seseorang telah berhasil dalam
kehidupannya seperti raja Salomo, ia tidak akan mampu membeli atau menghapus
pelanggarannya dan menerima pengampunan dari tahta pengadilan Tuhan.
Pelanggaran dan dosanya tetap menghasilkan maut sesuai dengan ketetapan Tuhan
(Roma 6:23). Setiap orang akan menanggung akibat kejahatan yang dikerjakannya
(Matius 7:21). Celakalah manusia karena kecenderungan hatinya membuahkan
kejahatan semata (Kejadian 6:5), kejahatan yang timbul dari kepentingan diri
sendiri (Yakobus 3:16), jalan mereka menyisakan keruntuhan dan kebinasaan (Roma
3:16) bukan hanya untuk diri mereka sendiri tetapi juga bagi orang lain (1Timotius
4:1).
Orang yang paling berbahagia adalah mereka yang mendapatkan
penghormatan dari Tuhan. Mereka yang setia dalam mengerjakan kehendak-Nya. (Matius
25:21). Kehendak Bapa surgawi bukanlah sesuatu yang sulit atau tidak dapat kita
kerjakan, karena Ia tahu kekuatan dan kemampuan kita (1 Yohanes 5:3-4). Untuk
melakukan hal-hal yang supranatural dalam pekerjaan pelayanan (1 Korintus
12:4-11), Ia menjadi sumber kekuatan yang memampukan kita untuk menghadapi
kuasa kegelapan (Matius 28:18-20; Markus 16:17; Lukas 10:19), untuk mengalahkan
iblis (Yakobus 4:7), untuk mengalahkan pencobaan yang bersumber dari keinginan
kita (Yakobus 1:14). Itulah sebabnya Allah berkata ”dosa sudah mengintip di
depan pintu; ia sangat menggoda engkau, tetapi engkau harus berkuasa atasnya”
kepada Kain. Hal ini berarti, yang lahir dari Adam – manusia berdosa dan
keturunannya masih memiliki kuasa untuk menang atas dosa. Rasul Petrus berkata “Lawanlah
dia (iblis) dengan iman yang teguh” (1 Petrus 5:9). Ingatlah bahwa iblis
berbeda dengan roh jahat atau kuasa kegelapan, iblis adalah “cara berpikir
manusiawi, bukan apa yang dipikirkan Allah” (Matius 16:23). Itulah sebabnya
pencobaan-pencobaan yang menimpa kita – yang bersumber dari keinginan kita –
tidak melebihi kekuatan kita (1 Korintus 10:13). Pemerintah-pemerintah dan
penguasa-penguasa yang tidak kelihatan itu telah dikalahkan dan dilucuti
melalui karya salib Kristus (1 Korintus 15:26; Kolose 2:14-15; 2 Timotius
1:9-10).
Penderitaan yang harus dialami untuk mengikut Kristus ialah
ketika “menyangkal diri” dan “memikul salib” harus kita lakukan setiap hari
(Lukas 9:23). Sama seperti Yesus yang menanggalkan keallahan-Nya (Filipi 2:6)
dan memikul salib (ayat 8). Hidup-Nya untuk memberi keteladanan bagi kita agar
dapat mengerjakan kehendak Bapa (Yohanes 13:15). Keteladanan itu pula yang
diajarkan oleh rasul Paulus (1 Korintus 11:1; 2 Tesalonika 7-9; 1 Timotius
4:12). Sebuah proses untuk menjadi semakin serupa dengan Kristus, yang seharusnya
menjadi sumber kegirangan atau sukacita kita, meninggalkan keserupaan dengan
dunia (Roma 8:29; 12:2). Sesuatu yang seharusnya menjadi tujuan kebahagiaan
kita (Filipi 3:10). Menyangkal diri berarti tidak memakai kebenaran diri
sendiri, tetapi menerima kebenaran-Nya. “Bukan kehendak-ku, tetapi
kehendak-Mu”. Pikul salib berarti memperhatikan kepentingan orang lain agar mengerti
kehendak-Nya, membawa mereka untuk menjadi murid-Nya.
"Hineni, osah et atzmi merkava l'shekhina".
Here I am,
transforming myself into a chariot for Divine Presence.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar