Selasa, 16 Februari 2016

Kembali pada tujuan

Kembali pada tujuan.

“Quo vadis?”, sebuah kalimat dalam bahasa Latin yang terjemahan secara harafiahnya berarti: "Ke mana engkau pergi?" Kalimat ini adalah terjemahan Latin dari petikan bagian apokrif Kisah Rasul Petrus (Acts of Peter): "Tuhan, ke mana Engkau pergi?".  Merupakan ungkapan Kristiani yang menurut Tradisi Gereja dilontarkan kepada Yesus Kristus oleh rasul Petrus yang saat itu bertemu dengan Yesus dalam perjalanan melarikan diri dari misinya yang berisiko disalibkan di Roma. Jawaban Yesus yang mengatakan, "Aku hendak kembali ke Roma untuk disalibkan kembali" (Eo Romam iterum crucifigi) membuat Petrus menyadari panggilannya dan ia pun berjalan kembali ke Roma; kemudian ia disalibkan secara terbalik dan menjadi martir di sana. https://id.wikipedia.org/wiki/Quo_vadis

Kesadaran akan panggilan Tuhan merupakan kompas bagi perjalanan gereja Tuhan menuju tujuan ilahinya. Tanpa kesadaran akan tujuan panggilannya, maka gerak arah maju yang seharusnya segaris atau berpadanan dengan panggilan itu menjadi melenceng atau mengalami bias. Mungkin diperjalanan awal terlihat segaris, tetapi karena ada bias, maka setelah melewati batas tertentu menjadi celah yang cukup lebar, atau bahkan membentuk jurang yang tak terseberangi lagi. Bangunan yang dikerjakan akhirnya menjadi bangunan yang mudah rusak, roboh bahkan mengalami kehancuran total. Keinginan untuk memperbaiki tidak dapat dilaksanakan karena rentang waktu telah menjadikannya tidak mungkin untuk membangunnya kembali.

Apakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, apakah sekarang kamu mau mengakhirinya di dalam daging? Galatia 3:3

Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan, bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan mengadakan banyak mukjizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu! Enyahlah dari hadapan-Ku, kamu sekalian yang melakukan kejahatan!" Matius 7:22-23

Mempertanyakan dari mana mulainya penyimpangan, maka kita akan mendapatkan satu kata yang menjadi jawabannya yaitu “kompromi”. Ketika kebenaran semu mulai disejajarkan dan dicampur dengan kebenaran sejati. Dimana kedudukan, kekuatan, kepandaian dan semua yang sementara yang dari dunia mulai dipersekutukan dengan sumber kekal abadi yang surgawi. Kompromi memberi dua tempat untuk berpijak, yang pada akhirnya membuat kita terjatuh. Kita semua perlu mengingat bahwa:

Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." Lukas 16:13

Dalam ayat diatas, Mamon menunjuk pada kekayaan atau uang, disebut juga sebagai “yang tidak jujur” di ayat 9 pada pasal tersebut. Mamon juga menunjuk pada sikap yang tidak puas dengan keberadaan yang dimiliki. Sikap tamak atau serakah bersumber dari Mamon ini. Sebuah suksesi yang hendak dicapai dalam kehidupan.  Dari sinilah “passion” atau “gairah” yang mendorong seseorang maupun organisasi (gereja) dalam mengejar tujuan hidupnya.

Dalam keberadaan-Nya sebagai manusia, Yesus Kristus Tuhan memiliki suksesi hidup yang senantiasa selaras, sejalan, berpadanan dengan kehendak Bapa-Nya. Sekalipun diri-Nya tahu secara rinci terhadap apa yang akan menimpa diri-Nya, dalam keadaan sebagai manusia Yesus tidak mendahulukan kepentingan-Nya atau memaksakan kehendak-Nya. Ia telah belajar taat (Ibrani 5:8), dan telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2:8).

"Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari hadapan-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." Matius 26:39

"Ya Bapa-Ku jikalau cawan ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah kehendak-Mu!" Matius 26:42

Kata “mungkin” disini bukanlah menunjuk pada sesuatu yang dapat dilakukan atau tidak, tetapi lebih ditekankan pada apa yang dikehendaki oleh Bapa-Nya. Dalam masalah ini tentu saja Bapa memiliki otoritas dan kemampuan untuk menyingkirkan atau bahkan meniadakan cawan penderitaan Yesus. Menggantikan salib dengan sesuatu yang lain atau meniadakannya. Disini kita dapat melihat adanya komitmen yang kuat dari Yesus Kristus untuk senantiasa sejalan dengan kehendak Bapa-Nya.
Prinsip keteladanan Yesus Kristus dalam ketaatan-Nya pada Bapa inilah yang seharusnya dikerjakan oleh gereja Tuhan dalam pelayanannya sekarang. Kompromi dengan cara-cara duniawi dalam pelayanan harus dibuang jauh-jauh. Penginjilan tidak dapat dikerjakan dengan cara membagi-bagi hadiah atau kegiatan sosial lainnya. Jika hal ini dilakukan, maka yang dihasilkan hanyalah perkumpulan orang yang mencari pemenuhan kebutuhannya saja. Bintang-bintang tamu seperti artis, maupun pembicara atau pengkotbah yang terkenal juga hanya mendatangkan kepuasan telinga. Acara di tempat besar yang dihadiri oleh ribuan orang hanya menghasilkan suasana psikologis yang mempengaruhi perasaan orang yang datang. Tata cara seperti itu hanya akan menghasilkan sesuatu yang keduniawian saja.

Mulai saat itu banyak murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia. Yohanes 6:66

Walaupun sebelumnya Yesus telah mengenyangkan mereka semua melalui mujizat, semua yang hadir dikenyangkan bahkan berkelebihan hingga dua belas bakul. Tetapi semua akhirnya tidak dapat menerima kebenaran Allah, bersungut-sungut dan akhirnya pergi. Jika niatan Yesus adalah untuk mencari pengikut, maka Ia akan bermanis kata supaya mereka tidak meninggalkan-Nya. Tetapi karena Ia senantiasa berkehendak untuk sejalan dengan Bapa-Nya, maka Yesus Kristus pun menantang ke dua belas murid pilihan-Nya dengan berkata "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (ayat 67). Yang Yesus kehendaki ialah supaya kita mampu melihat dan menerima-Nya sebagai kebenaran bukan sebagai jawaban kebutuhan jasmaniah saja. Allah menghendaki ketaatan kita (Kejadian 2:16-17).
"Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkau memiliki perkataan hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu bahwa Engkaulah Yang Kudus dari Allah." Yohanes 6:68-69

Jawaban Petrus ini kiranya mampu memberi arah bagi iman, pengiringan dan pelayanan kita semua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar