Nama (itu)
berkuasa?
"Marilah kita dirikan bagi
kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah
kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi."
(KejaIan 11:4).
“marilah
kita cari nama” And let us make a name, שֵׁם; neither an idol temple, שֵׁם being = God. (Pulpit Commentary).
שֵׁם
- shêm, sebuah kata primitif; sebuah
sebutan,
sebagai
tanda atau peringatan bagi
seseorang; menyangkut
kehormatan, otoritas, dan karakter.
Kita telah membaca, bahwa kejatuhan manusia pertama karena
mengikuti keinginannya untuk “menjadi seperti Allah” (Kejadian 3:4-6), lalu
mereka diusir dari taman Eden. Ketika manusia itu beranak cucu dan semakin
banyak, keinginan yang sama terulang kembali terjadi pada keturunan mereka.
Mereka bersatu membangun kota dengan menara (bukan sebuah tempat penyembahan
berhala), tetapi untuk menjadi penguasa yang harus dihormati sebagai otoritas pengendali
agar tidak terserak ke seluruh bumi. Sebuah “nama” atau “sebutan” diberikan (to make a name) sebagai tanda pengikat
kesatuan.
Konser yang dibandrol Rp. 150.000,-
per tiket ini membuat para penonton dan fans baik dari Sheila on 7 ataupun
Raisa jatuh pingsan. Puluhan pengunjung harus ditangani intensif karena
kehabisan udara diruangan yang sudah penuh sesak. Beberapa petugas medis pun
kewalahan karena akses masuk yang sangat sulit akibat kepadatan pengunjung.
07/02/2015, http://koranmakassaronline.com
Pada tanggal 18 Nopember 1978, dunia
dikejutkan dengan bunuh diri massal di Jonestown, Guyana. 918
orang Amerika telah menjadi korban bunuh diri massal 909 anggota Kuil Rakyat,
termasuk Iantaranya 303 anak-anak. Pendiri Kuil Rakyat dengan
pusat di San Fransisco ini, Jim Jones
mengakui bahwa Ia adalah reinkarnasi dari Yesus, Buddha, Vladimir Lenin, dan
tentunya Bapa Illahi. Ada lebih dari 900 orang yang sudah terbunuh demi
memuluskan langkah umatnya itu ke surga. Pertanyaannya, surga yang mana ya?
Banyak contoh lain yang dapat dikutip disini: baik benda,
orang, organisasi maupun ideologi yang berpengaruh, memiliki kekuatan kontrol,
dan membuat penyanjungnya rela melakukan apa saja. Tentu kita dengan mudah
menemukannya disekitar kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, ada sebuah
kekuatan tersembunyi dalam sebuah nama (sebutan) ketika ia dihormati dan
dihargai lalu diterima dipuja-puji dan disembah sebagai “tuhan allah”.
Setelah itu Iblis membawa-Nya ke
atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan
dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada-Nya, "Semua itu akan
kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku." Lalu berkatalah
Yesus kepadanya, "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus
menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Ia sajalah engkau berbakti!"
(Matius 4:8-10).
Sebab Imam Besar (Yesus Kristus – ayat 14) yang kita
punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan
kita. Sebaliknya sama seperti kita,
Ia telah dicobai, hanya saja Ia tidak berbuat dosa. (Ibrani 4:15).
Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan
diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2:8).
Dari ayat-ayat diatas kita melihat bahwa sebagai manusia,
Yesuspun mengalami cobaan yang sama dengan kita. Mungkin dalam pikiran kita
timbul pertanyaan “Apakah Yesus sebagai
manusia juga berkeinginan untuk menjadi tuhan allah, bukankah Ia adalah
Tuhan? Bukankah iblis yang berkehendak agar Yesus menyembahnya? Tentulah iblis
yang menginginkan supaya ia menjadi tuhan allah, bukan Yesus?”
Lalu berpalinglah Yesus dan sambil
memandang murid-murid-Nya Ia menegur Petrus dengan keras, "Enyahlah Iblis,
sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang
dipikirkan manusia." (Matius 16:23; Markus 8:33).
Disini kita dapat menyimpulkan bahwa ketika manusia tidak
berpikir dengan cara pikir Allah, maka ia disetarakan dengan iblis. Sebuah
penulisan dalam gaya bahasa metafora, representasi ke dalam
bentuk lain. Demikian ketika Yesus Kristus mengecam ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi “Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular berbisa!” (Matius
23:33). Gaya penulisan yang berbentuk dialog dalam pemikiran Hawa sehubungan
keinginannya memakan buah terlarang (KejaIan 3:1-6). Pemikiran dan perbuatan
jahat mereka direpresentasikan dalam bentuk ular – iblis.
Betapa liciknya hati, lebih
licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang
dapat mengetahuinya? (Yeremia 17:9).
Adapun ular ialah yang paling
cerdik dari segala binatang
di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. (Kejadian 3:1). Manusia sama saja
dengan binatang (Kejadian 2:7, 19; Pengkotbah 3:18-19 lihat juga Wahyu 13:18). Kedua-duanya
menuju satu tempat; kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali
kepada debu. (Pengkotbah 3:20).
Tetapi tiap-tiap orang dicobai
oleh keinginannya
sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. (Yakobus 1:14).
