Selasa, 02 Februari 2016

Nama (itu) berkuasa?

Nama (itu) berkuasa?
"Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama, supaya kita jangan terserak ke seluruh bumi." (KejaIan 11:4).
marilah kita cari nama And let us make a name, שֵׁם; neither an idol temple, שֵׁם being = God. (Pulpit Commentary).
שֵׁם - shêm, sebuah kata primitif; sebuah sebutan, sebagai tanda atau peringatan bagi seseorang; menyangkut kehormatan, otoritas, dan karakter.
Kita telah membaca, bahwa kejatuhan manusia pertama karena mengikuti keinginannya untuk “menjadi seperti Allah” (Kejadian 3:4-6), lalu mereka diusir dari taman Eden. Ketika manusia itu beranak cucu dan semakin banyak, keinginan yang sama terulang kembali terjadi pada keturunan mereka. Mereka bersatu membangun kota dengan menara (bukan sebuah tempat penyembahan berhala), tetapi untuk menjadi penguasa yang harus dihormati sebagai otoritas pengendali agar tidak terserak ke seluruh bumi. Sebuah “nama” atau “sebutan” diberikan (to make a name) sebagai tanda pengikat kesatuan.
Konser yang dibandrol Rp. 150.000,- per tiket ini membuat para penonton dan fans baik dari Sheila on 7 ataupun Raisa jatuh pingsan. Puluhan pengunjung harus ditangani intensif karena kehabisan udara diruangan yang sudah penuh sesak. Beberapa petugas medis pun kewalahan karena akses masuk yang sangat sulit akibat kepadatan pengunjung.
07/02/2015, http://koranmakassaronline.com
Pada tanggal 18 Nopember 1978, dunia dikejutkan dengan bunuh diri massal di Jonestown, Guyana. 918 orang Amerika telah menjadi korban bunuh diri massal 909 anggota Kuil Rakyat, termasuk Iantaranya 303 anak-anak. Pendiri Kuil Rakyat dengan pusat di San Fransisco ini, Jim Jones mengakui bahwa Ia adalah reinkarnasi dari Yesus, Buddha, Vladimir Lenin, dan tentunya Bapa Illahi. Ada lebih dari 900 orang yang sudah terbunuh demi memuluskan langkah umatnya itu ke surga. Pertanyaannya, surga yang mana ya?
Banyak contoh lain yang dapat dikutip disini: baik benda, orang, organisasi maupun ideologi yang berpengaruh, memiliki kekuatan kontrol, dan membuat penyanjungnya rela melakukan apa saja. Tentu kita dengan mudah menemukannya disekitar kehidupan sehari-hari dalam masyarakat, ada sebuah kekuatan tersembunyi dalam sebuah nama (sebutan) ketika ia dihormati dan dihargai lalu diterima dipuja-puji dan disembah sebagai “tuhan allah”.
Setelah itu Iblis membawa-Nya ke atas gunung yang sangat tinggi dan memperlihatkan kepada-Nya semua kerajaan dunia dengan kemegahannya, dan berkata kepada-Nya, "Semua itu akan kuberikan kepada-Mu, jika Engkau sujud menyembah aku." Lalu berkatalah Yesus kepadanya, "Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan, Allahmu, dan hanya kepada Ia sajalah engkau berbakti!" (Matius 4:8-10).
Sebab Imam Besar (Yesus Kristus – ayat 14) yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita. Sebaliknya sama seperti kita, Ia telah dicobai, hanya saja Ia tidak berbuat dosa. (Ibrani 4:15).
Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib. (Filipi 2:8).
Dari ayat-ayat diatas kita melihat bahwa sebagai manusia, Yesuspun mengalami cobaan yang sama dengan kita. Mungkin dalam pikiran kita timbul pertanyaan “Apakah Yesus sebagai manusia juga berkeinginan untuk menjadi tuhan allah, bukankah Ia adalah Tuhan? Bukankah iblis yang berkehendak agar Yesus menyembahnya? Tentulah iblis yang menginginkan supaya ia menjadi tuhan allah, bukan Yesus?”
Lalu berpalinglah Yesus dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia menegur Petrus dengan keras, "Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia." (Matius 16:23; Markus 8:33).
Disini kita dapat menyimpulkan bahwa ketika manusia tidak berpikir dengan cara pikir Allah, maka ia disetarakan dengan iblis. Sebuah penulisan dalam gaya bahasa metafora, representasi ke dalam bentuk lain. Demikian ketika Yesus Kristus mengecam ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi “Hai kamu ular-ular, hai kamu keturunan ular berbisa!” (Matius 23:33). Gaya penulisan yang berbentuk dialog dalam pemikiran Hawa sehubungan keinginannya memakan buah terlarang (KejaIan 3:1-6). Pemikiran dan perbuatan jahat mereka direpresentasikan dalam bentuk ular – iblis.
Betapa liciknya hati, lebih licik dari pada segala sesuatu, hatinya sudah membatu: siapakah yang dapat mengetahuinya? (Yeremia 17:9).
Adapun ular ialah yang paling cerdik dari segala binatang di darat yang dijadikan oleh TUHAN Allah. (Kejadian 3:1). Manusia sama saja dengan binatang (Kejadian 2:7, 19; Pengkotbah 3:18-19 lihat juga Wahyu 13:18). Kedua-duanya menuju satu tempat; kedua-duanya terjadi dari debu dan kedua-duanya kembali kepada debu. (Pengkotbah 3:20).

Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. (Yakobus 1:14).
Yesus Kristus adalah Firman Allah, Ia adalah Allah (Yohanes 1:1); tetapi dalam keadaan-Nya sebagai manusia, Ia memiliki perasaan yang sama seperti kita. Ia merasa lapar, haus, sedih, marah, lelah dan butuh tidur (Markus 4:38, 10:14, 11:12, 14:34; Yohanes 4:7, 11:35, 12:28) bahkan berkeinginan untuk terhindar dari penyaliban (Matius 26:39; Markus 14:36; Lukas 22:42). Tetapi Ia tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. (Ibrani 4:15; Filipi 2:6-7). Keinginan-Nya untuk terhindar dari penyaliban tidak membuat-Nya menjadi pemberontak. Yesus sebagai Anak, taat pada Bapa-Nya. Di atas salib itu, pada jam tiga berserulah Yesus dengan suara nyaring, "Eloi, Eloi, lama sabakhtani?" yang berarti: Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau meninggalkan Aku? (Markus 15:34). Apakah ini berarti Yesus menyesali penyaliban-Nya dan menyalahkan Bapa-Nya? Tentu saja jawabannya adalah “Tidak!”, karena kemudian Ia berkata dengan suara nyaring "Ya Bapa, ke dalam tangan-Mu Kuserahkan nyawa-Ku." Sesudah berkata demikian Ia menghembuskan napas terakhir-Nya (Lukas 23:46). Hubungan hamba dan tuan yang dinyatakan melalui perbuatan – ketaatan. Ketaatan berarti menghormati dan tunduk akan otoritas, menuruti perintah (Allah) dan bersedia diatur karena mengasihi (Bapa). Sebuah penaklukan diri yang hilang dari Adam – manusia pertama.

Itulah sebabnya Allah sangat meninggikan Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama, supaya dalam nama Yesus bertekuk lutut segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada di bawah bumi, dan segala lidah mengaku, "Yesus Kristus adalah Tuhan," bagi kemuliaan Allah, Bapa! (Filipi 2:9-11).
Sebab rancangan-Ku bukanlah rancanganmu, dan jalanmu bukanlah jalan-Ku, demikianlah firman TUHAN. Seperti tingginya langit dari bumi, demikianlah tingginya jalan-Ku dari jalanmu dan rancangan-Ku dari rancanganmu. (Yesaya 55:8-9).
Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus, (Filipi 2:5).
Sebagai orang percaya, tentu penulis sangat meyakini kuasa dalam nama Yesus Kristus, ada banyak kesaksian pengalaman pribadi sehubungan dengan Nama (itu). Dalam banyak peristiwa, bersama keluarga dan rekan-rekan pelayanan yang menjadi saksi hidup, bahkan Ia juga memberi bukti-bukti fisik yang dapat dilihat. Dan tentunya semua itu bukanlah sesuatu yang bersumber dari diri penulis, semua bersumber dari kasih karunia-Nya, hanya oleh anugerah-Nya saja semuanya itu terjadi. “Bukan aku, tetapi Kristus” (Galatia 2:20). Tidak ada yang layak dibanggakan selain Yesus Kristus. Kebenaran manusiawi akan menjadikan kita sebagai pelaku kejahatan. Apa yang kita simpan “yakini” itulah yang akan mengerjakan kuasa di dalam bahkan melalui kehidupan kita, itulah sebabnya Yesus berkata “Jadilah sesuai dengan imanmu”.
Yang melakukan hal itu ialah tujuh orang anak dari seorang imam kepala Yahudi bernama Skewa. Tetapi roh jahat itu menjawab, "Yesus aku kenal, dan Paulus aku ketahui, tetapi kamu, siapa kamu?" Lalu orang yang dirasuk roh jahat itu menerpa, menguasai dan mengalahkan mereka semua, sehingga mereka lari dari rumah orang itu dengan telanjang dan luka-luka. (KPR 19:14-16).
Kata Yohanes kepada Yesus, "Guru, kami melihat seseorang yang bukan pengikut kita mengusir setan demi nama-Mu, lalu kami cegah dia, karena dia bukan pengikut kita." Tetapi kata Yesus, "Jangan kamu cegah dia! Sebab tidak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku dapat seketika itu juga mengumpat Aku. (Markus 9:38-39).
Karena mereka tidak percaya, tidak banyak mukjizat diadakan-Nya di situ. Ia tidak dapat mengadakan satu mukjizat pun di sana, kecuali menyembuhkan beberapa orang sakit dengan meletakkan tangan-Nya di atas mereka. (Matius 13:58; Markus 6:5).
Pada saat itu juga Yesus mengetahui bahwa ada tenaga yang keluar dari diri-Nya, lalu Ia berbalik di tengah orang banyak dan bertanya, "Siapa yang menyentuh jubah-Ku?" (Markus 5:25-34, bacalah seluruh kronologi peristiwanya).
Tentulah pembaca dapat melihat apa yang menyebabkan kuasa dalam Nama itu. Adanya hubungan yang terjalin diantara Nama (itu) dan orang yang menyebutkan-Nya demikian pula bagi yang mendengarkan Nama (itu) haruslah mempercayai-Nya. Hubungan yang dibangun berdasarkan iman – percaya (tidak menghujat atau menolak) terjalin seperti antara “anak” dan “bapa” dalam kasih.  Dan atau seperti “hamba” dan “tuan” dalam ketaatan itulah yang menghasilkan KUASA – kekuatan supranatural  (Markus 16:17-18). Dalam kasih tidak ada memegahkan diri sendiri, dalam ketaatan tidak ada kebenaran diri sendiri. Kuasa yang bersumber dari Iman-u-el (Allah – yang manunggal/menyertai kita), oleh iman (yang aktif), untuk iman (yang mendengar).
(G1694) Ἐμμανουήλ <em-man-oo-ale'>
Of Hebrew origin [H6005 – עִמָּנוּאֵל]; God with us; Emmanuel, a name of Christ: - Emmanuel.

Hubungan terhadap “Nama/Sebutan” itulah yang menyebabkan hadirnya kuasa yang mengubahkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar