Sabtu, 04 September 2010

Kerajaan-MU datanglah-03

Two sides of Love

Dari tulisan sebelumnya kita telah belajar tentang kerajaan Allah, pada awalnya kerajaan Allah berada dalam diri Adam dan Hawa atau lebih tepatnya mereka berada dalam hadirat kerajaan Allah. Semula Adam dan Hawa manunggal dengan Allah, berada di Firdaus, mereka bersama-sama dengan Allah, mudah berkomunikasi dengan Allah, mereka dipercaya untuk mengu­asai – mengelola dan memakai segala sesuatu untuk kemuliaan Allah (Yesaya 43:7, 21), inilah tujuan awal penciptaan dan keberadaan manusia sebelum terpisah dari Allah oleh karena dosa.
Berfirmanlah TUHAN: "Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manu­sia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja." (Kejadian 6:3)
Dari firman Tuhan diatas, kita melihat hubungan antara Roh Tuhan dengan umur. “Roh-Ku tidak akan selama-lamanya tinggal dalam manusia” artinya ada waktu dimana Roh Tuhan meninggalkan manusia. Roh Tuhan, nafas hidup yang diberikan kepada manusia itu pergi tak kembali sehingga daging kembali menjadi debu tanah. Ini berarti bahwa selama manusia itu masih hidup – bernafas, Roh Tuhan belum meninggalkan dia, perhatian Tuhan masih tertuju kepada manusia yang masih hidup.
TUHAN Allah membentuk manusia itu dari debu tanah dan menghembuskan nafas hidup ke dalam hidungnya; demikianlah manusia itu menjadi makhluk yang hidup. (Kejadian 2:7).
Shamah Elohim – spirit of the Lord – napas Allah, itulah yang memberi kehidupan pada manusia itu. Sekalipun manusia telah jatuh dalam dosa dan hidup dalam kuasa dosa, manusia tidaklah langsung mati begitu saja. Manusia hidup sampai batas waktu yang diberikan Tuhan atasnya, seratus dua puluh tahun. Jumlah tahun yang sudah amat sangat jarang dicapai manusia sekarang. Musa dalam doanya yang ter­catat dalam Mazmur 90 tercatat jumlah waktu yang lebih pendek manusia,
Masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap. (Maz­mur 90:10).
Inilah yang disebut dengan masa kasih karunia, waktu yang disediakan bagi manusia untuk dapat kembali menjalin hubungan yang telah rusak karena dosa. Ironisnya, justru kesempatan yang diberikan Tuhan ini tidak dimengerti oleh kebanyakan manusia.
Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang berbuat baik, seorangpun ti­dak.(Roma 3:11-12)
Hal ini sungguh memilukan hati Allah, mengingat manusia merupakan gambar dan rupa Allah sendiri. Allah sangat mengasihi manusia, IA tidak ingin manusia masuk kedalam kebinasaan, IA menginginkan semua­nya berbalik dan bertobat. Tetapi bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi ? Manusia tidak memiliki kemampuan untuk mendekati Allah yang maha kudus itu. Segala yang tidak kudus akan hangus bila mendekat pada Allah, sebab Allah adalah api yang menghanguskan (Keluaran 24:17; Ulangan 4:24; Ibrani 12:29). Siapakah yang dapat bertahan dihadapan-NYA ?
Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal. (Yohanes 3:16)
Sekali lagi perlu kita garis bawahi bahwa Allah sangat mengasihi manusia, IA tidak ingin gambar dan rupa diri-NYA rusak, hancur dan binasa. Karena itulah IA mewujudkan kasihnya kepada manusia melalui Anak-NYA Yesus Kristus – Isa al Masih –  Isa sang Penyelamat. DIA yang tidak berdosa (Ibrani 4:15) – sebagai teladan kepada manusia untuk tidak berbuat dosa – memberi diri menanggung dosa banyak orang melalui salib, Sesudah itu Ia akan menyatakan diri-Nya sekali lagi tanpa menanggung dosa untuk menganugerahkan keselamatan kepada mereka, yang menantikan Dia. (Ibrani 9:28).
Waspadalah, hai saudara-saudara, supaya di antara kamu jangan terdapat seorang yang hatinya ja­hat dan yang tidak percaya oleh karena ia murtad dari Allah yang hidup. Tetapi nasihatilah seorang akan yang lain setiap hari, selama masih dapat dikatakan "hari ini", supaya jangan ada di antara kamu yang menjadi tegar hatinya karena tipu daya dosa. (Ibrani3:12-13)
“Hari ini”, artinya selagi kita masih hidup dan bernapas di muka bumi ini, napas Allah belum mening­galkan kita, kesempatan untuk kembali kepada-NYA masih terbuka. IA dengan sabar menunggu kita un­tuk kembali kepada rancangan yang semula, menjadi bagian dalam kerajaan Allah, berada dalam hadirat Allah, manunggal dengan DIA.
“Two sides of love”, dua sisi kasih dapat diartikan sebagai kasih Allah kepada manusia yang diwujud nyatakan melalui perbuatan-NYA. Tuhan memberikan kasih kepada manusia bukan hanya sekedar kon­sep (Kejadian 3:15), tetapi IA sendiri bertindak sebagai pelaku utama “wujud kasih” yang diberikan kepada manusia. DIA yang adalah kasih, menjadi kurban kasih melalui salib, supaya manusia yang menerima-NYA dimampukan oleh kasih itu untuk mengasihi Allah.
  … supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa … kalimat ini menunjuk kepada res­pon manusia terhadap apa yang telah dikerjakan – kasih yang disediakan – Allah bagi manusia.
Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya; orang-orang yang diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah. (Yohanes 1:12-13)
Setiap orang yang menerima dan percaya kepada-NYA, Yesus Kristus “sang wujud kasih Allah”, Fir­man Allah yang menjadi manusia, yang telah mewujud memberikan kasih-NYA, diberi kuasa menjadi anak-anak Allah yang tidak dapat binasa. Sama seperti hubungan cinta seorang pria yang diungkapkan kepada seorang wanita, apabila si wanita menerima cintanya, terjadi jalinan cinta. Suatu dasar yang sa­ngat diperlukan untuk mencapai penyatuan cinta – pernikahan.
Pengertian kedua “Two sides of love” bukanlah cinta yang bertepuk sebelah tangan. Kedua belah pi­hak yang akan bercinta haruslah saling mencinta, jika tidak maka akan terjadi pemerkosaan atau pemak­saan kehendak. Jalinan cinta akan terjadi bila kedua orang – pria dan wanita – saling menerima, mencintai dan mempercayai satu sama lain.Tentulah Allah yang maha adil bukanlah pemaksa, IA selalu memberi kebebasan bagi manusia untuk memilih. Bahkan IA memberi tahu pilihan yang terbaik yang ha­rusnya dipilih oleh manusi­a. Manusia diperhadapkan dengan ujian “benar atau salah” yang sudah diberi tahu jawabannya oleh Al­lah. Yang menjadi permasalahan disini adalah respon, bagaimana cara kita menanggapi Allah. Ketika IA menyatakan kasih-NYA pada kita, apakah jawaban dan tindakan kita?

Sebagaimana tindakan Allah dalam kasih yang bukan sekedar konsep atau pemikiran-NYA, demikian pula kita harus mengasihi atau menyambut kasih Allah yang telah dinyatakan-NYA dengan cara yang sama. Tidak cukup kita hanya berkata “Saya menerima Allah”, “Saya mengasihi Allah” atau “Saya perca­ya atau beriman kepada Allah” tanpa tindakan nyata. Rasul Paulus menegaskan perlunya keselarasan antara apa yang ada di “dalam” dengan apa yang “keluar” dari kehidupan kita.
Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong? (Yakobus 2:17, 20).
Jika kita menginginkan untuk masuk dalam kerajaan-NYA yang kekal, kita dapat masuk kerajaan-NYA sekarang. Jika kita mau menikah dengan seseorang, kita perlu bertemu, berkenalan, berteman, bersahabat, bertunangan dengannya terlebih dahulu. Pernikahan tanpa bertemu, tentu saja pernikahan semu, hanya bayangan dalam angan-angan. Pernikahan tanpa pengenalan, akan menuai kebohongan. Pernikahan tanpa pertemanan, akan menuai tidak adanya kedekatan. Pernikahan tanpa persahabatan, akan menuai tidak adanya kebutuhan dan ketergantungan satu sama lain. Pernikahan tanpa pertuna­ngan, akan menuai ketidak setiaan. Pertunangan disini bukanlah sekedar “ritual” tukar cincin atau bentuk-bentuk lainnya, tetapi ber­bicara mengenai komitmen yang lebih maju dari persahabatan, sebuah komit­men atau kepastian untuk memasuki pernikahan, untuk me­lebur jadi satu membentuk keluarga – sebuah kerajaan “kecil” baru.
Tentu saja untuk melebur secara sempurna, secara tubuh, jiwa dan roh, maka perlu masing-masing dari pasangan memiliki “keseimbangan” satu sama lain. Keseimbangan disi bukanlah kesamaan, tetapi dapat memenuhi kebutuhan sehingga pernikahan yang dikerjakan nantinya menjadi sebuah pernikahan yang utuh secara tubuh, jiwa dan roh. Tentu saja, disini pasangan diharapkan memiliki keyakinan iman yang sama agar pertentangan secara kerohanian tidak terjadi. Pertentangan dari perbedaan dan ketidak seimbangan secara rohani biasanya menimbulkan lebih banyak tekanan yang mendorong terjadinya konflik secara verbal maupun tindakan, dan tidak jarang menimbulkan perceraian. Adalah bijaksana jika pertimbangan mengenai keseimbangan rohani ini menjadi landasan utama sebuah pernikahan.
Secara rohani kita harus mengalami “perjumpaan” dengan Tuhan. Melaluinya kita dapat mengenal-NYA, lebih lanjut berteman dan bersahabat dengan-NYA, dan mengikat perjanjian. Keterikatan kita dalam perjanjian dengan Tuhan akan membuat seluruh perjanjian-NYA berlaku atas kita. Kebenaran dan ke­nyataan kasih-NYA telah diungkapkan pada kita melalui kayu salib. Jika kita mau datang dan menerima salibNYA, maka kasih-NYA akan masuk kedalam kehidupan kita. Kita hanya perlu beriman kemudian menyatakannya dalam perbuatan kita. Perbuatan yang dilakukan bukan agar kita diselamatkan, tetapi perbuatan yang dilakukan sebagai wujud respon kasih kita terhadap kasih-NYA yang telah diberikan pada kehidupan kita. Kerajaan-NYA masuk kedalam hidup kita, pemerintahan-NYA berlaku atas kita, ada proteksi hukum atas kita sebagai warga kerajaan-NYA. Inilah yang disebut sebagai “hidup” dalam hidup.

“Two sides of love”
Bukanlah kasih yang bertepuk sebelah tangan

Rahasia ini besar tetapi…

Sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Rahasia ini besar, tetapi yang aku maksudkan ialah hubungan Kristus dan jemaat.(Efesus 5:31-32)
Ayat diatas mengungkap misteri dalam rumusan perkawinan, melalui ayat-ayat diatas kita dapat mengukur kualitas pernikahan kita. Kristus meninggalkan surga yang mulia, turun ke dunia karena kasih-NYA, dengan rela mengambil rupa seorang hamba dan sama dengan manusia, untuk mendekatkan diri agar dikenal dengan jelas oleh manusia. Digambarkan dalam dan oleh pernikahan –  bersatunya daging untuk menjelaskan hubungan kasih Kristus yang diberikan atas jemaat-NYA. Artinya, sebagaimana kasih Kristus yang diberikan atas jemaat-NYA demikian pula seharusnya kualitas dan kegairahan kasih dalam sebuah pernikahan. Adakah kasih sedemikian dapat dipisahkan? Kasih yang menyertai sepanjang usia kehidupan manusia, sesuai dengan kasih karunia yang diberikan. Itulah sebabnya dikatakan pernikahan hanya dapat diceraikan oleh kematian saja dan Allah membenci perceraian, karena IA sendiri tidak pernah meninggalkan manusia sepanjang hidupnya  
Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." (Markus 10:9) 
Sebab Aku membenci perceraian, firman TUHAN, Allah Israel—juga orang yang menutupi pakaiannya dengan kekerasan, firman TUHAN semesta alam. Maka jagalah dirimu dan janganlah berkhianat! (Maleakhi 2:16) 
Perceraian dalam sebuah pernikahan adalah hasil dari kekerasan, dimana pasangan tidak mampu atau mau merendahkan diri satu sama lain, masing-masing memegang kebenaran sendiri dan memak­sakan kebenaran dirinya kepada pasangannya. Biasanya dimulai dari terhentinya komunikasi, kedua be­lah pihak tidak lagi mengungkapkan isi hati dan pikiran karena tidak lagi didengarkan. Padahal komuni­kasi adalah dasar dari jalinan hubungan yang seharusnya dibina secara terus menerus dalam pernikah­an. Terputusnya komunikasi merupakan putusnya hubungan “jiwa”, karena pikiran tidak lagi berjalan dalam keseimbangan, yang dihasilkan adalah kesalah pahaman yang berkelanjutan. Apabila “Perang diam” ini terus berlanjut maka ujungnya adalah putusnya hubungan “komunikasi ranjang” atau komunika­si secara fisik, padahal komunikasi fisik ini juga sangat fital dalam hubungan “satu daging”. Puncak dari peperangan ini adalah kekalahan kedua belah pihak, baik suami atau isteri, keduanya gagal menghargai anugerah “pernikahan” yang dipercayakan Allah dalam kehidupan mereka. Keduanya telah sempurna saling mengkhianati janji, entah sebagai yang memulai ataupun yang telah acuh tak acuh terhadap keutuhan pernikahan mereka. Pada hakekatnya, mereka berontak terhadap Tuhan sendiri.
Yehuda berkhianat, dan perbuatan keji dilakukan di Israel dan di Yerusalem, sebab Yehuda telah menajiskan tempat kudus yang dikasihi TUHAN dan telah menjadi suami anak perempuan allah asing. Biarlah TUHAN melenyapkan dari kemah-kemah Yakub segenap keturunan orang yang berbuat demikian, sekalipun ia membawa persembahan kepada TUHAN semesta alam! Dan inilah yang kedua yang kamu lakukan: Kamu menutupi mezbah TUHAN dengan air mata, dengan tangisan dan rintihan, oleh karena Ia tidak lagi berpaling kepada persembahan dan tidak berkenan menerimanya dari tanganmu. Dan kamu bertanya: "Oleh karena apa?" Oleh sebab TUHAN telah menjadi saksi antara engkau dan isteri masa mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia, padahal dialah teman sekutumu dan isteri seperjanjianmu. (Maleakhi 2:11-14)
Jika seseorang bertanya tentang perceraian, diperbolehkan atau tidak, menikah lagi setelah bercerai boleh atau tidak, dan apa yang harus dilakukan jika sudah terlanjur bercerai
Sebab itu, beginilah firman TUHAN, Aku kembali lagi kepada Yerusalem dengan kasih sayang. Rumah-Ku akan didirikan pula di sana, demikianlah firman TUHAN semesta alam, dan tali pengukur akan direntangkan lagi di atas Yerusalem. (Zakharia 1:16) 
"Pada hari itu Aku akan mendirikan kembali pondok Daud yang telah roboh; Aku akan menutup pe­cahan dindingnya, dan akan mendirikan kembali reruntuhannya; Aku akan membangunnya kembali seperti di zaman dahulu kala, (Amos 9:11; Kisah Rasul 16:15)
Artinya pernikahan itu harus kembali diupayakan keutuhannya kembali, sama seperti apa yang telah dila­kukan Tuhan bagi Yerusalem, pondok Daud, “kemah kehidupan pujian” bagi Tuhan –  manusia – dipulih­kan kembali. Pilihannya adalah sedapat mungkin kembali kepada pasangan yang telah diceraikan atau hidup sendiri sebab ada tertulis:
tetapi Tuhan—perintahkan, supaya seorang isteri tidak boleh menceraikan suaminya. Dan jikalau ia bercerai, ia harus tetap hidup tanpa suami atau berdamai dengan suaminya. Dan seorang suami tidak boleh menceraikan isterinya. (1 Korintus 7:10-11) 
Jika dalam sebuah pernikahan yang hancur terjadi rekonsiliasi antara suami dan isteri maka kerajaan kecil Allah – pernikahan itu akan kembali hidup dan mencerminkan kemuliaan Allah. Tetapi tentunya setiap pernikahan tidaklah harus melewati fase kehancuran terlebih dahulu untuk agar kemuliaan Allah bersinar dalam pernikahan tersebut. Yang terpenting disini adalah kesadaran bahwa pernikahan bukanlah sesuatu yang sederhana atau biasa-biasa saja maknanya. Tetapi sebagaimana yang telah kita pelajari bersama, pernikahan merupakan kunci kerajaan, dimana kasih Allah ditampilkan dalam dan diantara setiap pribadi, suami terhadap isteri, sehingga kasih Allah dapat diperkenalkan kepada anak-anak keturunan mereka, dan juga kepada masyarakat yang dijumpai disekitar kehidupan rumah tangga mereka.
“Kerajaan-Mu datanglah, kehendak-Mu jadilah di bumi seperti di surga” (Matius 6:10). Biarlah setiap keluarga kami di bumi ini, menjadi kerajaan-Mu, penuh kasih mesra sebagaimana Engkau yang menga­sihi dan tak pernah meninggalkan kami, menanti kami kembali ketika kami telah jauh dari hadirat-Mu. Tidak ada rencana-Mu yang gagal, kami mau hidup di dalam rencana-Mu sekarang sampai selama-la­manya. Inilah doa kami, Amen


Sama seperti mata uang yang kedua sisinya tergantung satu sama lain
“Two sides of love”


2 komentar:

  1. Mantap Kho.Mungkin tulisannya lebih bisa diisi bervariasi, kayak dari perumpamaan, renungan singkat ato yang tulisan tentang bintang2 itu kayaknya lebih mantap..hehe.
    kalo bisa sih, bisa dibaca kurang lebih 2 menit setiap judul.
    O ya, mungkin bisa juga di posting kegiatan2 yang di siman juga, foto2 lebih mantap.
    Yang penting = TETAP berkarya.
    Jbu.

    BalasHapus
  2. keren pak..trus ditambahi tulisan yang sifatnya "simple pencerahan" yang tidak terlalu panjang tapi padat.
    jangan lupa tulisan tentang illah zaman.
    ...bikin buku!! ok hahaha..

    BalasHapus