Yesus Kristus adalah Firman Allah, Ia adalah Allah
(Yohanes 1:1); tetapi dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Ia memiliki perasaan
yang sama seperti kita. Ia merasa lapar, haus, sedih, marah, lelah dan butuh
tidur (Markus 4:38, 10:14, 11:12, 14:34; Yohanes 4:7, 11:35, 12:28) bahkan berkeinginan untuk terhindar dari
penyaliban (Matius 26:39; Markus 14:36; Lukas 22:42). Tetapi Ia tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan
telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan
menjadi sama dengan manusia. (Ibrani
4:15; Filipi 2:6-7). Keinginan-Nya untuk terhindar dari penyaliban tidak
membuat-Nya menjadi pemberontak. Yesus sebagai Anak, taat pada Bapa-Nya. Di
atas salib itu, pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring,
"Eloi, Eloi, lama sabakhtani?" yang berarti: Allah-Ku, Allah-Ku,
mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Markus 15:34). Apakah ini berarti Yesus
menyesali penyaliban-Nya dan menyalahkan Bapa-Nya? Tentu saja jawabannya adalah
“Tidak!”, karena kemudian Ia berkata dengan suara nyaring "Ya Bapa, ke
dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Sesudah berkata demikian Ia menghembuskan
napas terakhir-Nya (Lukas 23:46). Hubungan hamba dan tuan yang dinyatakan
melalui perbuatan – ketaatan.
Ketaatan berarti menghormati dan tunduk akan otoritas, menuruti perintah
(Allah) dan bersedia diatur karena mengasihi (Bapa). Sebuah penaklukan diri
yang hilang dari Adam – manusia pertama.
Itulah sebabnya Allah sangat
meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya
dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas
bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, "Yesus Kristus
adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Filipi 2:9-11).
Sebab rancangan-Ku bukanlah
rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti
tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan
rancangan-Ku dari rancanganmu. (Yesaya 55:8-9).
Hendaklah kamu dalam hidupmu
bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, (Filipi
2:5).
Sebagai orang percaya, tentu penulis sangat meyakini kuasa
dalam nama Yesus Kristus, ada banyak kesaksian pengalaman pribadi sehubungan
dengan Nama (itu). Dalam banyak peristiwa, bersama keluarga dan rekan-rekan
pelayanan yang menjadi saksi hidup, bahkan Ia juga memberi bukti-bukti fisik
yang dapat dilihat. Dan tentunya semua itu bukanlah sesuatu yang bersumber dari
diri penulis, semua bersumber dari kasih karunia-Nya, hanya oleh anugerah-Nya
saja semuanya itu terjadi. “Bukan aku, tetapi Kristus” (Galatia 2:20). Tidak
ada yang layak dibanggakan selain Yesus Kristus. Kebenaran manusiawi akan
menjadikan kita sebagai pelaku kejahatan. Apa yang kita simpan “yakini” itulah
yang akan mengerjakan kuasa di dalam bahkan melalui kehidupan kita, itulah
sebabnya Yesus berkata “Jadilah sesuai
dengan imanmu”.
Yang melakukan hal itu ialah tujuh
orang anak dari seorang imam kepala Yahudi bernama Skewa. Tetapi roh
jahat itu menjawab, "Yesus aku kenal, dan Paulus aku ketahui, tetapi kamu,
siapa kamu?" Lalu orang yang dirasuk roh jahat itu menerpa, menguasai dan
mengalahkan mereka semua, sehingga mereka lari dari rumah orang itu dengan
telanjang dan luka-luka. (KPR 19:14-16).
Kata Yohanes kepada Yesus,
"Guru, kami melihat seseorang yang bukan pengikut kita
mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah dia, karena dia bukan pengikut
kita." Tetapi kata Yesus, "Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang
pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku dapat seketika itu juga
mengumpat Aku. (Markus 9:38-39).
Karena mereka tidak percaya,
tidak banyak mukjizat diadakan-Nya di situ. Ia tidak dapat mengadakan satu
mukjizat pun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan
meletakkan tangan-Nya di atas mereka. (Matius 13:58; Markus 6:5).
Pada saat itu juga Yesus
mengetahui bahwa ada tenaga yang keluar dari diri-Nya, lalu Ia berbalik di
tengah orang banyak dan bertanya, "Siapa yang menyentuh jubah-Ku?"
(Markus 5:25-34, bacalah seluruh kronologi peristiwanya).
Tentulah pembaca dapat melihat apa yang menyebabkan kuasa
dalam Nama itu. Adanya hubungan yang terjalin diantara Nama (itu) dan orang
yang menyebutkan-Nya demikian pula bagi yang mendengarkan Nama (itu) haruslah
mempercayai-Nya. Hubungan yang dibangun berdasarkan iman – percaya (tidak
menghujat atau menolak) terjalin seperti antara “anak” dan “bapa” dalam
kasih. Dan atau seperti “hamba” dan
“tuan” dalam ketaatan itulah yang menghasilkan KUASA – kekuatan
supranatural (Markus 16:17-18). Dalam
kasih tidak ada memegahkan diri sendiri, dalam ketaatan tidak ada kebenaran
diri sendiri. Kuasa yang bersumber dari Iman-u-el (Allah – yang manunggal/menyertai
kita), oleh iman (yang aktif), untuk iman (yang mendengar).
(G1694)
Ἐμμανουήλ <em-man-oo-ale'>
Of Hebrew origin [H6005 – עִמָּנוּאֵל]; God with us; Emmanuel, a name of Christ: - Emmanuel.
Hubungan terhadap “Nama/Sebutan” itulah yang menyebabkan
hadirnya kuasa yang mengubahkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar