Kamis, 09 September 2010

Ayat-ayat Cinta-03

Tempat berteduh


Pada suatu saat ketika menggembalakan domba, sebagaimana kebiasaan para gembala beristirahat dibawah pohon untuk berteduh dari terik panas matahari, gadis ini bertemu dengan seorang gembala yang juga sedang berteduh, seorang pemuda yang lemah lembut dan anggun penampilannya. Hubungan mereka berlanjut hingga si gadis bertunangan dengan pemuda gembala ini.(Kidung Agung 1:7; 2:16; 6:3)

Kita tentunya tidak dapat menyangkal bahwa setiap manusia dalam hidup bermasyarakat senantiasa berjumpa dengan berbagai peristiwa dan pengalaman diantara sesamanya. Hal ini pastilah terjadi karena sebagai mahluk sosial, manusia butuh hidup berdampingan, saling melengkapi kebutuhan bahkan juga ada ketergantungan diantara hubungan mereka. Dalam kitab Kejadian, ketika Allah selesai menciptakan bumi dan segala isinya, IA menciptakan Adam. Ketika Adam melaksanakan apa yang dipercayakan padanya, ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.
Manusia itu memberi nama kepada segala ternak, kepada burung-burung di udara dan kepada segala binatang hutan, tetapi baginya sendiri ia tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia.(Kejadian 2:20)
Adam – manusia itu membutuhkan penolong yang sepadan dengan dia, “like himself” – yang sama dengan dia – manusia. Teman kerja yang cocok dengannya. Sebagaimana Adam, setiap manusia mem­butuhkan penolong untuk dirinya. Penolong yang dapat memberi pertolongan ketika mengerjakan ladang, mengangkat barang, sebagai teman ngobrol, juga untuk menggenapi kehendak Tuhan.
Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung; dari manakah akan datang pertolonganku? (Mazmur 121:1)
Dalam pembahasan sebelumnya, kita telah berjumpa dengan keluarga janda dengan beberapa anak laki-laki dan seorang anak perempuannya. Mereka hidup sebagai petani dan peternak. Anak-anak janda ini mengelola kebun anggur juga menggembalakan domba. Seperti kebiasaan yang dilakukan semua orang, berteduh ketika panas terik, menghindari panas matahari, demikian juga anak-anak si janda. Mereka juga biasa berteduh dibawah pohon ketika menggembalakan domba di padang. Selain mereka beristirahat, mereka juga dapat bercengkrama dengan gembala-gembala lain yang juga berteduh disitu.
Aras atau kedar, adalah pohon yang banyak dicatat dalam alkitab, banyak tumbuh di daerah Palesti­na – teristimewa di Libanon. Kayunya sering dipakai sebagai bahan bangunan karena kuat. Akarnya dalam, pohonnya tinggi, cabang-cabangnya panjang, daunnya beraroma dan selalu hijau, pohon yang tepat untuk berteduh para gembala. Tercatat bahwa:
… pohon aras …, penuh dengan cabang yang elok dan daun yang rumpun sekali; tumbuh­nya sangat tinggi, puncaknya sampai ke langit …tumbuhnya lebih tinggi dari segala pohon di padang; ranting-rantingnya menjadi banyak, cabang-cabangnya menjadi panjang lantaran air yang melimpah datang. (Yehezkiel 31:3, 5)
Disamping manfaatnya sebagai tempat perteduhan gembala dan bahan bangunan; alkitab juga mencatat kegunaan lain dari pohon aras ini, bagian dari ritual Israel.
maka imam harus memerintahkan, supaya bagi orang yang akan ditahirkan itu diambil dua ekor bu­rung yang hidup dan yang tidak haram, juga kayu aras, kain kirmizi dan hisop. (Imamat 14:4)
Dan imam haruslah mengambil kayu aras, hisop dan kain kirmizi dan melemparkannya ke tengah-tengah api yang membakar habis lembu itu.(Bilangan 19:6)

Pohon Aras
Gambar Pohon Kedar
Dari ayat-ayat diatas, kita mendapatkan gambaran tentang fungsi kayu aras secara jasmaniah dan rohaniah. Secara jasmaniah, pohon aras merupakan tempat perteduhan yang tepat, secara rohaniah kayu aras berfungsi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari alat pentahiran; penyucian dari kenajisan penyakit kusta, penyucian dari kenajisan karena terkena mayat, juga kenajisan karena dosa. Pentahiran perlu dilakukan agar Kemah Suci Tuhan – Bait Allah tidak menjadi najis. Orang yang tidak ditahirkan ha­rus dilenyapkan dari Israel. Itulah ketetapan untuk selama-lamanya. (Bilangan 19)
Suatu keadaan yang memberi rasa aman, tenteram dan sejahtera juga dibutuhkan oleh gejolak jiwa dalam kehidupan ini. Panas api dunia ini membakar jiwa; rasa lapar dan haus menghasilkan emosi yang kerap kali menimbulkan amarah, kemiskinan menghasilkan ketakutan akan masa depan yang membuat rasa gelisah, juga jaminan keselamatan yang menimbulkan kebimbangan, semuanya mengikuti kehidup­an kita. Keduniawian, segala sesuatu yang berasal dari dunia juga ditawarkan oleh dunia sebagai tempat perteduhan jiwa. Tetapi yang muncul justru sebaliknya, rasa kenyang karena kecukupan makanan tidak membuat emosi manusia menjadi tenang. Kekayaan justru menimbulkan keinginan untuk menjadi lebih kaya. Jiwa semakin letih karena segala sesuatu yang berasal dari dunia tidak dapat memberi perteduhan baginya. Perteduhan dalam bentuk kekayaan, kepandaian, kedudukan, dan lain-lain yang diberikan dunia ternyata tidak dapat memberikan ketenangan jiwa. Itulah sebabnya manusia senantiasa gelisah dan tak pernah puas.
Pohon Kedar merupakan tempat perteduhan sekaligus secara rohani adalah alat pentahiran. Tetapi perlu diperhatikan disini bahwa kayu Kedar hanyalah sebagian kecil dari alat penntahiran. Manusia me­mang akan mendapatkan “perteduhan” jiwa ketika dirinya ditahirkan dari dosa. Itulah sebabnya setiap kali upacara pentahiran perlu dilakukan. Tanpa pentahiran maka manusia selayaknya dimusnahkan oleh Tu­han. Inilah yang senantiasa meresahkan jiwa manusia, dosa yang mengikuti manusia, sehingga kecen­derungan hati manusia senantiasa membuahkan yang jahat. Pohon kehidupan manusia senantiasa diba­yang-bayangi panasnya neraka. Inilah keresahan dan kegelisahan manusia.
Pohon Kedar tidak dapat menjadi tempat perteduhan sekalipun pohon ini layak dipakai sebagai tem­pat perteduhan. Pohon Kedar hanya memberikan sebagian kecil rasa aman dari panas api neraka. Pen­tahiran yang dilakukan dengan kayu Kedar harus dilakukan berulang-ulang. Pentahirannya tidak sempur­na. Manusia memerlukan pentahiran yang sempurna supaya jiwanya benar-benar mendapat perteduhan.
Jika kehidupan kita dibangun dengan kuat, maka ketika banjir, badai dan angin ribut melanda, kehidupan kita tetap kokoh. Alkitab menjelaskan bahwa kehidupan kita seperti pohon, kita perlu berakar di dalam Yesus. DIA sebagai fondasi bertumbuhnya kehidupan kita, sebagai batu karang yang teguh IA telah merelakan hidup-NYA agar pohon kehidupan kita dapat berakar  dalam DIA. Sungguh anugrah yang besar dan luar biasa! Selain itu kita sebagai manusia juga tidak luput dari panas terik matahari ketika bekerja di muka bumi ini. Seca­ra jasmani juga rohani manusia “berpeluh” dalam menjalani kehidupan ini. Peluh, hasil dari kutuk dosa mengakibatkan kelelahan dan kehausan terjadi. Kita perlu ditahirkan juga tempat untuk “berteduh” dari matahari yang menguras keringat kita, perlu “air” untuk memuas kan kehausan kita.
Maka dengan berpeluh mukamu engkau akan makan rezekimu sehingga engkau kembali pula kepada tanah, karena dari padanya engkau telah diambil; bahwa abulah adamu, maka kepada abu­pun engkau akan kembali juga.( Kejadian 3:19)

Terjadinya perjumpaan
Suatu saat ketika anak perempuan yang masih gadis dari keluarga janda ini menggembalakan domba-domba yang dipercayakan padanya, siang hari itu ia berteduh dibawah pohon untuk beristira­hat. Ketika berteduh di bawah pohon itulah si gadis bertemu dengan seorang pemuda, seorang gembala muda yang lemah lembut dan anggun penampilannya.
Manusia sebagaimana kita ketahui adalah  mahluk lemah yang dilahirkan dalam dunia, dikuasai oleh banyak “kakak laki-laki” – kekuatan dunia, yang hidup dalam keduniawian. Perlu mendapatkan tempat untuk berteduh ketika panas terik dunia menguras kekuatan dirinya.
Demikian juga gadis gembala ini, ia mencari tempat perteduhan ketika panas terik. Ketika jiwanya mencari tempat perteduhan dari panasnya gejolak api asmara, ia menggambarkan kekasih jiwanya sebagai pohon Apel (Kidung Agung 2:3). Bahkan secara realitas, mereka menjalin kasih dibawah pohon Apel (Kidung Agung 8:5). Mengapa pohon Apel yang menjadi pilihan, bukan pohon Kedar? Apakah pohon Apel dapat dijadikan tempat berteduh?
Pohon Apel, merupakan spesies Malus Domestica dalam famili Rosaceae, merupakan pohon yang selalu hijau dari genus Malus yang paling dikenal dan diusahakan oleh manusia. Pohon Apel ini dapat mencapai tinggi 12 meter dalam pertumbuhannya. Diperkirakan, pohon Apel merupakan pohon yang pertama kali diusahakan manusia untuk diambil hasilnya. Kualitasnya telah mengalami perjalanan ribuan tahun. Alexander the Great, pada tahun 300 sebelum masehi, adalah penemu pohon Apel kerdil dari Asia Minor, yang kemudian membawanya ke Macedonia. Sementara itu beragam perbedaan genus Malus ini berada di Turki Barat.

Gambar Pohon Apel
Tentulah sangat memungkinkan untuk berteduh dibawah pohon Apel ini, karena ketinggiannya mampu mencapai 12 meter. Sebagai pohon dewasa tentulah produktifitas buahnya tinggi. Pohon Apel mulai berbunga seiring berseminya daun baru ketika musim semi tiba. Artinya, ketika dipakai sebagai tempat perteduhan tentulah daun-daun baru pohon Apel sudah memenuhi seluruh cabang dan ranting-rantingnya, dipenuhi dengan buah yang bergelayutan disana sini. Sungguh penampilan yang indah dan luar biasa di padang penggembalaan ketika itu.
Apel sering kali ditampilkan dalam banyak tradisi agama, biasanya menggambarkan buah mistis dan buah terlarang. Dalam mitologi Yunani, apel dikaitkan dengan Aphrodite – dewi cinta, sehingga memberikan buah apel merupakan simbol pernyataan cinta kepada seseorang, sementara penerima buah apel tersebut secara simbolis menunjukkan penerimaan terhadap cintanya.
Sebuah puisi pendek yang ditulis oleh Plato sehubungan dengan apel ini,
I throw the apple at you, and if you are willing to love me, take it and share your girlhood with me; but if your thoughts are what I pray they are not, even then take it, and consider how short-lived is beauty.
Sekalipun buah terlarang dalam kitab Kejadian tidak diketahui identitasnya, tradisi Kristen populer menyebutkannya sebagai buah apel yang diberikan oleh Hawa kepada Adam. Ini mungkin diambil berdasarkan lukisan-lukisan yang ditambah elemen mitologi Yunani kedalam gambaran Alkitab. Dalam kasus ini, buah tanpa nama dalam taman Firdaus telah dipengaruhi kisah apel emas yang ada dalam taman Hesperides. Buah tanpa nama itu kemudian dikenali sebagai buah apel. Sementara itu dalam bahasa Latin, pemakaian kata untuk "apple" dan "evil" hampir sama dalam bentuk tunggalnya; malus—apple, malum—evil; tetapi identik dalam bentuk jamaknya mala. Sebagai akibatnya, dari kisah Adam dan Hawa tersebut, buah apel dijadikan simbol bagi pengetahuan, kekekalan, cobaan, kejatuhan manusia dalam dosa atau dosa itu sendiri.
Kidung Agung mencatat di bawah pohon Apel, disanalah si gadis berteduh, bertemu dengan sang gembala kekasihnya. Di bawah pohon Apel itulah mereka mengikat janji, menjalin kasih. Pengetahuan akan kebenaran kekal akan melindungi kita agar jauh dan terluput dari dosa. Tentulah pengetahuan tentang kebenaran kekal ini hanya dapat datang dari Tuhan sendiri. Itulah sebabnya raja Daud sebagai manusia yang lemah dalam mazmurnya menyatakan, bahwa tempat pertolongan dan perteduhan yang menaunginya adalah Tuhan.
Pertolonganku ialah dari TUHAN, yang menjadikan langit dan bumi. Ia takkan membiarkan kakimu goyah, Penjagamu tidak akan terlelap. Sesungguhnya tidak terlelap dan tidak tertidur Penjaga Israel. Tuhanlah Penjagamu, Tuhanlah naunganmu di sebelah tangan kananmu. Matahari tidak menyakiti engkau pada waktu siang, atau bulan pada waktu malam. (Mazmur 121:2-6)
Sungguh merupakan tempat perteduhan yang sempurna, keberadaan-NYA yang “selalu hijau” maha hadir akan terus memberikan naungan dimanapun keberadaan kita. Sebagai Penjaga yang tidak pernah terlelap, IA akan memberikan penjagaan sepanjang waktu. Dalam ayat-ayat diatas, kata “tidak terlelap” ini ditulis dua kali berurutan, hal ini menunjukkan penegasan atau sebuah keberadaan yang mutlak. Seperti keberada­an daun pohon Apel yang selalu hijau dan lebat buahnya, memberi perteduhan, kesejukan dan kenyamanan dibawah panas terik matahari. Secara rohani, Tuhan akan memberikan kelegaan kepada siapapun yang datang mendekatkan diri pada-NYA.
Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu.(Matius 11:28)
Ketika Israel diserakkan Tuhan dan hidup diantara bangsa-bangsa, tertekan secara rohani karena beribadah kepada illlah yang mati, illah buatan manusia, yang tidak dapat melihat, mendengar dan men­jawab doa. Kehidupan yang penuh dengan “panas matahari” yang menjadikan kerohanian kering. Demikian pula ketika “kekeringan” melanda kehidupan kita, inilah waktu yang tepat untuk mencari Tuhan. Maksudnya kita harus mencari Tuhan dengan “kehausan” hati sebagaimana Daud sebagai pemazmur ia berkata: “Aku menadahkan tanganku kepada-Mu, jiwaku haus kepada-Mu seperti tanah yang tandus”. (Mazmur 143:6) 
Dan baru di sana engkau mencari TUHAN, Allahmu, dan menemukan-Nya, asal engkau menanyakan Dia dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu. Apabila engkau dalam keadaan terdesak dan segala hal ini menimpa engkau di kemudian hari, maka engkau akan kembali kepada TUHAN, Allahmu, dan mendengarkan suara-Nya. Sebab TUHAN, Allahmu, adalah Allah Penyayang, Ia tidak akan meninggalkan atau memusnahkan engkau dan Ia tidak akan melupakan perjanjian yang diikrar­kan-Nya dengan sumpah kepada nenek moyangmu. (Ulangan 4:29-31)
Mendekatlah kepada Allah, dan Ia akan mendekat kepadamu. Tahirkanlah tanganmu, hai kamu orang-orang berdosa! dan sucikanlah hatimu, hai kamu yang mendua hati! (Yakobus 4:8) 
Apakah yang dapat mentahirkan dosa? Darah kurban? Persembahan kekayaan atau uang? Perbua­tan baik? Tidak ada satupun yang berasal dari dunia dapat mentahirkan manusia dari dosa yang dapat mendekatkan kepada Allah. Tetapi Yesus Kristus, sang Gembala yang lemah lembut dan rendah hati, DIA yang berasal dari Allah itu telah memberi pengharapan pada kita untuk dapat mendekat pada Allah.
… tetapi sekarang ditimbulkan pengharapan yang lebih baik, yang mendekatkan kita kepada Al­lah.(Ibrani 7:19)
Ketika kita dengan segenap hati dan segenap jiwa “datang” memberi diri kepada-NYA (sekalipun faktanya: IA yang datang kepada kita – Yohanes 3:16), ketika kita berteduh dibawah naungan kasih-NYA, disanalah kita bertemu dengan-NYA.


bersambung...

2 komentar:

  1. panjang amat pengajaran e,msh bersambung lg..yg membuat terkesan pohon apel,baru tahu knp di gambarin buah itu. jd apakah aras sama dg kedar?
    kagum dgn Daud,dia punya hubungan yg begitu intim dg Tuhan smp dia bisa ngomong siapa perlindungan sejati dia..

    BalasHapus
  2. detail banget ko...bagus sih...kita jd lebih ngerti asal - usulnya..

    BalasHapus