Kembali pada tujuan.
“Quo vadis?”, sebuah kalimat dalam bahasa
Latin yang terjemahan secara harafiahnya berarti:
"Ke mana engkau pergi?"
Kalimat ini adalah terjemahan Latin dari petikan bagian apokrif Kisah
Rasul Petrus (Acts of Peter): "Tuhan, ke mana Engkau pergi?". Merupakan ungkapan Kristiani yang menurut
Tradisi Gereja dilontarkan
kepada Yesus Kristus oleh rasul
Petrus yang saat itu bertemu dengan Yesus dalam perjalanan melarikan
diri dari misinya yang berisiko disalibkan di Roma. Jawaban Yesus
yang mengatakan, "Aku hendak kembali
ke Roma untuk disalibkan kembali" (Eo
Romam iterum crucifigi) membuat Petrus menyadari panggilannya dan ia pun
berjalan kembali ke Roma; kemudian ia disalibkan secara terbalik dan
menjadi martir di
sana. https://id.wikipedia.org/wiki/Quo_vadis
Kesadaran akan panggilan Tuhan merupakan kompas bagi
perjalanan gereja Tuhan menuju tujuan ilahinya. Tanpa kesadaran akan tujuan
panggilannya, maka gerak arah maju yang seharusnya segaris atau berpadanan
dengan panggilan itu menjadi melenceng atau mengalami bias. Mungkin
diperjalanan awal terlihat segaris, tetapi karena ada bias, maka setelah
melewati batas tertentu menjadi celah yang cukup lebar, atau bahkan membentuk
jurang yang tak terseberangi lagi. Bangunan yang dikerjakan akhirnya menjadi
bangunan yang mudah rusak, roboh bahkan mengalami kehancuran total. Keinginan
untuk memperbaiki tidak dapat dilaksanakan karena rentang waktu telah
menjadikannya tidak mungkin untuk membangunnya kembali.
Apakah kamu sebodoh itu? Kamu telah mulai dengan Roh, apakah sekarang
kamu mau mengakhirinya di dalam daging? Galatia 3:3
Pada hari terakhir banyak orang akan berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan,
bukankah kami bernubuat demi nama-Mu, dan mengusir setan demi nama-Mu, dan
mengadakan banyak mukjizat demi nama-Mu juga? Pada waktu itulah Aku akan
berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak pernah mengenal kamu!
Enyahlah dari hadapan-Ku, kamu sekalian yang melakukan kejahatan!" Matius
7:22-23
Mempertanyakan dari mana mulainya penyimpangan, maka kita
akan mendapatkan satu kata yang menjadi jawabannya yaitu “kompromi”. Ketika
kebenaran semu mulai disejajarkan dan dicampur dengan kebenaran sejati. Dimana
kedudukan, kekuatan, kepandaian dan semua yang sementara yang dari dunia mulai
dipersekutukan dengan sumber kekal abadi yang surgawi. Kompromi memberi dua
tempat untuk berpijak, yang pada akhirnya membuat kita terjatuh. Kita semua
perlu mengingat bahwa:
Seorang hamba tidak dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika
demikian ia akan membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan
setia kepada yang seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat
mengabdi kepada Allah dan kepada Mamon." Lukas 16:13
Dalam ayat diatas, Mamon menunjuk pada kekayaan atau uang,
disebut juga sebagai “yang tidak jujur” di ayat 9 pada pasal tersebut. Mamon
juga menunjuk pada sikap yang tidak puas dengan keberadaan yang dimiliki. Sikap
tamak atau serakah bersumber dari Mamon ini. Sebuah suksesi yang hendak dicapai
dalam kehidupan. Dari sinilah “passion”
atau “gairah” yang mendorong seseorang maupun organisasi (gereja) dalam mengejar
tujuan hidupnya.
Dalam keberadaan-Nya sebagai manusia, Yesus Kristus Tuhan
memiliki suksesi hidup yang senantiasa selaras, sejalan, berpadanan dengan
kehendak Bapa-Nya. Sekalipun diri-Nya tahu secara rinci terhadap apa yang akan
menimpa diri-Nya, dalam keadaan sebagai manusia Yesus tidak mendahulukan
kepentingan-Nya atau memaksakan kehendak-Nya. Ia telah belajar taat (Ibrani
5:8), dan telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati
di kayu salib. (Filipi 2:8).
"Ya Bapa-Ku, jikalau
sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari hadapan-Ku, tetapi janganlah
seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." Matius
26:39
"Ya Bapa-Ku jikalau cawan
ini tidak mungkin lalu, kecuali apabila Aku meminumnya, jadilah
kehendak-Mu!" Matius 26:42
Kata “mungkin” disini bukanlah menunjuk pada sesuatu yang
dapat dilakukan atau tidak, tetapi lebih ditekankan pada apa yang dikehendaki
oleh Bapa-Nya. Dalam masalah ini tentu saja Bapa memiliki otoritas dan
kemampuan untuk menyingkirkan atau bahkan meniadakan cawan penderitaan Yesus.
Menggantikan salib dengan sesuatu yang lain atau meniadakannya. Disini kita dapat
melihat adanya komitmen yang kuat dari Yesus Kristus untuk senantiasa sejalan
dengan kehendak Bapa-Nya.
Prinsip keteladanan Yesus Kristus dalam ketaatan-Nya pada
Bapa inilah yang seharusnya dikerjakan oleh gereja Tuhan dalam pelayanannya
sekarang. Kompromi dengan cara-cara duniawi dalam pelayanan harus dibuang
jauh-jauh. Penginjilan tidak dapat dikerjakan dengan cara membagi-bagi hadiah
atau kegiatan sosial lainnya. Jika hal ini dilakukan, maka yang dihasilkan
hanyalah perkumpulan orang yang mencari pemenuhan kebutuhannya saja. Bintang-bintang
tamu seperti artis, maupun pembicara atau pengkotbah yang terkenal juga hanya
mendatangkan kepuasan telinga. Acara di tempat besar yang dihadiri oleh ribuan
orang hanya menghasilkan suasana psikologis yang mempengaruhi perasaan orang
yang datang. Tata cara seperti itu hanya akan menghasilkan sesuatu yang
keduniawian saja.
Mulai saat itu banyak murid-Nya mengundurkan diri dan tidak lagi
mengikut Dia. Yohanes 6:66
Walaupun sebelumnya Yesus telah mengenyangkan mereka semua
melalui mujizat, semua yang hadir dikenyangkan bahkan berkelebihan hingga dua
belas bakul. Tetapi semua akhirnya tidak dapat menerima kebenaran Allah, bersungut-sungut
dan akhirnya pergi. Jika niatan Yesus adalah untuk mencari pengikut, maka Ia
akan bermanis kata supaya mereka tidak meninggalkan-Nya. Tetapi karena Ia
senantiasa berkehendak untuk sejalan dengan Bapa-Nya, maka Yesus Kristus pun
menantang ke dua belas murid pilihan-Nya dengan berkata "Apakah kamu tidak mau pergi juga?" (ayat 67). Yang Yesus
kehendaki ialah supaya kita mampu melihat dan menerima-Nya sebagai kebenaran
bukan sebagai jawaban kebutuhan jasmaniah saja. Allah menghendaki ketaatan kita
(Kejadian 2:16-17).
"Tuhan, kepada siapakah kami akan pergi? Engkau memiliki perkataan
hidup yang kekal; dan kami telah percaya dan tahu bahwa Engkaulah Yang Kudus
dari Allah." Yohanes 6:68-69
Jawaban Petrus ini kiranya mampu memberi arah bagi iman, pengiringan
dan pelayanan kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar